Pernyataan bahwa Transportasi adalah tulang punggung ekonomi, tak perlu diragukan lagi. Karena tujuan pembangunan sarana dan prasarana transportasi Indonsia adalah untuk memobilisasi angkutan penumpang dan barang dari dan menuju berbagai wilayah di Indonesia, termasuk diantaranya daerah perintis. Perekonomian bisa hidup bila ada interaksi manusia dan pertukaran barang dari satu wilayah dengan wilayah lain. Perum DAMRI sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah, turut menyiapkan armadanya guna mendukung terlaksananya angkutan keperintisan. Salah satu cabang Perum DAMRI yang melayani rute keperintisan tersebut adalah Stasiun Sorong.

Pada tahun 2007, prestasi Perum DAMRI Stasiun Sorong dalam melayani para pelanggannya, mendapatkan apresiasi dari Pusat Kajian Strategis Pelayanan Jasa Perhubungan (PKSPJP, kini  Pusat Kajian Kemitraan Pelayanan Jasa Transportasi) Departemen Perhubungan dengan memberikan penghargaan Prima Pratama. Untuk melihat bagaimana Perum DAMRI Stasiun Sorong sehari-harinya beroperasi dan membuktikan penghargaan Prima Pratama tersebut pantas didapatkannya, tim website dephub (Yozar F. Amrullah dan Dwi Handojo) mengunjungi Perum DAMRI Stasiun Sorong, dan melaporkannya dalam tulisan berikut...

Matahari pagi menyinari Kota Sorong, daerah yang merupakan bagian paling barat dari Bumi Papua. Wilayah yang masih belum begitu terjamah manusia dan banyak terdapat hutan. Teriknya menyambut tatkala tim redaksi www.dephub.go.id menyambangi tempat dimana bus Damri angkutan perintis Sorong biasa mangkal, yaitu Pasar Sorong. Namun terik tersebut tidak mengurangi geliat aktivitas ekonomi para pedagang dan pembeli di pasar tradisional tersebut. Sebuah tempat pertukaran dimana para petani daerah transmigrasi mensuplai komoditas pangan dari daerahnya kepada para pembeli dari berbagai kalangan di kota Sorong, dan sebaliknya. Sebuah masyarakat multikultural, campuran pribumi Papua dan pendatang dari belahan Indonesia yang lain, seperti Jawa, Ambon, maupun Manado.


Sejak jam enam pagi, jajaran armada DAMRI Stasiun Sorong telah siap di sana. Dengan setia mereka menanti para pelanggannya yang tengah beraktivitas jual-beli di Pasar Sorong. Satu-dua jam menunggu bukan masalah bagi para awak bus. Bagi mereka kesetiaan dan kepercayaan pada pelanggan adalah yang utama. Selain itu alasan mereka kalau tidak berangkat ke pasar pagi-pagi adalah tidak mendapatkan tempat parkir. Kalah dengan taksi (istilah untuk menyebut angkutan umum minibus di Sorong, bukan Sedan seperti di Jakarta) yang membludak di jalanan pasar. Maka dari itu, agar bisa menjalankan tugasnya dengan semestinya, armada bus Damri dipersiapkan sebaik mungkin sebelumnya.

“Prinsip saya, keselamatan diprioritaskan. Mobil saya sebelum jalan harus laik,” tegas Kepala cabang DAMRI Stasiun Sorong, Ladjoni Lasaboka saat menjawab pertanyaan yang diajukan tim website dephub.

Ladjoni menambahkan, begitu pulang beroperasi di pool malam hari, armada bus-nya langsung diperiksa, dilihat apakah ada halangan atau kerusakan. Dari situ petugas mekanik bisa langsung diberi tahu untuk bisa mengambil tindakan selanjutnya. 

“Bus, habis operasi langsung cek, seperti pesawat. Karena mobil yang sudah tua, baut longgar, kepsi rem bocor, ada saja,” ujar Ladjoni.

Pada saat kunjungan ini dilakukan, Ladjoni menjelaskan, Perum DAMRI Stasiun Sorong memiliki 10 armada bus. Delapan diantaranya beroperasi, 1 dalam perbaikan mesin, dan 1 lagi afkir.

