Pekan lalu hampir semua media massa nasional memuat berita negatif tentang tingginya pungli di angkutan darat dan masih lemahnya pengelolaan sektor transportasi di Indonesia.
Isu pungutan liar (pungli) di sektor transportasi yang digulirkan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cukup mengganggu citra Kementerian Perhubungan. Berdasarkan catatan Hipmi Research Center, pungli angkutan darat setiap tahun mencapai lebih dari Rp 25 triliun. Bentuk punglinya macam-macam, dari mulai pungli administrasi kendaraan, sampai pungli yang dikenakan kepada sopir di tengah jalan. Akibatnya, lebih dari 25% pendapatan perusahaan angkutan habis untuk membayar pungli. Praktik pungli dilakukan aparat, preman, hingga ormas. Menurut Hipmi, maraknya pungli ikut berkontribusi pada banyak kecelakaan. Itu karena faktor pemeliharaan kendaraan dan kesejahteraan sopir berkurang lantaran tergerus pungli. Selain pungli, maraknya restribusi di daerah juga menguras pendapatan perusahaan angkutan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perhubungan E. E. Mangindaan mengatakan, pihaknya siap menindak tegas pelaku pungutan liar (pungli) dan penyogokan di sektor transportasi, terutama dalam uji kelaikan (KIR) kendaraan. Sanksi terhadap pelaku pungli di sektor transportasi belum ada, namun Kementerian Perhubungan siap membuat aturan yang memberikan sanksi berat. Ini dilakukan untuk memberantas pungli di semua sektor transportasi, terutama darat. Kementerian Perhubungan bisa mengubah regulasi transportasi atau bahkan membuat yang baru, yang memasukkan klausul khusus tentang pemberian sanksi seberat-beratnya bagi pelaku pungli. Menurut Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suroyo Alimoeso, Kemenhub meminta para pengusaha transportasi umum untuk menginformasikan lokasi, pelaku, hingga waktu terjadinya pungli kepada Kemenhub. Kementerian Perhubungan juga siap memberikan sanksi seberat-beratnya. Jika kasus itu dalam wilayah pemerintah daerah (pemda), Kemenhub akan mengirimkan surat kepada pemda bersangkutan untuk mengatasi hal ini. Kementerian Perhubungan juga sedang melakukan identifikasi persoalan atas maraknya kasus kecelakaan bus akhir-akhir ini. Misalnya, dalam perpanjangan Surat izin Mengemudi (SIM), baik itu untuk kendaraan roda dua, roda empat, atau lebih, dan apakah benar dilakukan tes ulang untuk mengetahui apakah pemohon perpanjangan SIM memiliki kemampuan menyetir yang baik. Selain itu, juga diperiksa apakah dalam perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) kondisi kendaraan juga diperiksa lagi.
Namun demikian, bantahan yang diberikan Kementerian Perhubungan sepertinya kurang efektif dalam menangkis tuduhan tersebut. Untuk itu, ada baiknya Kementerian Perhubungan menangkis isu miring soal pungli dengan cara membuat “gebrakan” yang populis, misalnya mengeluarkan aturan yang bisa mengeliminir praktik pungli di lapangan, dengan sanksi yang berat. Namun, aturan ini harus dipertimbangkan agar jangan sampai menjadi kontraproduktif dan bertentangan dengan payung hukum yang lain. Aturan ini juga perlu dipertimbangkan secara cermat dari berbagai aspek, jangan sampai aturan ini sulit diterapkan dan menjadi bahan kritikan.
Terlebih lagi, SMS Center 081311111105 atau email pengaduan www.dephub.go.id perlu lebih gencar disosialisasikan sebagai ruang publik untuk menyampaikan pengaduan. Bila memungkinkan, SMS Center dan alamat website tersebut diiklankan di TV, media online, radio, atau media massa cetak.
Yang juga perlu dilakukan Kemenhub adalah sidak secara rutin ke tempat-tempat yang dituduhkan menjadi basis pungli, seperti tempat uji kelaikan (KIR) kendaraan, jembatan timbang, dll.
Kementerian Perhubungan juga perlu menegaskan bahwa masalah pemberantasan pungli bukan hanya tanggung jawab Kemenhub, tapi juga institusi-institusi terkait lain. Program pemberantasan pungli bukan hanya dilakukan di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, tapi juga di Direktorat Jenderal lainnya (Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian). (JAB)