Pertumbuhan jumlah bandara dan pelabuhan di Indonesia sangat rendah dibanding negara-negara lain. Padahal, bandara dan pelabuhan di Tanah Air umumnya sudah kelebihan kapasitas (over capacity), sehingga sudah tidak layak operasi.
Kadin Indonesia, meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memprioritaskan proyek perluasan Terminal Kalibaru, karena Pelabuhan Tanjung Priok sudah kelebihan beban (overload) dari kapasitas sebesar 5 juta TEUs. Pembangunan salah satu terminal yang dikenal juga dengan nama New Priok tersebut bakal meningkatkan kapasitas pelabuhan hingga lebih dari 9 juta TEUs.
Masalah pelabuhan dan bandara yang sudah over capacity atau overload merupakan “gunung es” yang harus segera dicarikan jalan pemecahannya. Sebagai contoh, sebanyak 10 dari 12 bandara di wilayah Indonesia bagian barat yang dikelola PT Angkasa Pura II sudah over capacity, yakni Polonia (Medan), Minangkabau (Padang), Sultan Thaha (Jambi), Depati Amir (Pangkal Pinang), Soekarno-Hatta (Jakarta), Supadio (Pontianak), Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Husein Sastranegara (Bandung), dan Raja Haji Fisabililah (Tanjung Pinang).
Mengingat bandara dan pelabuhan merupakan urat nadi perekonomian nasional, isu pembangunan atau pengembangan bandara dan pelabuhan perlu terus digencarkan.
Informasi mengenai kondisi pelabuhan dan bandara di Tanah Air yang sudah over capacity atau overload penting disampaikan untuk menggugah unsur pemerintah yang lain agar mendukung program pembangunan atau pengembangan bandara dan pelabuhan. Ini juga penting untuk menarik empati masyarakat tentang persoalan mendasar yang dihadapi Kemenhub.
Kementerian Perhubungan perlu mendukung upaya-upaya yang dilakukan pihak pengelola bandara (PT Angkasa Pura) dan pengelola pelabuhan (Pelindo) dalam mengatasi over capacity, baik dengan cara menggenjot pengembangan bandara/pelabuhan, maupun dengan membangun bandara/pelabuhan baru.
Perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa Kemenhub mendukung perlunya BUMN-BUMN pengelola bandara/pelabuhan mengkaji ulang pengembangan bandara/pelabuhan yang dikelolanya secara cermat agar tetap feasible secara finansial.
Kemenhub perlu terus menyosialisasikan rencana pemerintah menerapkan skema bisnis baru dalam industri kebandarudaraan mulai Januari 2013. Berdasarkan skema ini, pengembangan air side di 25 bandara komersial yang dilakukan PT AP I dan II tak lagi mendapatkan dana APBN, namun harus dibiayai sendiri oleh dua BUMN tersebut. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, yang ditandatangani Presiden SBY dan diberlakukan mulai 5 Maret 2012, namun baru berlaku efektif mulai Januari 2013. Apakah skema tersebut akan benar-benar dijalankan? Atau ada alternatif lain?
Selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa rencana pembatasan porsi pembiayaan APBN untuk pengembangan air side bandara komersial atau pelabuhan laut (jika pelabuhan juga terkena ketentuan tersebut) dapat mengancam pengembangan bandara/pelabuhan bila para pengelolanya tidak pro-aktif menggandeng investor atau mencari pembiayaan sendiri. Untuk pelabuhan, dapat disampaikan dukungan kepada Pelindo II yang sedang gencar membangun/mengembangkan Pelabuhan Tanjung Priok (New Priok Port) lewat skema kerjasama dengan swasta dan pembiayaan sendiri. Para pengelola bandara dan pelabuhan bisa mencari dana dari sumber-sumber pembiayaan alternatif, misalnya melalui pinjaman perbankan, penerbitan obligasi, maupun penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham sepanjang disetujui Kementerian BUMN.
Rencana pembatasan porsi pembiayaan APBN tersebut bisa berdampak positif karena BUMN-BUMN pengelola bandara/pelabuhan dapat lebih fleksibel mengembangkan bandara/pelabuhannya, baik melalui pembiayaan sendiri maupun secara kemitraan dengan pihak lain (swasta). Selain itu, rencana tersebut juga akan berdampak positif bagi industri penerbangan/pelayaran nasional, karena ketentuan itu akan membuat pembangunan dan pengembangan bandara/pelabuhan lebih merata ke daerah-daerah terpencil (remote area). (JAB)