Sedangkan untuk rute bus, Ladjoni menjelaskan, ada tiga trayek jurusan yang dilalui armada bus DAMRI keperintisannya. Yang pertama adalah daerah Arar. Jauhnya 35 Km dari Kota Sorong. Ada 2 armada bus yang mengambil rute kesana, dengan tarif Rp. 5.500 sekali jalan. Berikutnya adalah daerah Katapop, yang jauhnya 46 Km dari Kota Sorong. Ada 3 bus untuk rute menuju tempat tersebut, dengan tarif Rp. 7.000 sekali jalan. Dan yang terakhir rute menuju daerah Satuan Penghuni (SP)-IV, yang jauhnya 33 Km dari Kota Sorong. Armada yang beroberasi 3 bus, dengan tarif Rp. 5.500 sekali jalan. Ditambahkan Ladjoni, dalam satu hari armada bus-nya bisa beroperasi 2 kali p.p (pulang-pergi). Sehingga terkadang pelayanannya bisa sampai malam, kadang turun jam 9.

Lama perjalanan itu, jelas Ladjoni, juga terkait dengan medan perjalanan yang merupakan jalan tanah yang belum diaspal. Saat musim kemarau, jalan cukup bagus untuk dilalui, tetapi akan menjadi kendala saat musim hujan tiba.

Selain kendala hujan, Perum DAMRI Stasiun Sorong juga harus menyikapi kultur masyarakat wilayah operasinya dengan lebih bijak. Nyawa adalah sesuatu yang vital bagi masyarakat setempat. Nyawa adalah sesuatu yang sangat berharga, sesuatu yang mahal, dalam artian yang sebenarnya. Khususnya adalah nyawa manusia dan Babi, yang biasa diternakkan warga setempat. Karena apabila terjadi kecelakaan, baik terhadap manusia maupun ternak, seperti Babi, nilainya tidak tanggung-tanggung.


Ladjoni memberi contoh peristiwa yang pernah terjadi, suatu ketika di Manokwari bus DAMRI terbalik, sehingga mengakibatkan 2 orang penumpangnya meninggal. Keluarga yang kehilangan sanak saudaranya menuntut uang duka kepada Perum DAMRI Manokwari sebanyak 5 Milyar. Hukum Indonesia tidak berlaku, melainkan hukum adat yang dipakai. Kalau sudah seperti itu, Ladjoni berpendapat, tinggal pandai-pandainya Kepala Stasiun (KS) saja. Dia harus bisa melobi ketua adat dan keluarga. Dia dapat menjelaskan, meskipun Perum DAMRI adalah BUMN, tapi keadaanya tidak sama dengan BUMN berpenghasilan lebih baik seperti Pertamina misalnya, sehingga kesanggupan memberi santunan juga tidak bisa sebesar mereka.

“Jasa Raharja sudah tanggung asuransi, pemakaman kita tanggung, semua kita tanggung, tapi janganlah semua tuntutan ganti rugi sebesar itu,” kata Ladjoni.

Sedangkan bila terjadi keterlambatan, masyarakat Sorong masih bisa memaklumi. Angkutan Perintis memang berbeda dengan angkutan komersil yang kejar setoran.

“Yang penting tadi, kita melayani masyarakat sesuai kontrak dari pemerintah. Jangan sekali-sekali bus tidak operasi,” tambah Ladjoni.

Penambahan Armada Bus dan Usulan Trayek Baru
Wasinem adalah salah satu penumpang setia bus Damri. Perantau dari jawa yang tinggal di Sisipan, Katapop ini biasa menggunakan jasa Damri setiap harinya. Sebagai penjual sayur di Pasar Sorong, ibu ini menggunakan jasa Damri untuk pulang ke tempat tinggalnya. Kalau untuk berangkatnya Wasinem menggunakan angkutan lain, yaitu kijang pribadi (angkutan swasta), karena memang di malam/pagi buta, belum ada bus DAMRI yang melayani. Alasan Wasinem menggunakan Damri karena selain jalurnya sampai lokasi tempat tinggalnya, biayanya juga lebih murah dari kijang pribadi. Sampai sejauh ini Wasinem menilai pelayanan Damri sudah cukup memadai, cukup bagus.

“Perjalanan lancar-lancar saja, tidak ada permasalahan apa-apa,” kata Wasinem.

Namun, Wasinem berharap, armada bus Damri bisa lebih diperbanyak (ditambah busnya) dan ongkos kendaraannya diturunkan. Wasinem beralasan, pada waktu BBM naik, ongkos naik, tapi begitu BBM turun, ongkos belum diturunkan. Pendapat senada juga dinyatakan pelanggan bus yang lain, yaitu Bu Sonah dan Triono, anaknya, yang tinggal di SP-III. Kedua pedagang di Pasar Sorong ini juga mengharapkan armada bus Damri busa ditambah dan ongkos bus bisa lebih murah lagi.

