Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 20.15 WIT. Malam itu cuaca sangat cerah, bintang bertebaran diangkasa. belasan orang, tua maupun muda, wanita maupun pria sudah memenuhi pojok-pojok kantor bus Damri cabang Mataram.

Ada yang bergerombol di dekat bus yang sudah dihidupkan mesinnya, duduk di kursi panjang warung nasi dekat halaman kantor Damri, ada juga yang sedang minum kopi pada penjaja kopi keliling yang menggunakan sepeda motor, dan ada yang duduk-duduk di atas sepeda motor.

Salah satunya adalah Fitri, gadis berusia 21 tahun yang saat itu duduk diatas jok sepeda motor milik Rachmad, teman dekatnya. Fitri dan Rachmad terlibat pembicaraan serius dan berulang kali Rachmad mengingatkan Fitri untuk mengirim kabar kepada dirinya melalui telepon selular setibanya di tepat tujuan.

Fitri bekerja di Kota Mataram sebagai penjaga Toko sebuah pakaian. Ia harus pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Orong Telu, Kabupaten Sumbawa Besar untuk keperluan keluarga. Jarak ibukota Kecamatan Orong Telu dengan Ibukota Kabupaten Sumbawa Besar sekitar 58 km.

Bus Damri menjadi pilihan bagi Fitri meski harus menempuh perjalanan selama 10 hingga 12 jam, dimana 1,5 jam diantaranya harus menyebrangi Selat Alas, dari pelabuhan Kayangan (Kabupaten Mataram) ke pelabuhan Pototano (Kabupaten Sumbawa), serta harus merasakan guncangan ombak Laut Flores.

Bus Damri memang bukan satu-satunya alat transportasi dari Mataram ke Sumbawa. Ada bus lain, yaitu Bus Remas. Namun jika naik Bus Remas maka Fitri harus nyambung dengan bus lainnya. Itu pun tidak sampai ke kampung halamannya, melainkan sampai di kecamatan lain.

‘’Untuk sampai ke Orong Telu harus nyambung ojek atau minta di jemput keluarga,’’ kata Fitri

Selain itu biaya yang harus di keluarkan juga lebih besar, meski selisihnya hanya Rp 10 ribu. Tapi bukan selisih uang yang dijadikan alasan Fitri untuk tetap setia pada bus Damri. ‘’Bus Damri tepat waktu. Kalau sudah waktunya berangkat, meski penumpangnya sedikit tetap diberangkatkan. Kalau bus lain, bisa molor 1-2 jam. Bahkan jika jumlah penumpangnya sedikit sekali, bus tidak diberangkatkan.

Belum lagi di titik-titik tertentu bus berhenti untuk menunggu penumpang dalam waktu yang sangat lama. Dan itu terus berulang di titik-titik lain. ‘’Akibatnya perjalanan bisa lebih lama 2-3 jam dari waktu tempuh dibandingkan dengan menggunakan bus Damri,’’ ujar Fitri memberi alasan memilih bus Damri untuk perjalanan pulang ke kampung halamannya.

Selain Kecamatan Orong Telu, Kecamatan Ropang  juga salah satu kecamatan yang harus di layani bus Damri. Ropang merupakan salah satu  kecamatan di Kabupaten Sumbawa, disamping 24 kecamatan lainnya. Kecamatan ini terletak 61 km dari ibu kota Kabupaten Sumbawa Besar. Wilayahnya yang berbukit- bukit menyebabkan penduduk daerah ini masih digolongkan jarang jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Sumbawa.

Sampai saat ini desa-desa yang ada di Kecamatan Ropang masih sedikit dilintasi oleh kendaraan umum. Kendaraan  yang beroperasi di daerah yang berbukti-bukti dan sebagian besar terdiri dari hutan belantara yang ditumbuhi berbagai jenis kayu, rotan dan semak belantara ini, masih dapat dihitung dengan jari.

Jadi bisa dibayangkan jika bus Damri tidak datang  atau beroperasi ke daerah yang berada pada ketinggian 452 km dari permukaan itu yang selalu diselimuti embun dan berhawa dingin. Karena kondisi jalan yang lebih ekstrim dan waktu tempuh yang lebih lama, untuk tujuan Kecamatan Ropang, bus Damri berangkat dari kota Mataram lebih awal, yaitu pukul 18.30 WIT.

Pukul 20.50 WIT atau sekitar sepuluh menit sebelum bus diberangkatkan, sebuah pengumuman diperdengarkan, bus Damri jurusan Orong Telu siap di berangkatkan, dan para penumpangnya dipersiapakan untuk naik. Sebelum bus berjalan, penumpang diminta untuk berdo’a agar diberi kelancaran dan keselamatan selama dalam perjalanan panjang menembus gelapnya malam.
 
Bus Perintis

Bus yang ditumpangi Fitri, jurusan Kota Mataram di Kabupaten Mataram ke Kecamatan Orong Telu di Kabupaten Sumbawa dengan waktu tempuh antara 10 hingga 12 jam adalah bus perintis Damri.

