Langkah PTTEP Australasia memberikan ganti rugi sebesar US$ 5 juta sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, mendapat sorotan yang cukup beragam dari media seperti tampak pada sudut pandang yang dipakai masing-masing media. Secara garis besar terdapat tiga kecenderungan yang ditunjukkan media, yaitu: pertama, media yang menggunakan sudut pandang pemerintah, kedua, media yang memakai angle dari sisi NGO, dan ketiga, media yang mengambil posisi netral.
Sudut pandang pertama ditunjukkan oleh Suara Karya dan Seputar Indonesia. Kedua media mengutip pernyataan Menhub sebagai sumber pemberitaannya. Suara Karya menekankan pemberitaannya pada sikap optimis pemerintah Indonesia atas terealisasinya klaim ganti rugi yang diajukan serta dana CSR yang akan diberikan bagi nelayan yang dirugikan.
Sedang Seputar Indonesia lebih memfokuskan pemberitaannya pada dana CSR yang akan diterima, namun dana itu sendiri bukan bagian dari klaim yang diajukan pemerintah melainkan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.
Selain Suara Karya dan Seputar Indonesia, terdapat dua media lain yang juga menggunakan sudut pandang yang sama, yakni Koran Tempo, dan Bisnis Indonesia. Namun kedua media ini melansir dua pemberitaan, yang mana salah satu pemberitaannya memakai angle dari sudut pandang pemerintah sedang pemberitaan yang lain mengkritisi sikap pemerintah atau menggunakan sudut pandang kedua. Bila Bisnis Indonesia mengutip pernyataan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) lewat juru bicaranya Ferdi Tanoni, maka Koran Tempo melansir opini yang ditulis Direktur Eksekutif The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), IGG Maha Adi.
Sementara media yang menggunakan sudut pandang kedua adalah Media Indonesia dan Republika. Kedua media melansir pernyataan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni. Menurutnya, dengan bersedia menerima ganti rugi US$5 juta, pemerintah Indonesia secara langsung telah mengakui bahwa data-data ilmiah yang diklaim kepada PTTEP Australasia sangat tidak valid. Sekaligus membenarkan bantahan PTTEP Australasia sebelumnya bahwa sebagian besar data-data dari Indonesia hanya berdasarkan pada asumsi-asumsi. Ferdi juga mengatakan pihaknya menolak besaran ganti rugi yang disepakati pemerintah bersama PTTEP Australasia tersebut, karena ganti rugi sebesar itu tidak cukup untuk membayar kerugian yang diderita nelayan.
Diluar kedua sudut pandang tersebut, terdapat media yang memilih mengambil sikap netral seperti ditunjukkan Jakarta Post. Harian ini menyoroti kebuntuan yang dihadapi pemerintah Indonesia dan PTTEP atas besaran klaim ganti rugi dalam kasus pencemaran Laut Timor. Meskipun harian ini mengutip pernyataan Menhub, namun titik tekan pemberitaan pada belum adanya kesepakatan yang dicapai dalam perundingan antara kedua pihak tersebut.
Berdasarkan rekam jejak monitoring pemberitaan media, bukan sekali ini Ferdi Tanoni memberikan pernyataan negatif. Ia tercatat sebagai opinion leader yang intens menyoroti perkembangan kasus ini dan kerap mengkritisi langkah yang diambil pemerintah dalam menangani kasus ini.
Sorotan negatif ini dapat diantisipasi salah satunya dengan menginformasikan perkembangan proses negosiasi yang berjalan, dengan melibatkan peran pemangku kepentingan terutama di tingkatan lokal sehingga proses yang terjadi dapat dipahami masyarakat korban. Sementara untuk publik secara luas, perlu mengoptimalkan peran media massa untuk ikut mendukung upaya negosiasi yang diupayakan pemerintah. (JAB)