Isu soal SPM Kereta Api ditanggapi secara beragam oleh sejumlah media, sebagian menanggapinya secara positif, namun sebagian yang lain memberikan sentimen negatif. Sentimen ini berkaitan dengan angle yang digunakan media dalam membidik isu tersebut. Tone positif berangkat dari model pemberitaan yang berfokus pada sisi regulator, dengan opinion leader internal Kemenhub berperan besar atas sentiment yang dihasilkan. Sementara tone negatif berasal dari tone media yang dalam pemberitaannya mengkritisi keberadaan SPM.
Terdapat empat opinion leader yang menanggapi keberadaan SPM, sebagian besar merupakan pengamat selain pengguna jasa kereta api, yaitu: ,
1. Ketua Forum Perekeretapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno
2. Peneliti perkeretaapian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufik Hidayat
3. Wakil Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana
4. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penumpang Kereta Api, Anthony Ladjar
Pada dasarnya opinion leader tersebut menilai SPM yang baru saja ditetapkan pemerintah kurang lengkap/kuat karena tidak memuat konsekuensi/sanksi yang jelas bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) apabila tidak dapat memenuhi SPM tersebut. Seperti diungkapkan Aditya Dwi Laksana yang menilai ketidaktegasan Kemenhub dalam menentukan sanksi bagi PT KAI dapat diartikan bahwa pihak Kemenhub sendiri belum yakin dapat memenuhi dana PSO maupun IMO bagi PT KAI untuk pemenuhan SPM. Oleh karena itu, Aditya mengatakan penetapan SPM seyogianya diiringi dengan komitmen pemerintah untuk menyediakan dana yang lebih sesuai dengan kebutuhan PT KAI.
Anthony Ladjar juga mengkritisi masalah ketiadaan sanksi tersebut, namun dirinya memberi toleransi dengan menunggu dan melihat implementasi SPM tersebut selama enam bulan kedepan. Baru sesudahnya pihaknya akan memberi masukan untuk perbaikan SPM, termasuk masalah kompensasi.
Tidak berbeda jauh dengan Anthony, Djoko Setijowarno juga menilai ketentuan SPM dari pemerintah itu masih perlu dievaluasi karena belum ada sanksi yang diberikan kepada operator bila melakukan pelanggaran. Menurutnya, ketentuan SPM idealnya juga harus memberikan penghargaan, baik kepada pengguna jasa maupun operator. Hal ini akan memberikan dorongan kuat untuk melakukan perbaikan. Terlepas dari kekurangan tersebut Djoko berpendapat sebaiknya SPM dijalankan dulu enam bulan kedepan. Jika tidak efektif, maka sebaiknya dilakukan evaluasi bersama.
Sedikit berbeda dengan ketiga opinion leader diatas, Taufik Hidayat menyoroti tidak diaturnya masalah kenaikan tarif dalam Permenhub tentang SPM tersebut. Taufik menilai seharusnya diatur bila SPM mulai dipenuhi, maka PT KAI boleh mendapat janji pemerintah berupa kenaikan tarif. Sehingga SPM itu akhirnya merupakan dorongan bagi PT KAI untuk memperbaiki layanan.
Dengan posisi opinion leader semacam ini, maka sentimen negatif yang dihasilkan lebih merupakan sentimen media, seperti yang ditunjukkan Investor Daily, Jurnal Nasional, dan Jakarta Post. Sikap berbeda ditunjukkan Bisnis Indonesia yang mengutip opinion leader yang memberikan sentimen negatif, yakni Aditya Dwi Laksana.
Meski Bisnis Indonesia memberikan sentimen negatif, namun pemberitaannya yang lain cenderung positif, mengingat harian ini melansir dua pemberitaan atas isu yang sama. Sehingga bisa dikatakan posisi Bisnis Indonesia masih berimbang.
Mencermati dinamika isu yang berkembang, maka apresiasi dan masukan yang disampaikan sejumlah opinion leader hendaknya menjadi koreksi atas kebijakan yang mulai dijalankan. Koordinasi dengan PT KAI selaku operator perlu dioptimalkan, sehingga layanan KA semakin membaik. Disisi lain proses edukasi dan sosialisasi kepada publik juga perlu dilakukan secara kontinyu. Bersamaan dengan itu proses monitoring dan evaluasi terhadap implementasi SPM juga perlu selalu dipantau.
Disisi lain persoalan lain disektor perkeretaapian yang juga memiliki keterkaitan dengan SPM, yakni masalah dana subsidi dan operasional, hendaknya segera ditindaklanjuti. Perkembangan proses perubahan SKB tiga menteri menjadi Perpres perlu di-up date kepada publik. Minimnya coverage media seperti yang terjadi pada pekan ini dapat diantisipasi dengan mengoptimalkan peran spokesperson untuk menggulirkan isu tersebut dengan mencari momen yang tepat. Dan secara bersamaan didukung dengan kerja Puskom Kemenhub dengan memberikan release kepada media. (JAB)