Angin segar nampaknya sedang menerpa dunia perkeretaapian Indonesia di awal tahun 2010 ini. Angin segar itu tak lain adanya kabar investor asing yang akan menanamkan investasi dalam penyelenggaraan transportasi keretaapi super cepat pertama di Indonesia. Beberapa media massa pekan kemarin memberitakan tentang adanya konsorsium asing terdiri dari 15 perusahaan dari Amerika Serikat, Jerman dan Malaysia yang akan membangun transportasi kereta api super cepat dengan teknologi Hidrogen Hi Speed Rail Super Highway Concession (H2RSH) yang akan melayani rute Cengkareng – Jakarta –Bogor – Bandung –Cirebon.

Tidak tanggung-tanggung nilai investasi tersebut adalah sekitar Rp. 28,5 trilyun, sebuah nilai yang sangat besar mengingat nilai anggaran Kementerian Perhubungan di tahun 2010 saja hanya Rp. 15,8 trilyun dimana Rp. 3,7 trilyun diantaranya untuk perkeretaapian. Namun nilai itu mungkin cukup wajar mengingat pembangunan infrastruktur perkeretaapian memang mahal apalagi mengingat kereta api yang akan dibangun ini sarat dengan teknologi canggih. Bayangkan jarak 357 km antara Cengkareng-Jakarta-Bogor-Bandung-Cirebon yang normalnya membutuhkan waktu tempuh 5 jam, nantinya dengan keretaapi supercepat H2RSH ini hanya akan membutuhkan waktu 1 jam..!!!

Kita tentunya menyambut baik kabar tersebut. Di tengah-tengah keterbatasan pendanaan yang dimiliki Pemerintah dalam penyelenggaraan transportasi ternyata ada juga kalangan swasta asing yang mau menanamkan modalnya di bidang yang relatif “kurang menguntungkan”. Bisnis penyelenggaraan infrastruktur keretaapi merupakan bisnis yang membutuhkan modal kuat karena investor baru akan mendapatkan kembali modal yang diinvestasikannya dalam waktu puluhan tahun. Contoh saja rencana pembangunan keretaapi yang menghubungkan pusat Jakarta dengan Bandara Soekarno-Hatta yang sudah digagas sejak beberapa tahun lalu hingga kini belum saja terealisasi karena minimnya calon investor yang berminat.

Jika saja rencana investasi pembangunan keretaapi supercepat akhirnya terealisasi, juga merupakan pembuktian keberhasilan reformasi peraturan perundangan di bidang transportasi. Kita ketahui tujuan dari pembenahan peraturan perundangan di bidang transportasi diantaranya adalah menggugah peran swasta dan daerah untuk lebih berperan dalam pembangunan sarana dan prasarana transportasi karena keterbatasan pendanaan yang dimiliki Pemerintah. Menyusul selesainya penyusunan ke 4 undang-undang transportasi yang baru yaitu UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, banyak pihak mempertanyakan sejauh mana amanat ke-4 undang-undang tersebut dapat dilaksanakan. Mudah-mudahan keraguan banyak pihak tersebut segera akan terjawab dengan munculnya investor di berbagai bidang penyelenggaraan transportasi.

Terkait dengan rencana investasi keretaapi supercepat ini, Pemerintah selaku regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan sikap yang jelas. Dirjen Perkeretaapian Tundjung Inderawan menyatakan bahwa Kementerian Perhubungan siap mendukung rencana investasi tersebut karena memang pada prinsipnya sejalan dengan kebijakan pemerintah yakni mendorong investasi swasta di perkeretaapian. Tundjung juga menjelaskan dukungan yang dapat diberikan Kementerian Perhubungan setidaknya meliputi menfasilitasi pelaksanaan studi kelayakan serta detail engineering design dan termasuk pula perijinan proyek tersebut.

