JAKARTA – Industri logistik menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional. Saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia bahkan seluruh dunia, angkutan logistik mengalami kendala, sehingga pergerakan barang dan distribusi barang antar daerah, antar negara juga mengalami kendala serupa.

Di Indonesia, industri logistik adalah salah satu industri yang terdampak pandemi, namun tidak separah dengan industri lain. Hal ini karena adanya kebijakan dari Pemerintah saat pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengecualikan distribusi barang dan memberikan perhatian khusus terhadap angkutan barang.

Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Cris Kuntadi menyebutkan, angkutan logistik minim dari dampak pandemi Covid-19. Ia melihat, ada penurunan namun tidak terlalu signifikan. Industri logistik mengalami penurunan sebesar 6,38% bersama dengan industri pergudangan. Hal ini, menurut Cris karena adanya kebijakan pembatasan pergerakan masa pandemi yang mengecualikan angkutan barang.

Hal itu diungkapkan Cris dalam Seminar Daring Business Leadership Series #2 dengan tema The New Era in Supply Chain & Logistics Industry yang diselenggarakan oleh Kafegama MM, Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Sabtu pekan lalu.

Angkutan Logistik Laut

Salah satu transportasi yang paling resisten oleh Covid-19, menurut Cris adalah laut. Ia melihat grafik pergerakan angkutan logistik laut pada bulan Januari hingga bulan April 2020. Menurutnya, data pergerakan logistik tertinggi justru berada di bulan Maret 2020 yang merupakan masa-masa pandemi mulai merebak. “Pada bulan Maret justru peningkatan arus logistik terjadi di moda laut,” ujarnya.

Data ini, menurut Cris menandakan bahwa moda laut menjadi moda paling kuat dalam masa pandemi.

Meski moda laut, menurut Cris memiliki keunggulan tersebut, tetapi share moda tertinggi masih dipegang oleh moda darat sebesar 90,4% padahal Indonesia adalah negara kepulauan yang dapat memanfaatkan laut sebagai moda utama logistik antarpulau akan tetapi laut hanya memiliki share 7%. “Seharusnya share angkutan logistik laut lebih besar. Misalnya di pulau Jawa saja, sepanjang jalur pantura itu banyak pelabuhan-pelabuhan kecil yang bisa dimanfaatkan untuk logistik," paparnya.

Angkutan Logistik di Moda Lain

Selain moda laut, lanjut Cris, kereta api juga mengalami hal serupa. Di Maret, lonjakan logistik mencapai puncak namun namun harus turun pada April 2020.

Penurunan di bidang logistik, lanjut Cris, bukan karena Covid-19 tapi adanya beberapa hambatan atau terputusnya supply chain sehingga membuat kegiatan transportasi barang mengalami penurunan akibat turunnya supply and demand komoditas. Selain itu, pola pikir yang sudah nyaman di darat membuat kereta api juga sulit berkembang.

Dari sebuah pertanyaan peserta mengenai adanya pajak 10% bagi logistik yang diangkut dengan kereta api, Cris menjawab “Kami selalu usulkan agar dihapus pajak 10% di kereta atau tambahkan juga 10% pajak di darat. Supaya apple to apple," ungkapnya.

Cris mengatakan, pengiriman menggunakan kereta sejatinya justru lebih murah karena biayanya hanya Rp750,-/kilometer. Semakin dekat jarak, semakin murah harganya. Hal ini diimbangi dengan tanpa adanya kemacetan, kerusakan jalan yang diakibatkan truk atau kontainer di jalan raya, dan juga pengurangan polusi.

Pesawat menjadi salah satu moda yang paling terdampak akibat Covid-19. Penerapan PM 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 merupakan upaya pencegahan menyebarnya virus Covid-19 akan tetapi berimbas pada pergerakan barang di pesawat yang seringkali mengikuti jadwal penerbangan dari penumpang.

"Akibatnya terjadi penuruan logistik sebesar 75%. Sudah disiasati dengan mengirimkan barang dalam kabin penumpang untuk dapat mengangkut lebih banyak barang sesuai dengan protokol tentunya," ungkap Cris.

Namun langkah tersebut masih kurang. Hal ini tentu menjadi catatan bagi pemangku kekuasaan untuk perbaikan ke depannya.

Pengedalian pergerakan barang tidak ada perubahan yang signifikan hanya saja lebih kepada pemenuhan dan kepatuhan protokol kesehatan dan kebersihan untuk barang dan tentunya para pekerja yang berada pada ranah logistik, seperti personel kendaraan yang dibatasi hingga wajib menjalani pemeriksaan kesehatan.

Memperlancar Bongkar Muat Barang

Untuk meningkatkan arus dan distribusi barang, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Kantor Kesyabandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Sunda Kelapa meluncurkan Sistem Informasi Bongkar Muat Barang Berbasis Elektronika (SIBABBE), Senin (20/7).

Peluncurannya dilakukan secara virtual oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo dan secara langsung oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Sunda Kelapa, Ridwan Chaniago di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.

Dalam pesannya Dirjen Agus mengungkapkan, memasuki masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), meski masih dalam masa pandemi Covid-19, sebagai unsur Pemerintah tetap dituntut untuk tetap memberikan pelayanan yang optimal dan memperhatikan dan menjalankan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan.

Pelayanan yang sedikit mungkin dilaksanakan secara kontak langsung antara petugas dan pengguna jasa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk menciptakan sebuah sistem pelayanan yang bersifat online termasuk dalam kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan.

“Pemerintah berharap aplikasi SIBABBE ini ke depannya dapat digunakan dengan mudah oleh para pengguna jasa, sehingga akan mempercepat pelayanan kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa. Para pengguna jasa juga diminta dapat mendukung penuh tugas KSOP Kelas III Sunda Kelapa dalam melakukan pengawasan dan monitoring data bongkar muat dari dan ke kapal secara real time,” ujar Dirjen Agus.

Dirjen Agus berharap, aplikasi SIBABBE ini dapat memicu para petugas pelayanan di sektor Perhubungan Laut, khususnya pada Kantor KSOP Kelas III Sunda Kelapa untuk bekerja dengan sepenuh hati, jujur, ramah, sopan serta bersinergi dengan institusi terkait sehingga dapat mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat.

Peningkatan Layanan

Kepala KSOP Sunda Kelapa Ridwan, dalam laporannya menyampaikan bahwa aplikasi SIBABBE merupakan proyek perubahan peningkatan pelayanan di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa yang ia gagas dengan tujuan meningkatkan pelayanan bongkar muat barang secara elektronik guna memudahkan pengguna jasa dalam kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan serta pengawasan yang efektif dari petugas KSOP Sunda Kelapa sebagai regulator di pelabuhan.

“Aplikasi SIBABBE ini merupakan upaya penataan pelayanan kapal dan bongkar muat barang di pelabuhan secara digital, di mana ke depan aplikasi ini juga siap diiintegrasikan dengan sistem INAPORTNET dan Sistem Aplikasi SEHATI,” kata Ridwan.

Seperti yang diungkapkan Dirjen Agus bahwa era kini semua jajaran Pemerintah, khususnya segenap jajaran Ditjen Perhubungan Laut, baik yang berada di kantor pusat maupun seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lapangan dituntut untuk tetap memberikan pelayanan yang memenuhi protokol kesehatan. (IS/AS/HG/CH)