Insiden kecelakaan yang menimpa pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) di Teluk Kaimana, Papua Barat sepanjang pekan ini mendapat perhatian yang cukup besar dari media. Tercatat volume pemberitaan mencapai 102 artikel serta dilansir oleh keseluruhan media yang dimonitoring. Posisi media dalam menyikapi jatuhnya pesawat MA-60 pada Sabtu (07/05) kemarin cenderung beragam dan mendapat respon yang cukup luas dari kalangan stakeholders terkait. Secara garis besar terdapat tiga angle yang dipakai media, yaitu:

1.    Memfokuskan pemberitaan pada kronologi peristiwa dan memberi penekanan pada kondisi yang dialami pesawat serta penumpang yang menjadi korban. Hal ini intens dilansir oleh media pada pemberitaan minggu (08/05) dengan menggunakan sudut pandang dari pihak otoritas terkait serta opinion leader Kemenhub yang berbicara tentang kronologi dan penyebab kecelakaan.

2.    Menyoroti langkah yang diambil regulator atau pemerintah, dalam hal ini Kemenhub dalam menyikapi insiden tersebut. Sorotan negatif berasal dari tanggapan kalangan anggota dewan, beberapa diantaranya yang dominan muncul adalah:

-     Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Arif Budimanta menilai insiden kecelakaan tersebut mengindikasikan bahwa negara melalui BUMN Penerbangan telah gagal melindungi warganya. Arif juga meminta pemerintah untuk segera melakukan reevaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ekonomi di bidang penerbangan khususnya dan transportasi pada umumnya.

-    Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS Abdul Hakim menuntut Kementerian Perhubungan agar meng-grounded seluruh pesawat jenis MA 60 yang dimiliki Merpati sebelum dilakukan investigasi dan audit secara lebih mendalam.

-    Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menuntut penjelasan yang luar biasa dan audit menyeluruh atas pembelian 15 pesawat jenis MA-60 buatan Cina oleh Merpati Nusantara Airlines (MNA) tanpa harus menunggu hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

-    Anggota Komisi VI DPR dari fraksi PKS Ecky Awal Muharram meminta semua pihak yang terlibat pembelian MA-60 harus diselidiki, mengingat mekanisme pembelian pesawat tersebut berpotensi merugikan negara dan juga keselamatan penumpang terkait isu kualitas pesawat MA-60.

Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam agenda sidang kabinet telah meminta menteri-menteri terkait untuk menjelaskan secara gamblang kepada publik proses pengadaan pesawat jenis MA-60 buatan Cina bagi PT. Merpati Nusantara Airlines. Menteri Perhubungan Freddy Numberi juga diminta untuk menjelaskan regulasi berkaitan dengan perijinan pesawat MA-60 tersebut.

3.    Memfokuskan pemberitaan terkait kinerja PT. Merpati Nusantara Airlines (Merpati) sebagai BUMN penerbangan. Opini tersebut mengemuka sehubungan dengan pernyataan sejumlah anggota Komisi V DPR RI yang mengusulkan agar PT. Merpati Nusantara Airlines (Merpati) dilikuidasi akibat kinerjanya yang dinilai buruk. Hal ini gencar disuarakan oleh anggota Komisi V DPR Muhidin M. Said dan Malkan Amin.

Sementara terkait dengan opsi penyertaan modal negara untuk Merpati menuai respon positif dari pemerintah, seperti dinyatakan oleh Menteri BUMN, Mustafa Abubakar. Mustafa juga mengeluarkan pernyataan terkait instruksinya kepada jajaran manajemen Merpati untuk melakukan pembenahan internal pasca terjadinya kecelakaan tersebut. Sementara Suara Pembaruan dalam ulasan pemberitaannya (12/05) cukup gencar mendorong direalisasikannya opsi pembiayaan untuk Merpati tersebut.

Namun disisi lain mencuat polemik terkait dugaan mark up dalam pembelian pesawat MA-60. Hal ini menjadi bahasan mengemuka setelah mantan wakil presiden Jusuf Kalla memberikan pernyataan yang mengindikasikan pesawat MA-60 yang dibeli Merpati dari Cina tidak memenuhi kualifikasi dari instansi yang berwenang. Isu tersebut juga semakin berkembang dengan dirilisnya pernyataan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (FSP BUMN) Bersatu Arief Puyono yang mengindikasikan adanya kerugian negara dalam pengadaan 15 unit pesawat sebesar sekitar US$ 46 juta. Pihaknya juga berencana akan melaporkan dugaan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Isu ini turut direspon oleh Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berencana akan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit investigasi pembelian pesawat M-60 asal Cina tersebut, karena pihak DPR masih belum puas mendapatkan keterangan dari pemerintah dan PT. Merpati Nusantara Airlines.

Mencermati dinamika isu yang berkembang, respon cepat harus diberikan oleh pihak Kemenhub guna mengantisipasi sentimen negatif yang muncul. Isu ini ke depan disinyalir akan terus berkembang sejalan dengan berbagai spekulasi yang muncul dipermukaan. Isu ini juga berpotensi akan melibatkan jajaran kementerian dan instansi lain dalam perspektif yang lebih luas. Langkah Kemenhub yang telah memaparkan situasi tersebut secara gamblang perlu diapresiasi. Disisi lain sejumlah upaya yang telah dipaparkan Kemenhub baik menyangkut sarana dan prasarana transportasi maupun pengawasan terhadap SDM dan prosedur keselamatan perlu di-publish lewat media. (JAB)