JAKARTA - Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas sering mewarnai peristiwa transportasi di Indonesia, khususnya di daerah yang banyak memiliki perlintasan dengan jalur kereta api sebidang. Kemacetan disebabkan oleh antrian panjang kendaraan yang disebabkan perjalanan kereta api terlebih jika frekuensi melintasnya kereta api cukup banyak. Adapun kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang kereta api disebabkan oleh rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas di perlintasan sebidang kereta api.
Beberapa peristiwa peningkatan jumlah kasus kecelakaan di perlintasan kereta api menunjukkan bahwa hal ini tidak dapat dipandang enteng. Harus ada perencanaan yang jelas saat sekarang dan di masa-masa mendatang. Ketaatan pengguna jalan terhadap aturan lalu lintas harus terus ditegakkan, disiplin masyarakat harus ditingkatkan, dan mengurangi atau menutup perlintasan sebidang yang menjadi sumber kemacetan dan kecelakaan.
Dalam satu keterangan tertulis yang pernah disampaikan Humas PT KAI Daop 8 Surabaya, menyebutkan bahwa palang pintu, penjaga pintu dan alarm di alat EWS, itu semua hanyalah alat bantu keamanan semata. Alat utama keselamatan di perlintasan ada di rambu lalu lintas. Faktor disiplinlah yang bisa menghindarkan kita agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas di perlintasan.
Namun faktor disiplin masyarakat berkendara ini masih rendah dan menjadi catatan penting bahwa perubahan perilaku berkendara di jalan raya harus terus digelorakan dan ditingkatkan.
Kementerian Perhubungan bersama PT KAI dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat duduk bersama memikirkan perlintasan sebidang kereta api yang ada di daerahnya khususnya di jalur-jalur yang padat lalu lintasnya untuk membuat flyover atau underpass, sehingga tidak ada perpotongan jalur kereta api dengan jalan raya.
“PT KAI mengajak para pengguna jalan, pemerintah, dan penegak hukum untuk bersama-sama menjaga keselamatan di perlintasan sebidang kereta api, sehingga kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang tidak terus berulang,” ujar VP Public Relations KAI Joni Martinus dalam rilis, Kamis (10/3).
Imbauan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 94 Tahun 2018 Pasal 5 dan 6 bahwa pemerintah pusat atau daerah melakukan evaluasi paling sedikit satu tahun sekali pada perlintasan sebidang sesuai kelas jalannya.
PT KAI menyesalkan terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang, di petak jalan antara Stasiun Lamongan dan Surabayan pada Rabu, 9 Maret 2022, pukul 06.37 WIB. Kecelakaan melibatkan dua unit truk dan Kereta Api Ekonomi Lokal rute Cepu – Surabaya Pasarturi yang mengakibatkan lokomotif rusak parah dan seorang masinis terluka.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka dapat dilakukan rekomendasi berupa peningkatan perlintasan sebidang menjadi perlintasan tidak sebidang seperti flyover atau underspass, penutupan perlintasan sebidang, atau peningkatan keselamatan perlintasan sebidang.
Akibat kecelakaan di perlintasan sebidang, KAI mengalami kerugian berupa kerusakan lokomotif dari kerusakan ringan hingga berat. Pada 2020 telah terjadi 208 kerusakan lokomotif akibat tertabrak motor, mobil, dan truk. Jumlahnya meningkat 2,4 persen di 2021 menjadi 213 kerusakan. Pada 2022 hingga awal Maret, jumlahnya telah mencapai 36 kerusakan yang menyebabkan keterlambatan perjalanan KA, keterlambatan perjalanan kereta api terjadi karena KAI harus melakukan penanganan seperti sterilisasi jalur, pemeriksaan sarana hingga penggantian sarana. Jumlah kelambatannya mencapai 3.982 menit di 2020, 4.554 menit di 2021, dan 711 menit sampai dengan awal Maret 2022 akibat gangguan yang dialami.
“Paling berbahaya pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang dapat mengancam keselamatan masinis, asisten masinis, dan tentunya para penumpang kereta api,” katanya.
Menurut Joni, perjalanan kereta api seharusnya didahulukan oleh pengguna jalan raya karena kereta api tidak dapat berhenti secara mendadak.
