Ketika marak terjadi kecelakaan lalu-lintas jalan yang melibatkan angkutan umum bus, jamak muncul berbagai tanggapan yang menuding manajemen bus kurang memperhatikan kesejahteraan awak bus. Model manajemen operasional yang mengandalkan sistem setoran menyebabkan awak bus menjalankan busnya ugal-ugalan di jalan. Faktor keselamatan tidak lagi “sempat dipikirkan” karena begitu duduk di belakang stir yang ada di kepala si supir adalah bagaimana cari penumpang sebanyak banyaknya untuk kejar setoran.
Tudingan lain yang sering muncul biasanya juga masih menyangkut manajemen perusahaan, yaitu pengelolaan armada yang tidak memadai yang diduga menyebabkan banyak armada bus tidak laik. Dengan alasan penghematan mungkin banyak perusahaan bus melaksanakan perawatan armadanya asal-asalan. Padahal di sisi lain Pemerintah dalam kerangka pembinaan telah menerbitkan standar minimun tentang bagaimana operasional pengelolaan armada angkutan umum bus.
Tudingan-tudingan itu mungkin saja ada benarnya, namun tidaklah sepenuhnya benar. Terbukti ada juga perusahaan bus AKAP yang telah menjalankan roda perusahaannya dengan manajemen yang relatif baik, namun masih saja dirundung malang dengan mengalami kejadian kecelakaan beruntun. Sistem operasional sudah tak lagi menggunakan setoran, awak bus sudah diperhatikan kesejahteraannya, perawatan bus sudah dikelola dengan manajemen yang baik, bahkan teknologi IT sudah dilibatkan untuk mengontrol operasional.....eh masih saja terjadi musibah kecelakaan bahkan beruntun.....
Tim redaksi www.dephub.go.id beberapa waktu lalu melakukan perjalanan jurnalistik ke beberapa perusahaan bus AKAP di Jawa Tengah. Selain melihat langsung bagaimana praktek pengelolaan perusahaan bus mereka, tim redaksi juga berkesempatan langsung melakukan wawancara dengan pimpinan dan pemilik perusahaan tersebut. Dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan ternyata semua pengelola perusahaan bus tersebut menganggap faktor yang paling krusial adalah perekrutan awak bus terutama supir.
Handoyo pimpinan Perusahaan Otobus (PO) Nusantara di Kudus Jawa Tengah misalnya secara tegas menyatakan keyakinannya bahwa soal manajemen di kalangan PO besar hampir sama. Sistem setoran sudah tidak digunakan lagi, semua manajemen pasti mengutamakan kesejahteraan awak bus. “Mana mungkin pengusaha tidak memikirkan kesejahteraan supir, kan supir ini kalau bertugas membawa asset perusahaan yang tidak murah, satu bus bisa berharga lebih dari satu milyar, kalau supir tidak sejahtera kemudian bekerja tidak tenang dan mengalami kecelakaan, pengusaha sendiri yang akan rugi,” tegas Handoyo. Menurut Handoyo pertanyaannya kemudian jika kesejahteraan sudah diperhatikan apakah kemudian si supir akan otomatis bekerja dengan baik? “Kalau dari sananya supir itu sudah tidak memiliki mentalitas yang baik, walaupun sudah disejahterakan tetap akan susah menngontrolnya,” kata Handoyo.
Menurut Handoyo yang harus dilakukan adalah merekrut supir yang memiliki tidak hanya kemampuan teknis mengendarai dan pengetahuan berlalu-lintas tetapi juga kepribadian dan attitude yang baik. Jika ini sudah terpenuhi maka pendekatan kesejahteraan untuk awak dalam manajemen pengelolaan bus baru akan berdampak positif. Supir tidak mudah emosi dan ugal-ugalan di jalan hanya karena masalah-masalah kecil saja sehingga mengurangi resiko kecelakaan di jalan. “Jadi yang penting bibitnya dulu baru kemudian bagaimana menanam dan mengelolanya,” kata Handoyo yang merupakan generasi kedua dari perusahaan PO Nusantara ini.
Yustinus Suroso Presiden Direktur PT Rosalia Indah, sebuah perusahaan bus yang cukup besar berlokasi di Solo Jawa Tengah berpendapat sama. Menurutnya pengemudi merupakan ujung tombak dari perusahaan angkutan umum. Oleh karenanya apabila perusahaan angkutan umum ingin usahanya tumbuh dan berkembang dengan baik, maka memilih pengemudi yang baik menjadi kunci penting. Bagaimana kriteria pengemudi yang baik? Pengemudi yang ideal adalah yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki kecakapan dalam mengemudikan kendaraannya, mengemudikan kendaraannya dengan tenang, memahami rambu-rambu lalu lintas, dan tentu saja berkepribadian baik sehingga bisa melayani dan menghargai penumpangnya.
