(Jakarta, 27/7/2010) “Ganti rugi harus segera diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak (pencemaran laut) khususnya di Indonesia,” Demikian ditegaskan Menteri Perhubungan, Freddy Numberi yang menjadi ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut saat rapat kerja dengan komisi VII DPR RI, di ruang sidang DPR, Selasa (27/7).

Kebocoran minyak (light crude oil dan gas hydrokarbon) tersebut terjadi pada 21 Agustus 2009 akibat ledakan di The Montara Well Head Platform di Blok West Atlas-Laut Timor Perairan Australia dengan estimasi tumpahan 400barel/hari(64ton/hari),tumpahan minyak tersebut telah memasuki sebagian kecil Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang berbatasan dengan ZEE Australia.

Menhub mengatakan dirinya telah menghubungi secara langsung pimpinan perusahaan (PTTEP Australasia) yang bertanggung jawab atas pencemaran laut Timor, agar segera memberikan ganti rugi. “Perusahaan tersebut mengatakan setuju, dengan catatan bahwa validasi data harus kredibel,” jelasnya.

Menhub mengatakan dirinya telah sepakat dengan hal tersebut, “Kita sepakat, data-data yang kita berikan harus betul-betul valid, sehingga tidak ada kesan cari kesempatan, kita betul-betul hitung dengan baik, baik itu ganti rugi kerusakan langsung, operasional dan lingkungan,” ungkapnya.

Ganti rugi yang sedang diupayakan Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut terdiri dari tiga komponen yaitu, kerugian langsung, kerugian lingkungan dan kerugian operasional atas upaya yang telah dilakukan pihak Indonesia atas konsekuensi adanya pencemaran minyak. Menhub mengatakan, untuk kerugian langsung dan operasional secara riil bisa dihitung, tapi untuk kerusakan lingkungan perlu long term recovery. Dirinya menjelaskan, pihak perusahaan mau membantu pemulihan lingkungan laut Timor bersama-sama pihak Indonesia. Pada tanggal 15 Juli yang lalu, telah dibentuk  Tim Advokasi Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran Laut Timor untuk mengurus ganti rugi.

Hitungan kerugian yang diperoleh tim nasional menyebutkan, potensi kerugian total mencapai Rp247.004.104.423 dan kerugian langsung sebesar Rp42.167.198.497. Angka tersebut belum termasuk biaya operasional tim nasional dan biaya penanggulangan dampak lingkungan. Sementara berdasarkan perhitungan Pemda Provinsi NTT, kerugian total ditaksir mencapai mencapai Rp806.168.200.000.

Lebih lanjut Menhub mengatakan, diperlukan  pemahaman yang sama oleh berbagai pihak (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, LSM dan seluruh masyarakat) atas persyaratan dan langkah-langkah yang perlu disiapkan agar klaim ganti rugi dapat berhasil secara maksimal dengan cara yang benar dan nilai yang wajar atas dasar data-data yang dapat dipertanggung jawabkan (kredibel).

“Untuk langkah awal, kami coba mengusulkan kepada perusahaan tersebut untuk memberikan ganti rugi dengan cara membayar down payment-nya terlebih dahulu, hal tersebut dilakukan untuk  membantu masyarakat NTT,sambil menunggu proses secara menyeluruh,” pungkasnya.(RDH)