(Turki, 30/06/2010) Indonesia dan Turki memasuki babak baru kerjasama di bidang transportasi setelah Menteri Perhubungan RI Freddy Numberi bersama Menteri Perhubungan dan Komunikasi Turki Binali Yildirim menandatangani kerjasama bidang transportasi laut (Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Turkey on Maritime Transport). Penandatanganan kerjasama tersebut dilakukan di Ankara, Turki pada Selasa, 29 Juni 2010 disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Turki Abdullah Gul. Sebelumnya, Menhub RI bersama Menhub Turki menyaksikan penandatangan kerjasama bidang transportasi udara (MOU on Air Transport Indonesia-Turki) yang ditandatangani oleh Dirjen Perhubungan Udara Indonesia, Herry Bakti dan Dirjen Perhubungan Udara Turki, Dr. Ali Ariduru hari Senin tanggal 28 Juni 2010.

“Penandatanganan kerjasama di bidang transportasi udara dan transportasi laut ini akan membuka era baru dan meningkatkan kerjasama di bidang transportasi yang telah berlangsung baik selama ini, demikian disampaikan Freddy Numberi. Lebih lanjut, Menhub mengatakan dengan ditandatanganinya kesepakatan dan perjanjian ini diharapkan akan meningkatkan arus kunjungan wisatawan serta perdagangan diantara kedua negara. Kedua Menteri juga sepakat untuk saling menukar pengalaman dalam penerapan Public Private Partnership (PPP) dalam pembangunan infrastruktur transportasi diantara kedua  negara.

Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Turkey on Maritime Transport


Perjanjian bidang transportasi laut ini bertujuan membangun dan mengembangkan hubungan maritim antara  Indonesia dan Turki untuk meningkatkan keselamatan pelayaran dan pencegahan pencemaran di laut, menjalin kerjasama teknik dan pendidikan di bidang maritim termasuk pemeliharaan  dan kebutuhan kapal.

Aturan-aturan dalam Perjanjian ini tidak berlaku untuk pelabuhan yang tidak terbuka untuk kapal asing yang mengangkut barang-barang perdagangan luar negeri, juga untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Para Pihak untuk kapal-kapal berbendera nasional masing-masing, khususnya cabotage, penangkapan ikan, pemanduan, penundaan, pekerjaan bawah air, dan bantuan di bidang maritim.

Ketentuan-ketentuan Perjanjian ini tidak mempengaruhi hak-hak kapal negara ketiga yang berpartisipasi dalam perdagangan melalui laut antara pelabuhan Para Pihak. Perjanjian ini juga tidak menghambat Para Pihak untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan partisipasi bebas dari armada niaga masing-masing dalam perdagangan internasional secara komersial dan kompetitif.

Perjanjian juga mengatur Perlakuan Pada Kapal Di Pelabuhan. Setiap Pihak wajib memberikan perlakuan yang sama terhadap kapal  dari Pihak lain seperti perlakuan yang diberikan pada kapal sendiri yang melakukan pelayaran internasional dalam hal masuk secara bebas ke pelabuhan-pelabuhan, alokasi dermaga untuk bertambat dan penggunaan fasilitas pelabuhan, bongkar muat barang, alih muatan, naik dan turun penumpang, pembayaran biaya-biaya di pelabuhan  serta penggunaan layanan yang dimaksudkan untuk navigasi.

