Isu terkait revisi UU Pelayaran masih mencuat pekan ini mengingat belum ada titik temu antar pihak terkait. Penolakan masih disuarakan oleh pelaku usaha pelayaran nasional sementara disisi lain pemerintah dalam hal ini Kemenhub kembali menekankan perlunya revisi guna menjamin produksi (lifting) minyak nasional.

Operator pelayaran nasional menilai perlakuan khusus terhadap kapal kelompok C dalam melakukan pergantian bendera tidak memerlukan revisi atau amandemen atas UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang didalamnya mengatur masalah ketentuan asas cabotage. Sebaliknya mereka berpendapat revisi hanya diperlukan di tingkatan peraturan menteri, yakni Peraturan Menhub Nomor KM.26/2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan/Penggantian Bendera Kapal.

Revisi dilakukan dengan memasukkan pasal perlakuan khusus berupa mempermudah pergantian bendera terhadap kapal jack up rig, seismic 2D/3D, drill ship, MODU dan construction ship. INSA juga mengusulkan agar pemikiran untuk melakukan revisi UU pelayaran dapat dipertimbangkan ulang dan terlebih dahulu dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif.

Usulan ini disampaikan sejumlah operator pelayaran nasional yang tergabung dalam INSA, seperti:
1. Wakil Ketua Umum DPP INSA, L Sudjatmiko
2. Ketua Bidang Tug and Barge INSA, Teddy Yusaldi
3. Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan INSA, Paulis Djohan
4. Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat INSA, Johnson W Sutjipto

Meski operator pelayaran nasional mengajukan penolakan, pemerintah tetap berpegang pada rencana awal untuk merevisi pasal 341 UU No. 17/2008 tentang Pelayaran untuk mengakomodasi pengaturan kapal kategori C yang diperlukan dalam kegiatan operasi hulu migas di lepas pantai (offshore). Kemenhub menilai pengusaha Indonesia belum mampu melakukan pengadaan kapal tipe C. Kalangan pebisnis diduga baru bisa mengadakan kapal ini dalam 50 tahun ke depan sehingga revisi UU perlu dilakukan guna menjamin kegiatan produksi dan ekspor migas nasional. Bahkan usulan revisi tersebut sudah dimasukkan ke dalam program legislatif nasional (prolegnas) 2011.

Dalam menyoroti isu ini masing-masing media menunjukkan sikap yang berbeda. Bisnis Indonesia paling intens mengangkat isu ini. Harian yang berfokus pada isu bidang ekonomi ini menggunakan sudut pandang yang cukup beragam dalam mengupas isu tersebut. Selain menyuarakan keberatan pengusaha pelayaran nasional, Bisnis Indonesia juga mengulasnya dari sisi regulator.

Di sisi lain, Bisnis Indonesia juga menjadi semacam ”saluran kampanye” pelaku usaha, mengingat harian ini tak hanya melansir sikap keberatan yang disuarakan pelaku usaha namun juga membahas langkah yang diambil pengusaha pelayaran nasional dalam menyediakan kapal yang termasuk dalam kategori C. Hal yang wajar mengingat karakteristik harian ini yang berorientasi pada sektor bisnis dan ekonomi, sehingga memiliki kecenderungan untuk mengangkat pemberitaan yang positif terkait pemangku kepentingan di sektor tersebut.

Sementara Investor Daily mengangkat isu ini dari dua sudut pandang, yakni dari sisi pelaku usaha dan pemerintah atau regulator. Sedang media dengan karakteristik umum, yakni Koran Tempo, Media Indonesia, dan Seputar Indonesia menunjukkan kecenderungan untuk menyoroti isu ini dari sisi pemerintah.

Keberatan pelaku usaha terhadap rencana amandemen UU Pelayaran dan usulan agar revisi hanya dilakukan pada peraturan di tingkat yang lebih bawah menunjukkan adanya kekhawatiran atas kemungkinan perubahan menyeluruh terhadap UU tersebut. Meskipun pemerintah, dalam hal ini Kemenhub menjamin bahwa perubahan hanya dilakukan pada satu pasal, namun hal tersebut tidak menyurutkan kekhawatiran pelaku usaha.

Mengingat persoalan ini terkait dengan banyak kepentingan, maka hendaknya hati-hati dalam memberikan respon. Kondisi ini dapat diantisipasi salah satunya dengan mendorong komitmen anggota dewan terutama dari fraksi-fraksi penting untuk mendukung langkah kompromi yang diambil pemerintah. Upaya lain berupa pendekatan dan dialog dengan kalangan pelaku usaha perlu dipertimbangkan. (JAB)