Ditengah gencarnya upaya perbaikan kualitas pelayanan, Kereta Rel listrik (KRL) Commuter Line nomor 845 mengalami insiden keluar dari rel (anjlok) di Stasiun Cilebut, Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/10) sekitar pukul 06.15 WIB. Rangkaian ketiga dari kereta itu baru berhasil dievakuasi sekitar pukul 17.30 WIB. Proses evakuasi kereta berlangsung cukup lama, yakni kurang lebih delapan jam, mulai pukul 08.00 hingga 17.30 WIB.
Berdasarkan dugaan awal PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop I Jabodetabek, kereta anjlok akibat adanya rel yang gompal bukan karena kurang perawatan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sejauh ini belum bisa menyimpulkan penyebab anjloknya kereta api listrik commuter line di Stasiun Cilebut. Hasil investigasi KNKT baru dapat diketahui setelah 8-9 bulan lamanya.
Pemerintah atas persetujuan DPR akan menaikkan anggaran public service obligation (PSO) PT KAI menjadi 875 miliar pada 2013 atau naik 18,2% dibanding tahun ini. Kenaikan anggaran sekitar Rp 135 miliar itu diharapkan dapat meningkatkan standar pelayanan minimum (SPM) KAI.
Di sisi lain, PT KAI mengaku telah mengalokasikan dana sebesar Rp 7 triliun untuk pengembangan sarana dan prasarana perkeretaapian hingga 2019. Hal itu sejalan dengan upaya KAI untuk meningkatkan kualitas layanan. Dana tersebut bakal digunakan untuk pengadaan kereta dan segala kelengkapannya, termasuk untuk membiayai proyek kereta bandara dan kebutuhan investasi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ).
Perlu diberikan klarifikasi yang cukup tentang kasus ini. Jangan sampai muncul kesan tidak transparan di mata masyarakat. Apalagi dalam waktu bersamaan, PT KAI mendapatkan persetujuan untuk kenaikan PSO dan alokasi dana pengembangan sarana dan prasarana perkeretaapian. Klarifikasi perlu difokuskan pada penyebab anjloknya Commuter Line di Cilebut dan rincian penggunaan dana PSO.
Dalam soal penggunaan dana PSO, perlu dijelaskan penggunaan dana PSO dari tahun ke tahun secara rinci. Selanjutnya, perlu pula dijelaskan target yang hendak dicapai Pemerintah dengan peningkatan dana PSO tersebut.
Selain itu, perlu pula diberikan penjelasan bahwa alokasi dana PSO diberikan berdasarkan indikator kinerja (key performance indicators/KPI) PT KAI. Jika KPI-nya bagus, otomatis alokasi dana PSO untuk PT KAI akan ditambah. Namun perlu dijelaskan pula mengenai parameternya. Bagaimana jika parameter itu tidak tercapai? Apa sanksi bagi PT KAI jika parameter-parameter itu tidak tercapai?
Untuk kasus anjloknya Commuter Line di Cilebut, perlu dijelaskan kesimpulan dari kasus anjloknya KRL Commuter Line di Stasiun Cilebut, namun dengan tetap menunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak over lapping terhadap KNKT.
Bukti-bukti yang mendukung dugaan bahwa anjloknya KRL Commuter Line di Cilebut perlu disampaikan. Bukti-bukti yang dibeberkan tersebut harus masuk akal, kuat, valid, dan relevan.
Pemerintah juga perlu menyosialisasikan kewenangan Kemenhub terhadap BUMN teknis seperti PT KAI terkait dengan sampai di mana Kemenhub dapat mengintervensi PT KAI, dan bagaimana Kemenhub menjalin koordinasi dengan Kementerian BUMN. (JAB)