Jakarta –Kapal tenggelam di lautan di wilayah negeri ini, sudah seringkali terjadi dan tidak terhitung banyaknya. Hanya sejumlah kecil kapal yang karam berhasil diangkat, dengan berbagai pertimbangan, baik pertimbangan secara ekonomis menguntungkan, dan juga bila membahayakan alur lalulitas maritim.
Dalam upaya meningkatkan keselamatan pelayaran dengan mengantisipasi potensi bahaya yang disebabkan kerangka kapal yang karam di perairan Indonesia, Pemerintah telah meratifikasi Konvensi Internasional Nairobi mengenai Penyingkiran Kerangka Kapal, 2007 (Nairobi International Convention On The Removal Of Wrecks, 2007). Lantas pengesahan Konvensi Nairobi 2007 tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor. 80 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada 20 Juli 2020 di Jakarta.
.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Capt. Hermanta menjelaskan, upaya mengadopsi konvensi Nairobi ini penting untuk antisipasi potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kerangka kapal karam yang mengancam keselamatan pelayaran dan lingkungan laut. Selain itu, lanjut Hermanta, konvensi tersebut akan memberikan kepastian hukum terhadap pengaturan tanggung jawab dan ganti rugi penyingkiran kerangka kapal.
“Pengesahan Ratifikasi Konvensi Internasional Nairobi ini sejalan dengan komitmen Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk terus meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan terhadap lingkungan laut,” ujar Hermanta.
Jaminan Asuransi
Hermanta mengungkapkan, dengan telah disahkannya Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka Kapal, 2007, maka Indonesia akan memiliki wewenang untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi ini di laut teritorialnya.
“Konvensi Nairobi ini juga menyebutkan bahwa setiap kapal yang melintasi wilayah perairan yang menjadi yurisdiksi Indonesia wajib dilengkapi dengan jaminan asuransi penyingkiran kerangka kapal” tambah Hermanta.
Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kapal, 2007, lanjut Hermanta, juga mengatur kewajiban asuransi penyingkiran kerangka kapal (Wreck Removal) yang mulai diberlakukan secara internasional sejak tanggal 14 April 2015. “Konvensi ini juga menetapkan kewajiban ketat bagi pemilik kapal untuk mencari, menandai, dan mengangkat bangkai kapal yang dianggap bahaya dan mewajibkan pemilik kapal untuk membuat sertifikasi asuransi negara, atau bentuk asuransi lain untuk keamanan finansial perusahaan kapal” jelasnya.
Membahayakan Keselamatan Pelayaran
Posisi strategis geografis Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudera yakni Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, lanjut Hermanta, menjadikan wilayah perairan Indonesia, tidak hanya sebagai perairan yang tersibuk di dunia, namun juga rentan terhadap terjadinya kecelakaan kapal yang berdampak pada pencemaran lingkungan laut. “Salah satu dampak akibat terjadinya kecelakaan kapal di laut adalah adanya kerangka kapal yang kandas dan atau tenggelam tanpa ada tindakan atau tanggung jawab pemilik kapal,” imbuhnya.
Terkait dengan hal tersebut, lanjut Hermanta, seperti yang tertuang dalam rilis yang dikirimkan ke media, menuturkan, penyingkiran kerangka kapal yang mengalami musibah di laut harus segera dilakukan karena dapat menimbulkan persoalan lanjutan yang berisiko bagi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta membahayakan lalulintas laut. Saat ini, lanjut Hermanta, masih sering terjadi adanya kerangka-kerangka kapal yang mengalami kecelakaan dan tenggelam tidak disingkirkan karena rendahnya tanggung jawab pemilik kapal karena besarnya biaya untuk pengangkatan kerangka kapal tersebut.
Mengatasi hal itu, Hermanta menegaskan perlunya mewajibkan kepesertaan asuransi penyingkiran kerangka kapal bagi perusahaan perkapalan BUMN maupun swasta. Dengan asuransi kapal ini tentunya akan memberikan perlindungan bagi pemilik kapal terutama jika terjadi musibah kapal tenggelam. “Pihak asuransi tersebut yang akan menanggung biaya untuk pengangkatan kerangka kapal yang karam tersebut,” tuturnya.
