Jakarta – Pemerintah akan segera meratifikasi atau mengesahkan protokol paket komitmen jasa angkutan udara yang tertuang dalam kerangka kerja ASEAN di bidang jasa atau ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Pada Senin (12/12), Kemenhub bersama Kemenkumham melakukan rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, untuk membahas rencana pengesahan protokol tersebut. Hasilnya, Komisi V DPR RI menyetujui usulan pemerintah untuk melakukan ratifikasi protokol melalui Perpres.
Berdasarkan penjelasan dari Kemenkumham, Protokol AFAS Paket ke-9, ke-10, dan ke-11 di bidang jasa angkutan udara, merupakan perjanjian internasional yang bersifat teknis sehingga tidak mengharuskan diratifikasi melalui Undang-Undang.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan terima kasih kepada jajaran Komisi V DPR RI yang telah menyetujui usulan pemerintah untuk mengesahkan protokol ini melalui Perpres. “Pengesahan protokol jasa angkutan udara ini diharapkan akan semakin meningkatkan daya saing industri penerbangan nasional di kawasan ASEAN. Mengingat Industri penerbangan nasional memiliki potensi untuk merebut peluang dan mengembangkan usahanya,” ujar Menhub.
Adapun sejumlah manfaat lainnya yang akan didapat dengan pengesahan protokol ini diantaranya yaitu: membuka peluang investasi dan lapangan pekerjaan di bidang jasa angkutan udara, serta mendorong upaya pemulihan industri penerbangan akibat pandemi Covid-19.
“Selain memberi manfaat bagi Indonesia, pengesahan ini juga merupakan wujud komitmen Indonesia dalam mendukung implementasi terciptanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Serta, akan mendukung keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023,” ucap Menhub.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menyampaikan hasil kesimpulan raker, dimana Komisi V DPR RI menyetujui untuk dilakukan ratifikasi protokol tersebut dalam bentuk Peraturan Presiden. Selanjutnya, pimpinan DPR RI akan menyampaikan surat balasan kepada Presiden mengenai hasil kesimpulan Raker ini.
“Disahkannya protokol ini menjadi bentuk dukungan pemerintah yang dapat membuka peluang berkembangnya industri penerbangan nasional, sehingga kita dapat menjadi pemenang pertarungan di lingkup negara ASEAN,” tuturnya.
Negara di ASEAN menyepakati perjanjian Perdagangan bidang jasa di ASEAN berdasarkan ASEAN Framework Agreement on Services/AFAS pada tanggal 15 Desember 1995. Perjanjian tersebut telah disahkan (diratifikasi) melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 1995.
Perjanjian AFAS merupakan induk dari Protokol pelaksanaan komitmen di bidang jasa yang terdiri dari 3 kelompok protokol yang terpisah, yaitu jasa penunjang angkutan udara, jasa keuangan dan jasa lainnya
Terkait protokol jasa penunjang angkutan udara, hingga saat ini telah diterbitkan sebanyak 11 protokol. Saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara Anggota ASEAN yang belum melakukan pengesahan (ratifikasi) terhadap Protokol AFAS Paket ke-9, ke-10 dan ke-11. Hal ini menyebabkan Indonesia belum dapat memanfaatkan peluang investasi dan lapangan kerja di bidang jasa penunjang angkutan udara, yang telah dibuka oleh negara ASEAN dan berlaku secara resiprokal (timbal balik).
Beberapa hal yang dikomitmenkan dalam protokol tersebut dan yakni: Aircraft Repairs and Maintenance; Selling and Marketing Air Transport Services; Computer Reservation System Services; Aircraft Leasing without Crew; Airfreight Forwarding Services; dan Aircraft Catering Service.
Adapun, 4 (empat) hal yang mencakup pelayanan jasa yang menjadi komitmen untuk dibuka di negara ASEAN yakni: Pertama, Cross Border Supply yaitu jasa yang langsung diberikan oleh penyedia jasa kepada pengguna di negara mitra tanpa hadir secara fisik. (Contoh: Teknisi Maintenance Facilities di Indonesia memberikan konsultasi perbaikan pesawat kepada teknisi Maintenance Facilities di Singapura secara daring).
Kedua, Consumption Abroad, yaitu jasa yang diberikan oleh penyedia jasa di luar negeri kepada konsumen dalam negeri setelah konsumen tersebut berpindah secara fisik ke negara penyedia. (Contoh: Maskapai Kamboja melakukan perbaikan pesawatnya di Maintenance Facilities di Jakarta).
Selanjutnya ketiga, Commercial Presence yaitu penyedia jasa secara langsung melakukan usahanya di negara lain dengan membuka kantor cabang atau kantor perwakilan. (Contoh: MRO Singapura dan MRO Indonesia melakukan joint venture dengan ketentuan Penyertaan Modal Asing atau Foreign Equity Participation (FEP) maksimum sebesar 49%).
Dan keempat, Movement of Natural Person yaitu penggunaan tenaga kerja asing yang memiliki keahlian tertentu oleh penyedia jasa. (Contoh: Badan Usaha di bidang penerbangan Indonesia mempekerjakan Direktur dan Tenaga Ahli yang berasal dari Singapura, maupun sebaliknya).(HH/RDL/LA/HT)