Masalahnya walaupun sama-sama bertanggung jawab membawa penumpang yang cukup banyak, supir saat ini bukanlah profesi seperti pilot pesawat yang benar-benar dipersiapkan dan dididik dengan pola kurikulum yang jelas sebelum mereka menjalankan profesinya. Nyatanya yang terjadi saat ini relatif mudah bagi seseorang untuk menjalani profesi sebagai supir bus angkutan umum. Cukup bisa nyetir kendaraan dan punya sim B1/B2 umum. Akibatnya para pengusaha bus harus benar-benar memutar otak sendiri agar mampu mendapatkan supir yang berkualitas. “Jadi kami menganggap pola rekruitmen supir ini menjadi hal yang paling penting untuk selanjutnya,” kata Suroso.
Pimpinan Terjun Langsung
Berbagai cara dan strategi dilakukan oleh manajemen perusahaan otobus (PO) untuk mendapatkan pengemudi yang ideal tadi. Beda manajemen beda pula gaya dan caranya untuk mendapatkan pengemudi. Namun walaupun di sana sini ada perbedaan, ternyata ada pula kesamaannya, yaitu kecenderungan pimpinan/pemilik perusahaan terlibat langsung dan bahkan memutuskan seorang pelamar diterima atau tidak.
PO Rosalia Indah misalnya, dalam memilih sopir telah memiliki serangkaian prosedur. Begitu ada lamaran untuk menjadi pengemudi masuk, maka staf Rosalia akan melakukan seleksi administrasi seperti kelengkapan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga dan surat izin mengemudi.
Selanjutnya memeriksa berkas pengalaman kerja calon pengemudi. Berkas pengalaman kerja itu kemudian di konfirmasi ke perusahaan-perusahaan dimana sebelumnya calon pengemudi ini bekerja. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui alasan mengapa pengemudi itu keluar dari perusahaan tersebut. Jika persoalannya hanya masalah kesejahteraan, masih dimaklumi karena mungkin di perusahaan sebelumnya bekerja kesejahteraannya kurang memuaskan.
Namun apabila kepindahannya terkait dengan masalah kriminal, seperti pencurian uang setoran, suku cadang atau kriminal lainnya, perusahaan bus yang berlokasi di Jl Solo-Sragen, Karanganyar Solo akan langsung menolak lamaran tersebut.
Jika secara administrasi calon pengemudi memenuhi seluruh persyaratan, maka calon pengemudi akan melakukan tes wawancarai. Bukan personalia atau lembaga psikologi yang melakukan wawancara, tapi langsung oleh Presiden Direktur PT Rosalia Indah, Yustinus Suroso.
Bertemu secara langsung dengan direktur utama apalagi diterima di ruangan kerja direktur utama, menjadikan calon sopir itu merasa di hargai bahkan di hormati. Ada perasaan segan sekaligus bangga. Dan jika ia kelak diterima, biasana calon pengemudi ini akan mengabdi dengan sungguh-sungguh, karena sejak awal sudah dihargai begitu tinggi oleh pimpinannya.
Suroso yang telah makan asam garam dalam dunia transportasi tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memutuskan apakah menerima atau menolak orang tersebut bergabung dalam jajaran pengemudi PO Rosalia Indah. ‘’Sekilas saja saya bisa mengetahui apakah orang itu pantas untuk menjadi sopir PO Rosalia Indah apa tidak,’’ katanya.
Boleh saja orang itu memiliki pengetahuan berlalu lintas seperti memahami semua rambu-rambu alu lintas di jalan, atau mempunyai kecakapan dalam mengemudikan bus. Tapi jika kepribadian buruk, hal ini akan berpengaruh pada saat di orang tersebut pengemudikan kendarannya. ‘’Masak saya harus mempertaruhkan bus seharga Rp 1,4 miliar pada orang yang ugal-ugalan,’’ kata Suroso.
Suroso lebih suka memiliki sopir yang berkepribadian baik meski belum memiliki kehandalan dalam mengemudikan kendaraan. Karenanya ia lebih suka merekrut sopir yang masih muda karena masih bisa dididik menjadi sopir yang berkepribadian baik dan handal. ‘’Harus di ingat, sopir itu bukan pilot yang di didik melalui pendidikan khusus secara berjenjang. Jadi kita sendiri yang harus mendidik sopir yang berkepribadian baik dan handal di jalan raya,’’ jelas Suroso.
