JAKARTA - Menteri Perhubungan terus mendorong kerjasama infrastruktur transportasi atau bentuk kerjasama lainnya dengan badan usaha swasta, sebagai solusi atau alternatif dalam menyikapi keterbatasan alokasi dana APBN dalam pembiayaan infrastruktur transportasi di wilayah pinggiran Indonesia sebagai wujud untuk merealisasikan program Nawacita. Demikian disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI di Gedung Nusantara, pada Rabu (6/12).
Dalam RPJMN 2015-2018, perkiraan kebutuhan pembiayaan infrastruktur transportasi adalah Rp.1.283 triliun. Sementara itu kememapuan pembiayaan pemerintah sebesar Rp. 360,16 triliun, sehingga masih terdapat kesenjangan pendanaan sebesar Rp. 922,84 triliun atau 28% dari total kebutuhan.
"Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur transportasi diperlukan sumber pendanaan non APBN. Bagi proyek yang layak secara finansial dan ekonomi maka skema pembiayaan dapat menggunakan skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU)," papar Menhub
Melalui kerjasama ini, Menhub mengatakan dapat menghemat APBN sebesar Rp.8,007 triliun yang terdiri dari efisiensi belanja operasional sebesar Rp.4,695 triliun dan investasi sebesar Rp. 3.,313 triliun.
"Kami laporkan bahwa total efisiensi kerjasama bandar udara sebesar Rp.6,852 triliun dengan efisien pertahun Rp.412,69 miliar, efisiensi kerjasama terminal sebesar Rp.167,48 miliar dengan efisiensi pertahun Rp.5,58 miliar, dan kerjasama pelabuhan sebesar Rp. 986,67 miliar dengan efisiensi pertahun Rp. 33,18 miliar.
Selain efisiensi terhadap anggaran, dengan kerjasama ini Kemenhub juga dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugas sebagai regulator dan agen pembangunan karena peran sebagai operator secara bertahap dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Lebih lanjut Menhub menyebutkan beberapa keuntungan melalui kerjasama pemanfaatan ataupun kerjasama operasional.
"Ini sebagai salah satu upaya Kemenhub dalam mengoptimalkan daya guna barang milik negara, efisiensi APBN dan peningkatan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) yang didapat dari hasil kontribusi tetap dan pembagian keuntungan antara Kemenhub dan mitra," terang Menhub Budi.
Adapun bandar udara, pelabuhan dan terminal yang siap dikerjasamakan diantaranya sektor perhubungan darat yaitu Terminal Tirtonadi Solo. Kemudian 10 bandar udara diantaranya di Tapanuli Tengah, Labuan Bajo, Tanjung Pandan, Lampung, Tarakan, Jayapura, Fatmawati, Palu, Luwuk dan Sabang. Sedangkan 20 pelabuhan laut yakni di Probolinggo, Sintete, Bitung, Bima, Waingapu, Manokwari, Ternate, Kalabahi, Lembar, Kupang, Badas, Tanjung Wangi, Ende, Biak, Fak Fak, Kendari, Merauke, Sorong dan Arar, Pare Pare serta Pantoloan.
Sementara itu Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis mengatakan rapat kerja ini untuk mendapatkan klarifikasi terkait pengelolaan aset khususnya infrastruktur, jalan, bandara dan terminal.
"Tadi kita sudah mendapat masukan dan penjelasan dari Kemenhub. Untuk itu kita perlu mengadakan rapat kerja gabungan dengan Menteri Perhubungan, Menteri BUMN dan Menteri Keuangan agar dapat mendetailkan bgmn program kerjasama dan pemanfaatan aset dengan BUMN, BUMD dan swasta," ujar Djemy
Secara tegas, Menhub mengatakan kerjasama pengelolaan tersebut menggunakan skema pemanfaatan barang milik negara dan kerjasama operasional dalam jangka waktu tertentu.
"Sehingga tidak ada penjualan aset atau pengalihan aset negara dalam kerjasama tersebut. Semua aset tetap dikuasai negara," tegas Budi Karya.
Turut hadir mendampingi Menhub dalam Rapat Kerja yaitu Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo, Inspektur Jenderal Wahju Satrio Utomo, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Agus Purnomo, Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri, Kepala Badan Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono, Sesditjen Perhubungan Darat Hindro Surahmat, Sesditjen Perhubungan Udara Pramintohadi. (LFH/TH/AL/BI)