Meskipun telah mengalami penurunan intensitas pemberitaan, pekan ini media masih memberikan perhatian yang cukup besar terkait dengan insiden kecelakaan yang menimpa pesawat MA-60 milik Merpati Nusantara Airlines (MNA) di Teluk Kaimana, Papua Barat dan menyikapi peristiwa tersebut dari berbagai angle.
Sudut pandang tersebut salah satunya adalah menyangkut pemberian sanksi oleh pihak Kemenhub sebagai pemegang otoritas penerbangan sipil nasional kepada maskapai penerbangan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Keputusan ini merupakan bagian dari rekomendasi yang dihasilkan pasca pelaksanaan audit operasional terhadap pesawat MA-60 milik maskapai tersebut. Sanksi yang diputuskan mencakup larangan beroperasi di tiga bandara, yakni Aeroboesman Ende (NTT), Mehang Kunda Waingapu (NTT), dan Frans Sales Lega Ruteng (NTB). Selain itu pihak Kemenhub juga menilai seluruh pesawat MA-60 yang dioperasikan oleh PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dalam kondisi laik terbang. Pernyataan ini mematahkan sinyalemen yang sebelumnya gencar diberitakan oleh media terkait faktor kelaikan pesawat MA-60 buatan China yang ramai dituding sejumlah kalangan sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan. Perspektif ini mayoritas dilansir oleh keseluruhan media, kecuali Rakyat Merdeka dan Media Indonesia dengan sentiment pemberitaan cenderung netral serta spokesperson Kemenhub sebagai opinion leader yang dominan dikutip. Media dengan karakteristik pemberitaan dibidang ekonomi, seperti Bisnis Indonesia, Investor Daily, dan Kontan dalam muatan pemberitaannya juga cenderung menggunakan angle yang sama namun dengan penekanan pada sudut pandang pihak Merpati sebagai operator jasa penerbangan. Hal ini terlihat dari dominannya pernyataan Tony Aulia Achmad, Direktur Niaga Merpati Nusantara Airlines terkait dengan rencana pihak perseroan yang akan mengganti pesawat MA-60 yang dilarang menerbangi tiga bandara di NTT dan NTB dengan pesawat jenis Fokker 100 dan Cassa 212 serta tergerusnya pendapatan perusahaan sebesar 20%-30% pasca insiden kecelakaan yang melanda maskapai penerbangan tersebut.
Kecenderungan pihak Kemenhub yang lebih memberi penekanan pada aspek pelanggaran standar operasional prosedur yang dilakukan pilot Merpati sebagai penyebab jatuhnya pesawat, menjadi titik utama perspektif pemberitaan yang dilansir oleh Suara Karya (24/05), Koran Tempo (25/05), dan Kompas (25/05). Sedangkan dari perspektif berbeda content isu juga masih memuat opini terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) gabungan lintas fraksi di DPR yang gencar disuarakan oleh kalangan anggota dewan serta pemberitaan mengenai proses penyelidikan dugaan mark up pembelian pesawat MA-60 milik Merpati oleh pihak Kejaksaan Agung dengan menggandeng KPK. Pernyataan ini khususnya dilansir oleh Rakyat Merdeka (27/05) dengan mengutip pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto. Harian ini pada edisi yang sama juga menurunkan opini dari Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat yang mengingatkan Kejaksaan Agung agar tak hanya meminta keterangan pihak Merpati Airlines terkait dugaan penggelembungan harga pesawat MA-60 produksi China. Tapi juga mengorek keterangan pihak kementerian yang diduga mengetahui pembelian pesawat tersebut. Sementara Koran Tempo (23/05) melansir pemberitaan mengenai penolakan sejumlah anggota dewan terkait rencana penghapusan utang PT Merpati Nusantara Airlines. Sedangkan Media Indonesia (27/05) lebih mengulas persoalan transportasi udara nasional yang dianggap masih perlu pembenahan lebih lanjut.
Perspektif pemberitaan yang dilansir oleh Rakyat Merdeka dan Media Indonesia di atas, memberi kontribusi besar terhadap sentiment negatif media. Seperti prediksi sebelumnya, dinamika isu masih akan menguat. Hal ini berkaitan dengan spekulasi yang muncul dipermukaan, khususnya yang berhubungan dengan domain kebijakan atau regulasi. Situasi ini harus segera direspon, karena dikhawatirkan polemik tersebut berpotensi akan melibatkan jajaran instansi terkait, termasuk Kemenhub selaku pihak regulator. Indikasi ini mulai terlihat dengan opini yang dilansir oleh Rakyat Merdeka khususnya melalui pernyataan Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat. (JAB)