Cara PO Nusantara melakukan rekrutmen sopir agak berbeda dengan yang dilakukan oleh PO Rosalia. Perusahaan bus yang bermarkas di Kudus Jawa Tengah ini lebih menggunakan jaringan orang-orang yang selama ini menjadi kepercayaannya. Karyawan PO Nusantara lebih dari 1000 orang. Sejalan dengan penambahan armada, biasanya membutuhkan pengemudi-pengemudi baru. Handoyo, pemilik PO Nusantara lebih senang bila calon-calon pengemudinya di rekomendasi oleh karyawannya sendiri. Pihak yang merekomendasikan itu yang menjadi penjamin jika calon pengemudinya yang di sodorkan ternyata kelak bermasalah. ‘’Lamaran yang disodorkan hanya saya baca sebentar. Jika saya tidak mantap, tidak saya panggil,” imbuh Handoyo. Kalaupun dipanggil si calon supir harus menjalani wawancara langsung dengan Handoyo, dengan semua pengalamannya yang pernah dia miliki dalam membesarkan perusahaannya, Handoyo memiliki keyakinan dan intuisi tersendiri untuk menentukan apakah si pelamar dapat diterima atau tidak. Nah di titik ini tidak ada perbedaan antara PO Rosalia dan PO Nusantara, pimpinan perusahaan sendiri yang memutuskan seorang supir diterima atau tidak.
Hal yang berbeda lagi di PO Nusantara ini adalah perekrutan calon kondektur. Menurut Handoyo perekrutan kondektur di perusahaan dia tidak kalah ketat dibandingkan supir. Penyebabnya kondektur di PO ini bukan hanya bertugas menemani sopir di dalam perjalanan, melainkan harus paham mesin dan mampu merangkap menjadi mekanik. Tidak heran jika sekitar 90 persen kondektur di PO Nusantara ini memiliki pengetahuan dan keahlian teknis yang memadai baik mesin ataupun elektrikal.
Pendekatan personal langsung oleh pemilik dalam merekrut supir juga dilakukan di perusahaan bus yang lebih kecil. Edy Poerwanto pemilik PO Purba Putra yang berlokasi di Tirtomoyo Wonogiri, sebenarnya tidak pernah khawatir kekutangan tenaga supir. Menurut Edi yang mantan pengusaha tambang ini, secara tradisi Wonogiri merupakan basis pengusaha bus, otomatis banyak masyarakat yang berprofesi sebagai supir. Apalagi kecenderungan yang terjadi usaha jasa angkutan bus di Wonogiri cenderung menurun dibanding masa-masa sebelum krismon, sehingga banyak tenaga supir menganggur.
‘’Di lingkungan saya tinggal, banyak orang yang bisa mengemudi namun tidak bekerja. Untuk pola rekrutmen, meskipun tidak terlalu banyak persyaratannya saya selalu mengutamakan yang cakap dalam bekerja dan mau bekerja keras untuk kesejahteraan bersama,’’ kata Edy yang juga Ketua Organda Wonogiri. Namun Edy juga tidak memungkiri bahwa dirinya perlu terlibat langsung dalam memilih supir agar mendapatkan yang terbaik untuk perusahaan miliknya yang saat ini memliki kekuatan armada sekitar 30-an bus.
Kondisi yang paling berbeda mungkin ada pada manajemen PO Coyo, salah satu perusahaan angkutan bus yang tertua di Indonesia. Saat ini PO Coyo yang berpusat di Pekalongan dan Semarang ini dinahkodai oleh Untung yang merupakan generasi ketiga dari perusahaan keluarga tersebut. Sebagai pimpinan perusahaan Untung tidak terlibat banyak dalam proses rekruitmen supir di perusahaannya walaupun dia ikut memutuskan diterima atau tidak diterima seorang pelamar.
Bisa jadi hal ini disebabkan karena Untung yang sebelumnya pernah hidup di Kanada dan berprofesi sebagai pilot ini sebenarnya tidak memiliki pengalaman mengelola perusahaan angkutan bus. Ketika kakeknya merintis perusahaan bus Coyo dan kemudian diteruskan oleh ayahnya, dia tidak pernah terlibat mendalam ikut membesarkan perusahaan keluarga ini. Hanya saja ketika hampir tidak ada yang mau bersedia mewarisi, akhirnya Untung memutuskan pulang dari Kanada untuk melanjutkan mengelola perusahaan ini.
Menurut Untung PO Coyo sebenarnya sejak lama telah punya pola tersendiri dalam rekruitmen supir. Informasi mengenai lowongan biasanya cukup ditempel di tempat tertentu atau dari mulut ke mulut. Setelah itu pelamar yang dijaring harus menjalani serangkaian tes baik teori maupun praktek. Teori biasanya menyangkut pemahaman mengenai aturan berlalu lintas dan praktek berupa uji penguasaan mesin dan tes langsung dengan mengemudikan kendaraan, baik di lapangan maupun di jalan raya.
