Isu akuisisi PT. Metro Batavia (Batavia Air) oleh Air Asia masih menyita  perhatian publik. Presiden SBY bahkan secara khusus mengomentari hal itu. Menurut Presiden, akuisisi Batavia Air oleh Air Asia harus mengacu pada Undang-Undang (UU) No 1 Tahun  2009 tentang Penerbangan yang mensyaratkan kepemilikan saham mayoritas dipegang investor domestik.

Presiden juga mengatakan,  Kementerian Perhubungan (Kemehub) akan menyesuaikan proses akuisisi itu dengan mengacu pada ketentuan UU yang berlaku, terutama sisi manfaatnya bagi jasa pengguna. 

Di sisi lain, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan telah meminta  Air Asia segera mengajukan notifikasi. Pengajuan notifikasi dilakukan maksimal  30 hari setelah  transaksi akuisisi  sah dan legal.  Jika setelah 30 hari kerja tidak ada laporan notifikasi, Air Asia selaku pihak pengakuisisi bisa didenda  Rp 1 miliar per hari.

Pengajuan notifikasi digariskan  Peraturan Pemerintah (PP) No  57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan  Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PP 57/2010, penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan lain yang membuat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu,  wajib diberitahukan secara tertulis kepada KPPU paling lama 30 hari sejak efektifitas aksi  korporasi itu.  Jumlah tertentu yang dimaksud adalah atas nilai aset yang lebih besar dari Rp 2,5 triliun dan atau nilai penjualan yang lebih besar dari Rp 5 triliun.

KPPU  telah membentuk tim untuk menentukan secara pasti nilai aset dan nilai transaksi akuisisi itu. Selanjutnya, setelah notifikasi, KPPU akan menerbitkan dua rekomendasi yang menyatakan akuisisi itu berpotensi menimbulkan pelanggaran atau tidak.

AirAsia melalui PT. Fersindo Nusaperkasa (pemegang saham PT. Indonesia AirAsia) mengakuisisi 76,95% saham Metro Batavia (Batavia Air) senilai US$ 80 juta. Perusahaan  itu masih akan membeli sisa saham sebesar  23,05% tahun depan. Sebanyak 51% saham Batavia Air yang dibeli itu menjadi milik Fersindo dan sisanya milik AirAsia Berhad, Malaysia. Indonesia AirAsia berencana melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. Semula, perusahaan tersebut  merencanakan  IPO tahun ini dengan target dana  US$ 200 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun.

Isu akuisisi Batavia Air oleh AirAsia terbagi atas  dua  hal. Pertama, terkait UU No 1 Tahun  2009 tentang Penerbangan yang mensyaratkan kepemilikan saham mayoritas dipegang investor domestik (kepemilikan  asing maksimal 49%), UU No 25  Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,  serta Peraturan Presiden (Perpres)   tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup bagi Penanaman Modal Asing atau biasa disebut Daftar Negatif Investasi (DNI). Kedua, terkait praktik monopoli sebagaimana diatur PP Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan  Terjadinya Praktik Monopoli  dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta  UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kemenhub sendiri hanya  akan bergerak dalam  ranah UU  Penerbangan, UU  Penanaman Modal, dan Perpres DNI. Sedangkan masalah monopoli merupakan domain  KPPU.

Apa yang dilakukan Kemenhub dan KPPU semata-mata untuk menegakkan aturan yang berlaku, demi kepastian hukum, dan demi menciptakan iklim investasi yang kondusif pada  industri penerbangan di dalam negeri.  Sepanjang memenuhi aturan, akuisisi Batavia Air oleh AirAsia tidak akan dihalang-halangi. Kompetisi yang semakin ketat sebagai dampak akuisisi Batavia Air oleh AirAsia  merupakan konsekuensi mekanisme pasar. Jika akuisisi itu legal, tidak ada yang bisa mencegahnya. (JAB)