Meski telah menyatakan sikapnya untuk mendukung, pemerintah melalui Dirjen Perkeretaapian memberikan penilaian adalah terlalu fantastis apabila investor mentargetkan penyelesaian proyek keretaapi supercepat hanya dalam waktu 2 tahun dengan masa studi kelayakan hanya 90 hari. Penilaian ini hendaknya jangan dibaca sebagai sikap ambigu Pemerintah dimana di satu sisi mendorong sekuat tenaga agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya di bidang transportasi namun di sisi lain tidak mampu memberikan iklim yang kondusif agar proyek berjalan dengan cepat. Justru penilaian ini merupakan suatu bentuk sikap yang proporsional mengingat pembangunan keretaapi supercepat ini sarat dengan teknologi tinggi dan merupakan kali pertama akan dilakukan di indonesia.

Pembangunan prasarana dan sarana transportasi dengan teknologi canggih yang sama sekali baru di Indonesia tentu membutuhkan perencanaan yang matang demi keberlangsungan dan keberlanjutan prasarana dan sarana itu sendiri nantinya. Tentu agar keretaapi cepat tersebut dapat terbangun dan beroperasi di Indonesia, tidak cukup hanya membangun secara fisik tanpa mempersiapkan elemen-lemen pendukungnya agar keretapi supercepat tersebut dapat suistanable. Perlu juga langkah untuk singkronisasi dengan sistem perkeretaapian yang telah dan akan dibangun oleh Pemerintah, agar kehadiran keretaapi cepat atas inisiatif swasta dan daerah tersebut saling melengkapi dan bersinergi dengan sistem perkeretaapian secara nasional.

Pernyataan Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang Susantono beberapa waktu lalu dalam sebuah seminar perkeretaapian nampaknya perlu dicermati dan direnungkan. Menurut Wamenhub penyelenggaran perkeretaapian di Jepang, Eropa, Amerika maupun  Australia akan dijadikan referensi, tetapi pada akhirnya Indonesia harus melakukan dengan cara Indonesia sendiri, we do it Indonesian way begitulah Wamenhub memberikan istilah. Hal ini mengingat tidak ada model yang 100 % sama antara negara asing dengan di Indonesia, kondisi sosial politik di Indonesia sangat berbeda dengan negara lain sehingga Indonesia cukup mengambil yang paling baik (relevan) buat dirinya.

Jelas bahwa sebuah teknologi transportasi tidak hanya memiliki arti sebagai sebuah teknologi semata untuk memudahkan perpindahan manusia dan barang. Namun teknologi transportasi itu sendiri selalu memiliki nilai value yang acapkali belum tentu selalu seiring dan sejalan dengan konteks nilai-nilai sosial dalam masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan transportasi. Kita bayangkan, masyarakat Amerika Serikat, Jerman dan Jepang tempat asal muasal teknologi keretaapi supercepat tersebut merupakan masyarakat negara maju dengan kondisi sosial kultural yang jauh berbeda dengan yang ada di negara kita.  Jadi belum tentu teknologi yang di tempat mereka dapat dimanfaatkan secara optimal dapat begitu saja memiliki dampak yang sama bagi masyarakat kita.

Padahal pembangunan transportasi itu sendiri ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu dilakukan  upaya-upaya kongkret agar tidak terjadi ketidaksesuaian nilai antara transportasi yang sarat teknologi dengan konteks masyarakat yang diharapkan mendapatkan manfaat dari pembangunan transportasi itu sendiri.

Hal ini mengandung arti kita menyambut gembira rencana pembangunan keretaapi supercepat Hidrogen Hi Speed Rail Super Highway Concession (H2RSH) yang akan melayani rute Cengkareng – Jakarta –Bogor – Bandung –Cirebon, namun proyek ini perlu dilakukan dengan matang dengan melibatkan semua pihak termasuk masyarakat baik yang akan menjadi pengguna maupun yang daerahnya akan terlewati jalur keretaapi supercepat terebut. Pelibatan semua pihak bukan untuk memperpanjang waktu persiapan atau menambah birokrasi tetapi  untuk memstikan bahwa semua pihak benar-benar memahami dan akan mendapat manfaat dengan kehadiran keretaapi supercepat ini. Meminjam istilah orang tua tidak perlu grusa-grusu....tetapi pasti (BRD)