Jika tahapan tes ini lulus, selanjutnya akan menjalani masa percobaan dengan diikutkan kegiatan operasional. Biasanya akan diminta untuk mendampingi pengemudi dan sesekali menggantikan posisi seniornya untuk pengenalan medan antara satu hingga dua minggu. Posisinya sebagai pengemudi cadangan sebelum menjadi pengemudi penuh. Untuk penanganan semua proses rekuitmen ini Untung lebih banyak menyerahkan kepada para anak buahnya sesuai dengan bidangnya. Atas dasar masukan anak buahnya yang melakukan proses seleksi dia akan memutuskan apakah seorang dapat diterima atau tidak.
Calon pengemudi yang diutamakan umumnya adalah yang sudah berusia diatas 40 tahun. Ini tentunya berbeda dengan PO Rosalia yang lebih mengutamakan yang muda-muda. Namun demikian ada alasan mengapa harus sudah berusia 40 tahun ke atas. ‘’Kalau sudah diatas 40 tahun, biasanya pengalaman di jalannya sudah cukup, sehingga dalam mengemudikan juga lebih tenang dan berhati-hati. Kalau yang muda biasanya sering ugal-ugalan dan emosinya masih tinggi,’’ kata Untung, Direktur PO Coyo memberikan alasan
SDM Langka..
Menyimak bagaimana para perusahaan bus tersebut merekrut supir, memang tidak terbantahkan supir bus ternyata merupakan salah satu SDM transportasi yang demikian penting. Supir yang berkualitas besar pengaruhnya terhadap berbagai kepentingan. Bagi pengusaha supir yang berkualitas sangat menentukan keberlangsungan perusahaan, bagi masyarakat konsumen supir yang berkualitas dibutuhkan untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan perjalanan mereka, bagi Pemerintah keberadaan supir yang berkualitas tentu ikut membantu program pemerintah tentang peningkatan keselamatan jalan.
Tanpa harus berdebat soal data statistik hampir dapat dipastikan supir yang berkualitas bagus terbatas jumlahnya. Handoyo pemilik PO Nusantara bahkan mengakui sebenarnya pihaknya selalu kekurangan supir apabila dibandingkan dengan perkembangan jumlah armada yang dimilikinya. Namun Handoyo menegaskan bahwa dia tidak pernah memaksakan diri untuk menerima supir sesuai jumlah yang dibutuhkan, karena pada kenyataannya yang memenuhi syarat menurut penilaian dia sangat terbatas. “Yang melamar dan ingin jadi supir banyak, tapi yang bagus sedikit...biarlah saya lebih baik kurang supir daripada menerima supir yang tidak berkualitas,”tutur Handoyo.
Kelangkaan ini menjadi wajar apabila melihat kenyataan hingga saat ini belum ada mekanisme ataupun kelembagaan yang sengaja dibangun untuk menghasilkan supir-supir angkutan yang berkualitas dan profesional. Sebaliknya profesi supir angkutan umum di Indonesia sudah terlanjur identik dengan anggapan profesi “sejuta umat’ yang siapapun dapat melakukannya, apalagi jika dikaitkan dengan susahnya mencari kerjaan. Padahal pada kenyataannya tanggung jawab yang diemban seorang supir bus tidak kalah berat dengan profesi “pengemudi” di moda lainnya seperti masinis kereta api, nahkoda kapal ataupun pilot. Minimal dalam satu kali angkut normal supir menanggung keselamatan 40 s/d 50 nyawa penumpang di dalam busnya. Belum lagi keselamatan para pemakai jalan raya lainnya sepanjang rute bus yang dia jalani.
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan sebetulnya sudah mengamanatkan perlunya pendidikan dan pelatihan bagi seseorang yang ingin menjadi supir angkutan umum. Siapapun yang mengajukan permohonan SIM untuk angkutan umum dipersyaratkan memiliki sertifikasi kompetensi dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang diakui pemerintah. Hingga kini hal itu belum dapat terwujud.....tanpa harus menyalahkan siapapun seharusnya ini menjadi perhatian yang serius. Semua pemangku kepentingan perlu duduk bersama dan segera mewujudkan amanat undang-undang ini.
Di dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, supir angkutan umum disebut sebagai pengemudi kendaraan bermotor umum................, penyebutan pengemudi memang sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam dari sekedar supir.... Pengemudi adalah orang yang menjalankan kemudi, menentukan arah dan membawa moda menuju tujuan yang telah ditentukan..... Semua kepentingan ada di situ...keselamatan penumpang, keberlangsungan perusahaan angkutan, keselamatan pengguna jalan lain...dan bahkan kepentingan yang lebih luas seperti pergerakan ekonomi....(TIM)