Meski dari segi intensitas topik mengenai antrean truk di jalur Merak-Bakauheni menunjukkan penurunan, namun sentimen negatif masih tetap mewarnai pemberitaan terkait topik ini. Kali ini sentimen negatif yang muncul berasal dari sentimen media, meskipun mengacu pada pernyataan opinion leader yang dikutip.

Terdapat dua media yang memberikan tone negatif, yaitu Republika dan Media Indonesia. Keduanya mengutip pernyataan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Ferry Indonesia, Bambang Haryo yang menyoroti penyebab kemacetan di Merak-Bakauheni yang bersumber pada regulasi yang ada. Bambang menilai regulasi yang justru menghambat pelayanan penyeberangan Merak-Bakauheni adalah ketentuan yang mengharuskan kapal berlayar dengan kecepatan sangat lambat atau sekitar 7,5 knot. Padahal, kapal tersebut seharusnya berlayar dengan kecepatan minimal 10 knot. Ketentuan itu mengakibatkan pelayanan penyebarangan menjadi lamban dan target perjalanan (trip) tidak tercapai.

Pernyataan yang dilansir Bambang ditujukan pada operator, yakni PT ASDP, namun Republika menggiring pembaca pada pemahaman bahwa ketentuan soal kecepatan kapal merupakan regulasi yang dikeluarkan oleh regulator dalam hal ini Kemenhub. Sehingga sentimen negatif yang muncul mengarah pada Kemenhub.

Selain mengutip pernyataan Bambang, Republika juga melansir pernyataan Sekretaris Perusahaan PT ASDP Ferry Indonesia, Christin Hutabarat. Sementara Media Indonesia tidak segamblang Republika, namun harian ini menyebut regulasi yang buruk sebagai penyebab kemacetan dalam judul pemberitaan. Media Indonesia juga mengutip pernyataan Christin Hutabarat selain opinion leader dari Kemenhub yang melansir pernyataan yang tidak berbeda jauh dengan Bambang, bahwa sebanyak 30% kapal yang beroperasi di perairan Merak-Bakauheni tidak memenuhi standar kecepatan yang ditetapkan, yaitu sebesar 10-12 knot.

Media Indonesia kembali melansir pemberitaan sejenis pada Jumat (1/4), dengan kembali mengutip pernyataan Bambang Haryo, namun kali ini harian ini secara eksplisit menyebut kritik Bambang atas ketentuan tentang pembatasan kecepatan kapal ini ditujukan pada PT ASDP.

Mencermati isu yang berkembang, kendala cuaca akhir-akhir ini menjadi faktor yang kerap berkontribusi terhadap antrean, dan pada akhirnya kembali memunculkan sorotan negatif.

Kondisi ini dapat diantisipasi dengan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait (BMG dan PT ASDP) untuk menginformasikan kondisi cuaca di perairan Selat Sunda sehingga pengguna jasa penyeberangan dapat memahami tidak beroperasinya kapal di lintasan tersebut.

Selain itu perkembangan atas sejumlah langkah dalam mengatasi kemacetan yang telah dipaparkan pemerintah sebelumnya perlu diinformasikan kepada publik. Dan dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan untuk lebih intens melibatkan awak media dalam kegiatan Kemenhub sehingga mereka dapat lebih memahami ruang lingkup kewenangan Kemenhub. (JAB)