Pemerintah memutuskan untuk menyerahkan pelaksanaan pembangunan tiga dari lima proyek flagship pada program Metropolitan Priority Area (MPA) Jabodetabek kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ketiga proyek itu adalah Mass Rapid Transit (MRT) Cikarang-Balaraja, pengembangan pelabuhan baru berskala internasional di Cilamaya,  dan perluasan Bandara Soekarno-Hatta.

Ketiga proyek  senilai 1 triliun yen atau setara dengan Rp 125 triliun tersebut akan dibiayai Jepang melalui Japan's Official Development Assistance (ODA) dan bantuan asing dalam 10 tahun ke depan. Pelibatan Jepang dalam pembangunan MPA merupakan bagian dari hasil kesepakatan Pemerintah RI dengan Jepang pada pertemuan Indonesia-Japan Joint Economic Forum  di Tokyo, 8 – 10 Oktober lalu. 

Pertemuan itu  menghasilkan kesepakatan pembangunan infrastruktur kawasan Jabodetabek melalui program MPA senilai Rp 410 triliun. Keseluruhan proyek MPA  berjumlah 71 proyek yang terbagi dalam sejumlah tahapan, yaitu identifikasi sebanyak 48 proyek, fast track project  (18 proyek),  dan  flagship project (lima proyek).

Penunjukan Kemenhub sebagai pelaksana proyek pembangunan MRT Cikarang-Balaraja, pengembangan  internasional  Cilamaya,  dan perluasan Bandara Soekarno-Hatta perlu disosialisasikan secara luas. Tugas tersebut di satu sisi merupakan prestise tersendiri. Tapi di sisi lain, tugas itu akan menjadi pertaruhan citra. Jika proyek itu sukses, citra Kemenhub akan naik. Sebaliknya, jika gagal atau tidak sesuai harapan, citra Kemenhub bakal turun.

Agar informasi ini tidak menimbulkan kesimpangsiuran, perlu penjelasan lebih detail tentang skema pembiayaan dan tahapan pelaksanaan  poyek MRT Cikarang-Balaraja, pengembangan pelabuhan  internasional  Cilamaya,  dan perluasan Bandara Soekarno-Hatta.  Misalnya,  berapa persen Japan's Official Development Assistance (ODA) akan membiayai proyek tersebut dan sisanya  akan dibiayai  siapa?  Apa yang dimaksud dengan bantuan asing?

Pemerintah menyatakan bahwa  proyek-proyek tersebut masuk  skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS)  atau public private partnership (PPP) dengan porsi investasi murni swasta lebih besar,  yaitu 55%, serta kombinasi KPS, APBN,  dan skema pinjaman  sebesar 45%. Perlu penjelasan terkait dengan apakah ada pihak swasta yang dilibatkan. Apakah sepenuhnya asing atau ada juga swasta lokal dan bagaimana porsi mereka terhadap proyek tersebut? Selanjutnya, penjelasan mengenai kewenangan, tugas dan tanggung jawab Kemenhub dalam ketiga proyek PMA  tersebut juga perlu diberikan.

Selain itu, perlu dijelaskan mengenai  time table pelaksanaan  ketiga proyek tersebut, dari mulai tahap persiapan, pelaksanaan tender, hingga groundbreaking dan pelaksanaan pembangunan proyek.

Masyarakat juga perlu diyakinkan  dengan memberikan penjelasan mengenai dampak positif  ketiga proyek tersebut setelah dioperasikan, terutama dalam kaitannya dengan upaya pemerintah mengatasi kemacetan lalu lintas di kawasan Jabodetabek  serta sudah over capacity-nya bandara Soekarno-Hatta  dan Pelabuhan Tanjung Priok. (JAB)