Persoalan seputar kenaikan tarif KA kelas ekonomi masih muncul pekan ini. Terdapat dua hal yang mengemuka, pertama terkait dengan pernyataan Dirut PT KA soal tarif KA kelas ekonomi yang dinilai tidak layak mengingat sejak tahun 2002 tarif tidak pernah naik sementara inflasi terus naik. Sedang yang kedua terkait dengan dukungan Komisi V DPR terhadap kenaikan tarif KA kelas ekonomi.

Terkait pernyataan Jonan, tercatat dua media melansir pemberitaan tersebut, yakni Investor Daily dan Jurnal Nasional, pada Kamis (20/1). Sementara terkait dengan dukungan Komisi V DPR, tercatat Rakyat Merdeka sebagai satu-satunya media yang melansir pemberitaan tersebut pada Kamis (20/1).

Dalam penjelasannya Jonan menyatakan jika tarif KA dinaikkan, maka dipastikan akan dibarengi dengan perbaikan segi keselamatan maupun pelayanan. Tercatat pengamat perkeretaapian dari LIPI, Taufik Hidayat juga menilai wajar jika PT KAI menaikkan tarif karena keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari pada biaya operasional, maka harus ditutup oleh PSO yang jumlahnya juga tidak begitu besar.

Baik Investor Daily maupun Jurnal Nasional juga melansir pernyataan Taufik Hidayat. Namun meski kenaikan tarif dinilai wajar, Taufik juga menegaskan pentingnya untuk segera menerapkan standar pelayanan minimum (SPM) agar masyarakat juga turut mengawasi.

Sementara itu kenaikan tarif KA kelas ekonomi juga dinilai wajar oleh sebagian anggota dewan. Anggota Komisi V DPR menganggap, kinerja PT KAI akan maksimal jika kenaikan tarif segera diberlakukan. Hal tersebut antara lain diungkapkan oleh:
1.    Anggota Komisi V DPR dari fraksi PAN, Hanna Gayatri
2.    Anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Demokrat, Etha Bulo.


Sebaliknya, pendapat anggota dewan tersebut dikritik Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna yang menilai, permintaan DPR kepada KAI untuk menaikkan tarif dalam meningkatkan pelayanan tidak tepat. Pasalnya, dampak dari kenaikan itu belum bisa membantu KAI.

Yayat berpendapat seharusnya DPR tidak menyuruh KAI menaikkan tarif, melainkan menekan pemerintah untuk lebih serius mengurusi KAI dengan menaikkan subsidi dan tidak menunda biaya Public Service Obligation (PSO). Dengan begitu KAI bisa memperbaiki pelayanannya. Sebab, selama ini pemerintah terkesan menganaktirikan perusahaan tersebut.

Respon yang diberikan masing-masing pihak atas keputusan pemerintah menunda kembali kenaikan tarif KA yang cenderung beragam tersebut dilandasi oleh motif dan kepentingan yang juga berbeda. Tanggapan yang diberikan pengamat cenderung dilandasi oleh kepentingan konsumen pengguna KA atau masyarakat. Meskipun Taufik Hidayat menilai kenaikan tarif wajar, namun ada prasyarat yang diajukan, yakni berupa SPM. Begitu juga dengan respon Yayat Supriyatna yang mengkritisi sikap DPR karena dinilai tidak berpihak pada masyarakat, dan sebaliknya justru mendorong DPR untuk menekan pemerintah agar menaikkan subsidi sehingga pelayanan KA meningkat.

Hal yang perlu menjadi perhatian adalah respon yang diberikan anggota dewan yang berasal dari fraksi koalisi pemerintah yang justru mendukung kenaikan tarif. Sementara disisi lain penundaan tarif merupakan kesepakatan pemerintah. Posisi dewan yang cenderung bersikap transaksional semacam ini perlu disikapi dengan hati-hati. (JAB)