Hal lain yang diatur dalam perjanjian ini adalah :
1.    Dokumen-Dokumen Kapal. Kapal dari masing-masing Pihak yang memiliki Sertifikat Pengukuran Tonase, yang diterbitkan sesuai dengan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Tonase Kapal Tahun 1969 tidak akan dikenakan pengukuran ulang tonase di pelabuhan Pihak lainnya.
2.    Dokumen Identitas Pelaut. Masing-masing Pihak wajib mengakui dokumen identitas awak kapal dari Pihak lainnya, yang diterbitkan dan diakui oleh otoritas yang berwenang. Dokumen – dokumen identitas tersebut adalah:
(a)    Untuk awak kapal Republik Indonesia Paspor Pelaut  dan Buku Pelaut.
(b)    Untuk awak kapal Republik Turki buku pelaut dan sertifikat pelaut.
3.    Hak dan Kewajiban di Pelabuhan Tujuan. Awak kapal salah satu Pihak pemegang dokumen identitas pelaut, diizinkan untuk tinggal sementara tanpa visa selama kapal berada  di pelabuhan Pihak lain, dengan syarat nama mereka terdaftar dalam daftar anak buah kapal yang diserahkan oleh nakhoda kepada otoritas pelabuhan yang berwenang sesuai dengan peraturan yang berlaku di pelabuhan tersebut.
4.    Hak Transit Bagi Awak Kapal. Para pemegang dokumen identitas dari Perjanjian ini diijinkan untuk memasuki wilayah Pihak lain sebagai penumpang atau pergi ke negara lain yang memberi ijin    memasuki negaranya, dengan menggunakan sarana transportasi, bertujuan untuk bergabung dengan kapal mereka atau pindah ke kapal lain, transit untuk bergabung dengan kapal mereka di negara lain atau untuk repatriasi atau dalam keadaan darurat atau untuk tujuan lain yang disetujui oleh otoritas dari Pihak. Pada setiap permasalahan yang disebutkan dalam Pasal ini, awak kapal wajib memiliki visa dari Pihak lainnya, yang harus diberikan oleh pihak yang berwenang dalam waktu sesingkat mungkin. Pelaut-pelaut tersebut juga wajib memiliki dana untuk menutupi biaya perjalanan.
5.    Kapal Dalam Bahaya. Apabila kapal dari salah satu Pihak dalam Perjanjian terdampar atau kandas, atau mengalami kecelakaan atau berada dalam kondisi bahaya lainnya di dalam kawasan perairan dari Pihak lain. Kapal, beserta seluruh awak kapal dan penumpangnya, setiap saat wajib diberikan bantuan dan perlakuan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada kapal-kapal nasional.
6.    Perlindungan Lingkungan Maritim. Kapal-kapal dari masing-masing pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerusakan lingkungan di wilayah pihak lain. Kapal-kapal dari masing-masing pihak, yang berada di wilayah pihak lain, harus bertanggungjawab, sesuai ketentuan nasional pihak lain tersebut dalam pelaksanaan  bidang perlindungan lingkungan hidup.
7.    Pemberlakuan, Masa Berlaku dan Berakhirnya Perjanjian. Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal yang disampaikan terakhir oleh Para Pihak yang telah menyelesaikan prosedur hukum yang diperlukan. Perjanjian ini berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya dan seterusnya kecuali salah satu pihak memberitahukan secara tertulis keinginannya untuk mengakhiri Perjanjian ini dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya Perjanjian ini.

MOU on Air Transport Indonesia-Turki

MoU mengenai transportasi udara tersebut memuat kesepakatan kedua negara untuk mengubah penunjukan perusahaan penerbangan dari ”single designated” menjadi ”multi designated airlines”. Sehingga saat ini baik Indonesia maupun Turki dapat menunjuk beberapa perusahaan penerbangannya untuk melaksanakan penerbangan berjadwal ke/dari Indonesia dan sebaliknya.

MoU juga berisi kesepakatan untuk merubah Route Schedule. Poin rute Indonesia menjadi 3 points in intermediate to be specified later – Istambul, Ankara, Antalya – 3 points beyond to be specifed later. Sementara itu di Turki : Points in Turki – Singapore, Bangkok, 1 point to be specified later – Jakarta, Denpasar, 1 point to be specified later – 3 points beyond to be specified later.

Hal lain yang diatur dalam MoU tersebut, adalah hak angkut bagi pelaksanaan penerbangan berjadwal masing-masing pihak adalah sebagai berikut : 
a.    3rd and 4th freedom Traffic Rights for Passenger and Cargo
Penerbangan berjadwal penumpang dalam Agreed Minutes 1967 dapat dilaksanakan sebesar 4x/minggu sampai dengan 7x/minggu, dalam MOU 2010 ditingkatkan menjadi 14x/minggu. Sedangkan untuk penerbangan khusus kargo, dalam Agreed Minutes 1997 tidak diatur, dalam MOU 2010 diizinkan sebesar 14x/minggu.
b.    5th freedom Traffic Rights
Disepakati bahwa pengaturan untuk hak angkut kelima akan dibicarakan pada pertemuan yang akan datang dengan mempertimbangkan berdasarkan kepentingan kedua pihak (mutual benefit).
c.    Code Share
Disepakati untuk memasukkan aturan mengenai  kerjasama antar perusahaan penerbangan dalam satu negara dan secara bilateral dengan negara mitranya. Perusahaan penerbangan kedua pihak dapat melaksanakan penerbangan kerjasama pada beyond route pada semua jalur yang diterbangi oleh perusahaan penerbangan kedua pihak. (ARI)