Jakarta - Meski Pemerintah sudah melarang masyarakat untuk mudik lebaran, tetapi masih ada saja warga yang nekat pulang ke kampung halaman. Alasan ingin merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga kerap menjadi alasan mereka meninggalkan Kota Jakarta.
Berbagai alasan diutarakan, mulai dari tugas perjalanan dinas, keperluan mendesak lantaran sanak saudaranya tengah sakit keras atau meninggal dunia, hingga menjadi korban PHK.
Pemerintah sendiri sudah memberikan kelonggaran bagi masyarakat yang ingin bepergian menggunakan menggunakan moda transportasi darat, laut, udara, maupun kereta api, sepanjang memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana diatur pada Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 No. 4 Tahun 2020.
Tarman (48 tahun) dan istrinya Martini (46 tahun) misalnya, --suami istri ini harus bepergian keluar kota Depok, Jabar karena harus mengunjungi orang tuanya yang sakit keras. Parijo (82 tahun) sang mertua, tinggal di Desa Mangli, Kec. Giri Marto, Kabupaten Wonogiri – Jawa Tengah.
Perantau asal Wonogiri yang sehari-hari berjualan bakso di Kota Depok ini telah lama tinggal di salah satu kompleks perumahan di Kawasan Sukamaju Kec. Cilodong Depok. Setidaknya, setiap 3 bulan ia dan istrinya bergantian pulang ke desa menjenguk orang tuanya yang sudah menua.
Dalam masa PSBB yang diberlakukan di Kota Depok, bepergian ke luar daerah tak semudah seperti biasanya. Termasuk bepergian mengunjungi orangtua di kampung. Untuk bisa pulang mengunjungi orangtuanya ia harus mengantongi surat keterangan dari RT/RW, hasil rapid test negative Covid-19 dari Puskesmas Cilodong.
Kebijakan Khusus
Tarman dan istrinya bersyukur adanya kebijakan pemerintah yang mengizinkan transportasi darat - bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) beroperasi dengan alasan khusus. Dengan kebijakan khusus ini ia dapat mengunjungi orangtuanya yang sedang sakit keras.
Pengawasan Di Lapangan, Ketat
Pengawasan ketat di lapangan dilakukan oleh para tim meliputi para pemangku kepentingan penanggulangan penyebaran Covid-19 yang terdiri dari para petugas Gugus Tugas, personel TNI/Polri, Kementerian Kesehatan, dan Dinas Perhubungan setempat.
Para petugas akan terus memantau agar protokol kesehatan dan protokol pemeriksaan yang ketat bisa berjalan sesuai dengan SOP yang telah dituangkan dalam SE Dirjen Darat, Laut, Udara dan Perkeretaapian.
Hasilnya tercatat ada 19.153 pengendara yang melanggar larangan mudik Lebaran 2020. Belasan ribu kendaraan tersebut diminta untuk putar balik karena hendak mencoba keluar wilayah Jabodetabek. Jumlah ini merupakan akumulasi pelanggar yang tercatat Dirlantas Polda Metro Jaya sejak Jumat, 24 April hingga Jumat, 15 Mei lalu.
Berdasarkan data yang diperoleh, pelanggaran paling banyak terjadi di jalur arteri dengan total 8.263 kendaraan. Sementara itu, di Gerbang Tol Cikarang Barat jumlah pelanggar yang ditindak sejumlah 6.676 kendaraan dan akumulasi pelanggaran di Gerbang Tol Cikupa maupun Bitung mencapai angka 4.214 kendaraan.
Pada pelaksanaan hari ke-22 larangan mudik, yakni Jumat (15/5) lalu, Ditlantas Polda Metro Jaya mencatat jumlah pelanggar mencapai 449 kasus. Bila dibandingkan pada hari-hari sebelumnya, angka tersebut menjadi terendah. Kamis (14/5) lalu, jumlah pengendara yang melanggar larangan mudik berada di angka 479. Sedangkan, saat pertama kali larangan ini diterapkan pada Jumat (24/4), pelanggar larangan mudik mencapai 1.873 kasus.
Diketahui, pelaksanaan Operasi Ketupat Jaya 2020 dilakukan dengan mendirikan 18 pos pemantauan terpadu. Dua pos diletakkan di Cikarang Barat dan Cikupa yang sebelumnya didirikan di Bitung, sedangkan ke-16 sisanya tersebar di jalur arteri perbatasan.
Dari Penyekatan Jalan Hingga Memutar Balik
Pihak kepolisian melakukan penyekatan jalan dan memeriksa kendaraan. Bagi kendaraan yang kedapatan akan meninggalkan wilayah Jabodetabek untuk mudik, petugas di lapangan akan meminta mereka untuk memutarbalikkan kendaraannya ke rumah masing-masing.
Tak hanya di pintu tol, sejumlah calon penumpang yang berusaha untuk pergi mudik melalui Terminal Bus Pulo Gebang berhasil diamankan oleh petugas. Umumnya mereka yang diamankan tidak memiliki dokumen yang lengkap untuk bisa memenuhi syarat bepergian ke luar kota. Bahkan salah satu penumpang hanya berbekal surat PHK dan surat bebas Covid-19, petugas tetap tidak meloloskan calon penumpang tersebut.
Sejak Sabtu (9/5) hingga Kamis (14 /5) pekan lalu tercatat ada sebanyak 16 bus AKAP berangkat dari Terminal Bus Antar Gebang. Total penumpang hanya berjumlah 90 orang. Jumlah ini minim karena persyaratan yang dibutuhkan untuk berangkat dengan keperluan khusus menggunakan bus diperiksa administrasinya secara ketat dan detail untuk menjamin percepatan pencegahan Covid-19 yang sedang menjadi pandemi di Indonesia. (ROB/AS/HG/CH)