Isu program konversi bahan bakar kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) yang digulirkan pemerintah menimbulkan pertanyaan di masyarakat, apakah program tersebut masih dijalankan atau untuk sementara memang ditunda.
Sosialisasi program konversi juga perlu dilakukan mengingat Kemenhub akan diserahi tanggung jawab menyusun persyaratan teknis untuk kendaraan ber- BBG yang layak jalan. Mandat tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang konversi bahan bakar kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke BBG yang rencananya segera diterbitkan pemerintah.
Kementerian lainnya yang akan mendapat tugas untuk mendukung program konversi BBM ke BBG adalah Kementerian ESDM yang bakal bertugas menyediakan pasokan gas untuk BBG beserta infrastruktur gas, serta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang diberi tugas membangun bengkel kendaraan dan menyediakan alat konversi (converter kit).
Kemenhub perlu terus menyosialisasikan persyaratan teknis untuk kendaraan ber-BBG. Sosialisasi diperlukan agar saat kebijakan itu diberlakukan, masyarakat tidak bingung dan menyalahkan pemerintah, khususnya Kemenhub yang tidak menyosialisasikan hal itu dengan baik. Perlu dijelaskan parameter apa saja yang digunakan untuk memastikan seuatu kendaraan diangap laik jalan, mengacu ke mana persyaratan tersebut dan apakah negara lain menggunakan persyaratan serupa/ apakah persyaratan-persyaratan tersebut berlaku secara internasional. Selain itu, perlu juga diinformasikan tentang konsekuensi-konsekuensi jika masyarakat tetap menggunakan kendaraan ber-BBG yang dinyatakan tidak laik jalan.
Kemenhub juga akan ditugasi melakukan monitoring di lapangan terhadap kendaraan ber-BBG, termasuk memberikan “punishment” bagi kendaraan ber-BBG yang terbukti tidak laik jalan. Untuk itu perlu dijelaskan mengenai sanksi bagi kendaraan ber-BBG yang terbukti tidak lain jalan beserta payung hukumnya. Masyarakat yang selama ini mempertanyakan keamanan kendaraan ber-BBG perlu mendapatkan informasi bahwa kendaraan ber-BBG aman bagi masyarakat. Selanjutnya, perlu disampaikan mengenai statistik kasus kecelakaan kendaraan ber-BBG dibanding populasi kendaraannya dari tahun ke tahun, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain yang sukses menerapkan kebijakan konversi BBM ke BBG. Ini penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa kendaraan ber-BBG aman. Sepanjang persyaratan dari Kemenhub terpenuhi, kendaraan ber-BBG akan aman dikendarai karena kemenhub menggunakan persyaratan-persyaratan yang sangat ketat.
Perlu diinformasikan tahapan-tahapan kendaraan ber-BBG yang harus menjalani uji persyaratan laik jalan, lokasi tempat pengujian, prosedur, dan lembaga mana yang ditunjuk untuk melakukan uji kendaraan ber-BBG. Kemungkinan isu ini akan dikaitkan dengan kekhawatiran adanya oknum yang “bermain” di lapangan untuk melakukan pungli atau meloloskan kendaraan-kendaraan ber-BBG yang sebetulnya tidak laik jalan. Kemenhub menjamin tidak akan ada praktik seperti itu.
Terkait dengan converter kit, Kementerian Perindustrian telah menunjuk tiga BUMN, yakni PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Pindad, dan PT Wijaya Karya Tbk untuk memproduksi converter kit dan bekerja sama dengan perusahaan pembuat converter kit asal Italia. Kebutuhan converter kit diperkirakan mencapai 250 ribu unit per tahun. Harga converter kit berbahan material biasa berkisar Rp 8-12 juta. Sedangkan berbahan material untuk pesawat terbang sekitar Rp 15 juta per unit.
Terkait dengan pasokan gas, perlu disampaikan informasi bahwa pasokan gas untuk program konversi BBG kali ini lebih terjamin. Kementerian ESDM menyatakan, pasokan gas untuk BBG tahun ini untuk Jawa-Bali mencapai 32,8 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/mmscfd). Pasokan ini terbagi dua untuk Jakarta sebesar 26,1 mmscfd dan Jawa Timur 6,7 mmscfd. Pasokan untuk Jakarta dan sekitarnya berasal dari Pertamina EP sebesar 5,1 mmscfd, PT PGN (Persero) 7 mmscfd, Medco E&P Indonesia 2 mmscfd, PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) 3 mmscfd, CNOOC South East Sumatra 2 mmscfd, ConocoPhilips Blok Koridor 5 mmscfd, dan Bina Bangun Wibawa Mukti. Sedangkan pasokan untuk Jawa Timur disediakan cadangan gas 50 mmscfd oleh PT Kangean Energy mulai Mei 2012. Pasokan disesuaikan dengan besaran kebutuhan.
Sementara itu, untuk infrastruktur, pemerintah akan menanggung pembangunan infrastruktur BBG dengan dana sebesar Rp 2,1 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun 54 stasiun pengisian compressed natural gas (CNG) dan 108 stasiun pengisian liquefied gas for vehicle (LGV) di wilayah Jawa dan Bali. Dalam APBN 2012, pemerintah sebenarnya sudah menganggarkan dana sebesar Rp 200 miliar. Tetapi karena dana tersebut hanya cukup untuk membangun tiga SPBG baru, pemerintah meminta tambahan dana dalam APBN-P 2012. Dalam APBN-P 2012, pemerintah menganggarkan dana Rp 964 miliar untuk konversi ke BBG. Dana tersebut masing-masing Rp 300 miliar untuk biaya pengawasan BBM bersubsidi, Rp 200 miliar untuk SPBG, sisanya untuk pengadaaan converter kit dan pembangunan bengkel. Tahun ini, pemerintah akan menyediakan converter kit CNG sebanyak 11 ribu unit dan LGV 14 ribu unit, di mana harga per unitnya berkisar Rp 15 juta.
Disamping itu, perlu pula diinformasikan mekanisme dan realisasi rencana pemberian insentif bagi angkutan umum yang bersedia melakukan migrasi ke BBG. Berdasarkan informasi selama ini, untuk tahap awal sebanyak 325 ribu unit angkutan umum atau 50% dari total angkutan umum di Indonesia siap melakukan program migrasi tersebut dengan insetif per angkutan umum Rp 15 juta atau total dana yang akan dialokasikan untuk keperluan itu sekitar Rp 4,87 triliun.
Kementerian Perhubungan optimis bahwa kali ini program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan akan sukses. Program serupa yang dijalankan sejak 1980-an selalu terhenti karena tidak ada penanggung jawabnya. Melalui perpres yang baru, pemerintah akan menunjuk Pertamina untuk memimpin program konversi, sehingga pertanggung jawabannya jelas. (JAB)