Isu pungutan liar (pungli) kembali mencuat. Asosiasi Perusahaan Pelayaran Nasional (Indonesian National Shipowners Association/INSA) mengungkapkan praktik pungutan liar (pungli) di sektor pelayaran mencapai Rp 5,5 triliun per tahun. Pungli tersebut berupa denda ketika kapal tertangkap atau ditahan atas suatu pelanggaran. Saat ini, denda yang dikenakan bagi kapal yang tertangkap bisa mencapai Rp 50 juta per unit. Dengan asumsi jumlah kapal niaga yang beroperasi dan dikenai denda sekitar 11 ribu kapal, berarti kerugian akibat pungli mencapai Rp 5,5 triliun per tahun.
Atas dasar itu pula, INSA mendesak pemerintah segera membentuk badan tunggal penegak peraturan pelayaran. Menurut INSA, pungli terjadi lantaran tidak adanya badan tunggal tersebut. Saat ini kegiatan penangkapan dan penahanan kapal niaga nasional yang berujung pada pembayaran denda, semakin marak. Kondisi itu terjadi akibat banyaknya lembaga yang terlibat dalam penegakan peraturan pelayaran, seperti TNI Angkatan Laut, Polisi Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai, dan Administrator Pelabuhan (Adpel).
Padahal, Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran telah mengamanatkan pemerintah membentuk Badan Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) sebagai lembaga tunggal yang berwenang dalam kegiatan penegakan aturan di bidang pelayaran.
Jika benar, pungli Rp 5,5 triliun per tahun seperti disinyalir INSA, merupakan angka yang lua biasa besar dan merupakan high cost economy yang turut melemahkan daya saing industri dan perekonomian nasional.
Kemenhub perlu menyampaikan klarifikasi soal kapal yang ditahan atau ditangkap. Mintalah INSA menginformasikan secara lebih pengkap kenapa kapal-kapal itu ditangkap atau ditahan dan atas kesalahan apa kapal-kapal itu ditahan atau ditangkap. Kemenhub tidak akan mentolerir aparat / pegawainya yang terbukti melakukan pungli. Mereka pasti akan ditindak tegas jika terbukti melakukan pungli.
Kementerian Perhubungan sebaiknya juga merespons usulan agar pemerintah segera menerbitkan regulasi terkait pembentukan badan tunggal penegak peraturan pelayaran dan sebaiknya segera diinformasikan kepada publik. Jika regulasi pembentukan badan tunggal penegak peraturan pelayaran belum dimatangkan pemerintah. Perlu dijelaskan bahwa regulasi tersebut akan atau sedang dikaji dengan kementerian dan pihak-pihak terkait lain.
Untuk mengakhiri tumpang-tindih kewenangan serta mendukung program peningkatan daya saing logistik dan percepatan arus barang domestik, badan penegak peraturan pelayaran memang mendesak untuk segera dibentuk. Apalagi UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran telah mengamanatkan pembentukan Badan Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). (JAB)