Jakarta – Kementerian Perhubungan memperluas penerapan program “Buy The Service” ke Jabodetabek, dengan kota Bogor sebagai kota percontohan. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan angkutan umum massal, khususnya di kawasan aglomerasi seperti Jabodetabek.

“Kami berharap layanan ini dapat mengalihkan pergerakan orang dari yang semula menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal di wilayah Jabodetabek, dengan Kota Bogor sebagai percontohan,” demikian disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat menjadi Keynote Speaker kegiatan webinar “Penataan Lalu Lintas Dan Angkutan Umum Perkotaan Melalui Skema Pembelian Layanan Buy The Service (BTS) Di Kota Bogor” yang diselenggarakan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) secara virtual pada Rabu (28/4).

Menhub mengatakan, penerapan BTS di kawasan aglomerasi seperti Jabodetabek perlu dilakukan karena pergerakan masyarakat di wilayah tersebut sangat tinggi dan membutuhkan layanan transportasi publik yang baik.

“Indonesia memiliki beberapa wilayah aglomerasi perkotaan besar. Jabodetabek merupakan yang paling besar, dengan jumlah penduduk 33 juta jiwa, kebutuhan pergerakan masyarakat mencapai 88 juta setiap hari. Untuk itu diperlukan transportasi publik yang aman dan nyaman, agar pergerakan masyarakat bisa dilayani dengan baik,” kata Menhub.

Menhub mengungkapkan, penerapan program BTS di kota Bogor harus dilakukan dengan cermat dan melibatkan para pemangku kepentingan terkait, agar jangkauan layanan transportasi publiknya bisa lebih luas lagi.

“Dengan penerapan program BTS ini diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan menurunnya polusi udara yang terjadi di Kota Bogor. Kemudian dari sisi biaya perjalanan juga menjadi lebih ekonomis,” jelas Menhub Budi.

Sementara itu Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti menjelaskan, pemilihan Kota Bogor sebagai percontohan didasarkan dari komitmen Pemerintah Daerah dan kesiapan koordinasi dengan Pemda untuk penetapan koridor dan persiapan pelaksanaan.

“Pemerintah akan mensubsidi 100% biaya operasional kendaraan yang diperlukan untuk melaksanakan standar pelayanan minimal yang ditetapkan,” kata Polana.

Program BTS atau pembelian layanan untuk angkutan massal perkotaan, dilakukan dengan membeli layanan angkutan massal perkotaan kepada operator dengan mekanisne lelang berbasis standar pelayanan minimal atau quality licensing yang memenuhi aspek kenyamanan, kemamanan, keselematan, keterjangkauan, kesetaraan serta memenuhi aspek kesehatan.

Melalui konsep ini, pemerintah menjalankan sejumlah fungsi, yakni: menjadi penanggung resiko penyediaan layanan angkutan dikarenakan tingginya biaya operasional angkutan massal, memberikan lisensi pelaksanaan pelayanan kepada operator yang memenuhi kualifikasi, dan memberikan prioritas kepada angkutan umum supaya memiliki keunggulan dibandingkan kendaraan pribadi.

Program BTS merupakan embrio dari sistem transportasi massal berkelanjutan, dimana layanan bus yang aman dan nyaman, serta adanya kepastian jadwal keberangkatan dan kedatangan bus merupakan hal yang dikedepankan.

Pada tahun 2020, program BTS sudah diterapkan di 5 kota yaitu Medan, Palembang, Surakarta, Yogyakarta dan Denpasar, dan sudah melayani sekitar 1,5 juta perjalanan masyarakat, walaupun pada masa pandemi ini ada pembatasan kapasitas maksimal penumpang sebesar 50 persen.

Dalam webinar ini, turut hadir sebagai narasumber antara lain: Anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah, Walikota Bogor Bima Arya, Pelaksana BRT dan BTS Propinsi Jateng Satriyo Hidayat. Adapula Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, Pengamat Transportasi DJoko Setijowarno dan Darmaningtyas, serta Ketua DPP Organda Adrianto D sebagai pembahas. (LKW/RDL/LA/JD).