Topik perdana terkait dengan pemberlakuan KRL Commuter Jabodetabek yang diangkat oleh mayoritas media pekan ini masih cenderung beragam dan angle pemberitaan yang digunakan juga berbeda. Titik tekan pemberitaan media pekan ini adalah terkait dengan rencana perombakan sistem pola operasi moda transportasi kereta api (KA) yang menghubungkan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang akan diberlakukan pada 2 Juli 2011 mendatang. Pada pola baru tersebut, kereta ekspres akan dihapus dan diganti oleh kereta commuter Jabodetabek non subsidi yang akan berhenti di setiap stasiun dengan sistem single operation. Perubahan ini dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan daya angkut penumpang, sehingga nantinya hanya ada dua kelas kereta, yakni kelas ekonomi dan commuter line (non ekonomi).
Mayoritas media cenderung mengulas perspektif ini, diantaranya adalah Jurnal Nasional, Kompas, Koran Tempo, Seputar Indonesia, dan Investor Daily dengan dominan mengutip spokesperson dari Corporate Secretary PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) Makmur Syaheran. Sementara spokesperson Kemenhub tercatat dilansir oleh Investor Daily (17/06), yakni dengan mengutip pernyataan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Deni Siahaan.
Sementara perspektif pemberitaan yang mengangkat soal polemik menyangkut kenaikan tarif juga menjadi titik tekan content isu yang diusung media. Para penumpang yang tergabung dalam KRL Mania gencar menyuarakan penolakan mereka terhadap tarif tunggal yang akan diberlakukan PT KRL Commuter Jakarta (KCJ). Mereka menuntut pemerintah mengembalikan subsidi bagi KRL agar tarif KRL tidak perlu berubah. Topik ini menjadi ulasan pemberitaan media, seperti Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Republika, dan Rakyat Merdeka. Mayoritas media tersebut umumnya melansir pemberitaan mengenai penolakan atas rencana kenaikan tarif KRL dengan mengutip pernyataan dari humas KRL Mania Agam Fatchurrochman dan moderator milis KRL Mania Nurcahyo. Pernyataan Nurcahyo yang dirilis oleh Rakyat Merdeka (15/06) terkait dengan tudingannya terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) serta Kementerian Perhubungan sebagai pihak yang telah memeras rakyat pemakai KRL. Pernyataan Nurcahyo ini berkontribusi terhadap sentiment negatif tone opinion leader. Sedangkan Seputar Indonesia (14/06) menurunkan pemberitaan positif dengan mengutip pernyataan spokesperson dari jajaran Kemenhub, terkait himbauan kepada PT KAI Commuter Jakarta (KCJ) agar melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan sebelum diberlakukannya penetapan KRL single operation pada awal Juli mendatang.
Sudut pandang pemberitaan Seputar Indonesia (15/06) dan Kompas (17/06) menyikapi isu ini, justru lebih cenderung menyoroti persoalan tuntutan perbaikan pelayanan serta fasilitas pendukung dari pihak operator jasa perkeretaapian. Seputar Indonesia tercatat melansir pernyataan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana yang meminta operator memperhatikan pelayanan terhadap penumpang KA. Sementara Kompas mengutip pernyataan Menteri Perhubungan Freddy Numberi dan Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Darmaningtyas yang meminta standar pelayanan minimum (SPM) diterapkan seiring perubahan pola perjalanan kereta api rel listrik Jabodetabek.
Sedangkan pemberitaan yang dilansir Investor Daily (11/06) lebih menyoroti persoalan kebutuhan pasokan listrik PT Kereta Api (KA) yang mencapai 20-30 megawatt (MW) setiap tahun. Pasokan listrik diperlukan untuk mengoperasikan 1.400 unit kereta rel listrik (KRL) di wilayah Jabodetabek dengan estimasi penumpang sebanyak 1,2 juta orang per hari. Harian ini mengutip pernyataan Direktur Utama PT KA Ignasius Jonan serta opinion leader Kemenhub, yakni Dirjen Perkeretaapian Tundjung Inderawan terkait dengan upaya Kemenhub dalam menunjang kinerja angkutan KA di Jabodetabek dengan melakukan penambahan gardu listrik dan sarana KA. Opinion leader Kemenhub tercatat berkontribusi terhadap muatan sentimen positif pada pemberitaan ini. Kedepan isu ini berpotensi kembali menguat dan mendapatkan perhatian luas dengan melibatkan kalangan opinion leaders yang berbeda, khususnya menyangkut pro-kontra terhadap implementasi kebijakan baru tersebut. (JAB)