Ditanya mengenai pergerakan penumpang, Kepala Perum DAMRI Stasiun Sorong, Ladjoni menjelaskan, dengan seat berjumlah 25, load factor rata-rata 30. Oleh karena itu, pada umumnya masyarakat meminta bus baru. Armada bus DAMRI Stasiun Sorong saat ini rata-rata produksi tahun 1992. Ladjoni menjelaskan, Pemerintah c.q Dirktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan tidak dapat memberi bus tambahan bila tidak ada koordinasi DAMRI dengan Dinas Perhubungan dan pemerintah daerah setempat.

“Saya sudah melalui tangan-tangan mereka: Bupati, Walikota, Kepala Dinas Perhubungan, supaya kita Perum Damri Sorong agar dapat tambahan bus. Kita sudah kirim surat ke Dirjen. Informasi terakhir dari bagian Keperintisan, masih dalam proses lelang,” jelas Ladjoni.

Ditambahkan Ladjoni, kalau Perum DAMRI daerah ingin diperhatikan oleh pemerintah pusat, pimpinannya harus proaktif, harus dapat menjalin keterkaitan kerjasama dengan pemerintah daerah, baik itu Dinas Perhubungan, Walikota maupun Bupati.

Ladjoni melanjutkan, berdasarkan informasi dari pemerintah, pihaknya akan mendapat tambahan armada bus sebanyak tiga buah. Namun, rencananya bus yang baru tidak dimaksudkan untuk mengganti bus yang lama, tetapi bus baru tersebut akan menjalankan rute baru. Karena memang begitulah keinginan pemerintah daerah setempat.

Charter Bus dan DAMRI Bandara
Selain melayani rute-rute perjalanan yang sudah ada, Perum DAMRI Stasiun Sorong juga mempersilakan apabila ada masyarakat yang ingin men-charter armadanya.

“Mereka bisa pakai di luar jam kerja Damri, tidak mengganggu operasional, sore atau malam,” terang Ladjoni.

Ladjoni menjelaskan, masyarakat biasa men-charter armadanya terutama untuk keagamaan. Ada juga  yang membawa rombongan pelayat orang meninggal. Selain itu bisa juga untuk rombongan anak sekolah yang menuju tempat wisata, misalnya. Mengenai tarif charter, Ladjoni meyakinkan bahwa tarifnya terjangkau.

“Tergantung jarak, selama ini yang dekat sini 400 ribu. Kadang ada yang 350 ribu. Jadi tidak tetap. Prinsip saya, untuk kegiatan keagamaan, orang meninggal, saya tidak ingin pertahankan harga,” jelas Ladjoni.

Guna memberi alternatif pelayanan kepada masyarakat Sorong, untuk ke depannya, Perum DAMRI Stasiun Sorong juga berencana untuk mengadakan bus DAMRI bandara. Melalui kerjasama dengan pihak bandara Sorong, bus DAMRI Bandara ini akan diserahkan ke koperasi bandara untuk dikelola. Bus yang akan melayani wilayah apron Bandara tersebut adalah bus ex-Bandara Soekarno Hatta, yang dulu melayani Sempati Air. Bus tersebut diperbaiki dan dimanfaatkan kembali. Pada tanggal 15 Mei 2009, bus yang berjumlah dua buah tersebut sudah dikirim dari Jakarta dan diperkirakan akan sampai dalam waktu sebulan. “Rencananya tahun 2009 ini, paling lama bulan Juli beroperasi,” jelas Ladjoni.

Dari keterangan Kepala Stasiun Damri Cabang Sorong serta pengamatan langsung ke lapangan, tim redaksi website mencatat, bahwa terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, layanan armada bus Damri Sorong yang melayani lintas perintis cukup prima. Sejauh ini tanggapan dari masyarakat cukup positif dan kesetiaan mereka untuk menumpang armada Damri cukup baik. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah armada bus yang sudah tua. Ada baiknya bila diremajakan. Selain untuk meningkatkan kenyamanan penumpang, juga mesin yang baru potensi polusinya juga kurang. Untuk mencapai itu Perum Damri tidak harus menunggu pengadaan dari pemerintah. Dengan lancarnya transportasi daerah perintis, maka kelancaran proses ekonomi akan lebih terjamin, sehingga pernyataan bahwa Transportasi adalah tulang punggung ekonomi, tak perlu diragukan lagi. (Yozar F. Amrullah – Dwi Handojo)