Untuk mengatasi kasus kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang, KAI berharap dukungan dari penegak hukum sehingga masyarakat dapat lebih disiplin dalam berlalu lintas.
Sesuai UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 296 tertulis bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu.
Joni Martinus berharap, keselamatan di perlintasan sebidang
dapat tercipta jika seluruh unsur masyarakat pengguna jalan dan pemerintah
dapat bersama-sama peduli. Diharapkan kepedulian seluruh stakeholder ini
mampu menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang ini.
Sosialisasi Penutupan Perlintasan Sebidang
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) merespon cepat berbagai kasus kecelakaan lalu lintas dan juga kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh perlintasan sebidang.
Tanggal 8 Maret lalu, Direktorat Keselamatan Perkeretaapian telah melakukan sosialisasi penutupan perlintasan sebidang Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat di sisi selatan. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan guna mengakomodasi aspirasi masyarakat sekitar yang terdampak oleh rencana penutupan perlintasan sebidang ini.
Kegiatan dialog dan sosialisasi ini dihadiri oleh Lurah Kramat, Lurah Tanah Tinggi, Camat Senen, perwakilan warga Kelurahan Kramat dan Kelurahan Tanah Tinggi, Walikota Jakarta Pusat, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Kepala Suku Dinas Perhubungan Kota Jakarta Pusat, Direktur Keselamatan dan Keamanan PT KAI (Persero), Kepala Daerah Operasi 1 Jakarta PT KAI (Persero), dan Kapolsek Senen.
Program Penutupan Perlintasan Sebidang Akan Terus Berlanjut
Direktur Keselamatan Perkeretaapian Edi Nur Salam menyampaikan ke sejumlah awak media bahwa penutupan perlintasan sebidang ini dilakukan sebagai upaya DJKA untuk mengurangi perlintasan sebidang. Sebab, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, perlintasan kereta api seharusnya tidak boleh lagi sebidang dengan jalan raya. “Apalagi dengan adanya perlintasan sebidang, keselamatan pengguna jalan raya terancam dan lalu lintas pun terganggu,” sambung Edi.
Edi menuturkan, penutupan perlintasan sebidang di sisi selatan Stasiun Pasar Senen ini perlu dilakukan mengingat sudah tersedia underpass untuk melintasi jalur kereta api. Sehingga, perlintasan sebidang yang ada di kawasan tersebut harus ditutup karena fungsinya sudah terakomodasi dengan tersedianya underpass. Edi juga menyampaikan bahwa DJKA membuka ruang bagi Pemerintah Daerah untuk berpartisipasi dalam membangun underpass dan flyover serupa untuk mengurangi perlintasan sebidang di daerahnya.
“Bagaimanapun, yang kami lakukan ini adalah untuk menyelamatkan nyawa pengguna jalan dan memastikan kereta api dapat melintas dengan selamat,” ujarnya.
Lebih lanjut Edi Nur Salam menyampaikan bahwa hingga saat ini sudah lebih dari 1500 perlintasan sebidang yang telah ditutup oleh DJKA dan masih ada sekitar 500 perlintasan sebidang lagi yang perlu segera ditutup. “Perlintasan liar juga akan menjadi fokus perhatian DJKA dengan menargetkan setidaknya 280 titik perlintasan liar dapat ditutup tahun ini,” ujarnya.
Menurut Edi, penutupan perlintasan sebidang di sisi selatan Stasiun Pasar Senen ini juga merupakan bagian dari upaya mendukung switch over Stasiun Manggarai Ultimate sebab Stasiun Manggarai Ultimate akan dijadikan stasiun sentral dengan mendapat penambahan jalur untuk melayani rute Bogor Line dan Bekasi Line. Hal ini berdampak pada meningkatnya frekuensi perjalanan kereta api termasuk di perlintasan Stasiun Pasar Senen yang ditutup tersebut.
Edi menuturkan bahwa sebelum perlintasan sebidang ditutup secara permanen, telah dilakukan uji coba dan evaluasi mingguan sebagai wadah mencari solusi permasalahan yang muncul terkait dengan penutupan perlintasan sebidang tersebut. (IS/AS/RY/HG)