Perlu diketahui diketahui juga bahwa International Maritime Organization (IMO) sejak awal telah mengadopsi Nairobi International Convention on the Removal of Wrecks, 2007 dalam Konferensinya yang diadakan pada tanggal 18 Mei 2007 di Nairobi, Kenya.
Selain itu, jelas Hermanta lagi, berdasarkan amanah dari Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran juga menyebutkan bahwa pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam.
Asuransi Untuk Marine Hull
Direktur Utama PT Asuransi Jasindo, Didit Mehta Pariadi, saat dikonfirmasi tentang bisnis asuransi rangka kapal mengungkapkan kenaikan pertumbuhan bisnis asuransi marine hull (rangka kapal) di Indonesia. Menurut Didit, sebelum pandmi Covid-19 ada beberapa perusahaan asuransi yang awalnya cukup masif dalam penutupan asuransi rangka kapal di pasar, tetapi kemudian perusahaan-perusahaan itu mulai menarik diri karena karakteristik risikonya yang high frequency and high severity claims. Namun bergairahnya industri maritime, menyebabkan bisnis asuransi rangka kapal tetap bergairah.
Bahkan, menurut Didit, potensi pengembangan produk asuransi marine lainnya terkait dengan rangka kapal, seperti builder's risk insurance dan ship repairer liability juga meningkat,” ujarnya.
Didit menjelaskan, para pemilik kapal (ship owner), perusahaan operator atau manajemen kapal, dan pengusaha galangan kapal dapat memproteksi kapal dari risiko-risiko kecelakaan yang dihadapi selama operasional atau selama proyek, dan dapat membeli produk-produk asuransi rangka kapal tersebut. Bahkan, perusahaan perbankan juga sangat dimungkinkan untuk membeli asuransi ini, sepanjang memiliki insurable interest (kepentingan keuangan) terhadap kapal yang diasuransikan,” tuturnya.
Case mengenai asuransi kapal ini terjadi pada KM Dharma Rucitra Tiga, yang karam di Dermaga Dua Pelabuhan Padangbai KarangasemBali, pertengahan Juni 2020 lalu. Kapal roro itu karam akibat pukulan gelombang besar Selat Lombok. Saat akan bersandar di pelabuhan Padangbai tiba-tiba saja posisi kapal miring ekstrem. Seluruh penumpang 64 orang – 19 ABK dan 43 penumpang, dapat di evakuasi oleh Tim SAR.
Pasca menyelamatkan penumpang, tim mulai merencanakan pengangkatan muatan yang terjebak di dalam Kapal Roro sebanyak 36 kendaraan dan membawa kapal ke galangan proses sempat terhambat oleh gelombang pasang di Selat Lombok. Untuk pemindahan seluruh badan kapal Dharma Rucitra Tiga, dibawa ke galangan kapal untuk perbaikan yang memakan waktu hingga sebulan. Kini sudah berada di galangan untuk perbaikan, yang pembiayaan pengangkatan dan perbaikan dibiayai asuransi.
INSA Mendukung Kebijakan Asuransi Kapal
Ketua INSA untuk periode (2019-2023) Carmelita Hartoto menyambut baik kebijakan Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan yang mewajibkan semua perusahaan kapal mengasuransikan armadanya. Kedati sudah sebagian besar perusahaan kapal yang menjadi anggota INSA, telah ikut dalam asuransi Protection and Indemnity di luar negeri. Menurut Carmelita, perusahaan asuransinya pun berbeda-beda. Selama ini banyak perusahaan kapal di Indonesia yang ikut asuransi Protection and IndemnityI di luar negeri karena nilai cover-nya luas.
"ini karena mereka punya concern,
kalau terjadi sesuatu dengan kapalnya, pihak asuransinya bukan hanya mengangkut
bangkai kapal, tetapi juga polusi dan akibat lain-lain juga tercover,"
kata Carmelita mengakhiri.
(IS/AS)