Damri Mataram melayani 8 rute perintis. Ada satu rute perintis di wilayah Kabupaten Mataram, yaitu dari Kota Mataram ke Teluk Awang. Dua rute perintis di Kabupaten Sumbawa, yaitu dari kota Sumbawa Besar ke Tolo Oi dan dari Sumbawa Besar ke Tero. Sedangkan perintis antar kabupaten dari Kabaupaten Mataram ke Kabupaten Sumbawa ada lima rute, yaitu Mataram-Mata, Mataram-Ropang, Mataram-Moyo, Mataram-Sampar Goal dan Mataram-Orong Telu.

Untuk melayani 8 rute perintis ini, bus Damri menyiapkan 16 buah bus kelas ekonomi. Dua bus melayani satu rute untuk pulang pergi, dan terjadi crossing di satu daerah. Jarak yang ditempuh oleh bus perintis dari Mataram ke Sumbawa rata-rata antara 300 hingga 400 kilometer. Untuk jarak tempuh yang demikian panjang, masyarakat hanya dikenakan tarif sebesar Rp 60.000, dan Rp 100.000 untuk bus reguler lain, yang belum tentu sampai kecamatan tujuan.

Tapi jangan dibayangkan jalannya semulus kota-kota besar. Jalan yang ditempuh bus perintis ini adalah jalan berbatu, persawahan, bukit kapur, sungai bahkan hutan yang gelap. Perjalanan bisa semakin panjang bila ada rintangan di jalan. Rintangan yang sering terjadi faktornya dari alam, seperti tanah longsor dari satu bukti atau luapan sungai yang menghempaskan jembatan yang terbuat dari susunan batang-batang kayu atau batang pohon kelapa. Kalau sudah begitu maka perjalan bisa berganggu beberapa jam.

Manager Usaha Damri cabang Mataram, Awang Anwaruddin mengatakan, sebagai perusahaan umum (perum) milik negara, Damri harus melaksanakan tugasnya dalam  memberikan pelayanan kepada masyarakat, apapun kondisinya. Bus Damri perintis harus tetap jalan mengantarkan penumpang sampai tujuan meski kondisi cuaca buruk, jalan yang rusak dan tarif yang rendah karena sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Bahkan meski penumpang yang akan berangkat di bawah 10 orang dari kapasitas 25 tempat duduk, bus Damri tetap berangkat tepat pada waktunya. Pernah suatu waktu bus hanya berisi 3 orang penumpang. Tapi bus harus tetap berangkat mengantarkan sampai tempat tujuan. Karena jika tidak berangkat, maka akan terjadi kekosongan di titik pemberangkatan daerah tujuan pada keesokan harinya.

‘’Kalau di total rata-rata setiap bulannya bus hanya terisi antara 20-30 persen saja, tapi itu sudah menjadi resiko kami sebagai pelayanan masyarakat,’’ kata pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat.

Bukan hanya faktor alam yang menjadi hambatan di perjalanan. Faktor lainnya adalah sering terjadinya pertengkaran dengan pemilik bus lain. Bus Damri sering di uber dan di cegat oleh sopir bus lain, saat berada di lintasan komersial. Karena bus Damri dianggap merebut rejeki mereka jika melintasi jalur komersial, yaitu jalur-jalur jalan raya dimana bus lain beroperasi.

Karenanya saat bus Damri beroperasi di jalan nasional atau jalan propinsi, sopir dilarang untuk menaikkan penumpang meskipun kasihan pada penumpang yang sudah menunggunya di pinggir jalan.

Bus pesaing Damri adalah bus milik perorangan, bukan bus perusahaan.  Pemilik bus biasanya juga merangkap sebagai sopir bus, atau di serahkan kepada orang yang masih ada hubungan keluarga dengan pemilik bus. Mereka takut, jika penumpangnya sepi tidak sanggup membayar cicilan pada bank, atau mengembalikan modalnya.

Oleh karenanya, ketika bus Damri melintas di lintasan komersial, mereka akan mengawasi dengan ketat, jangan sampai bus Damri menaikkan penumpang di wilayah operasi mereka. Padahal lintasan komersial yang dilalui oleh Damri hanya sekitar 30 persennya saja, sedangkan 70 persennya adalah jalur perintis yang berbatu dan melintasi bukti dan hutan. Sementara bus lain hanya melayani penumpang pada jalur-jalur komersial yaitu pada jalan nasional dan propinsi saja dan tidak pernah mau masuk ke pelosok dan pedalaman .

Meski melintasi daerah pedalaman dan memasuki hutan, tingkat kejahatannya sangat kecil bahkan bisa dikatakan tidak ada  kejahatan seperti pembegalan atau perampokan pada bus dan penumpang. Mungkin mereka juga sadar, bahwa penumpang bus ini bukan orang-orang yang berduit melainkan hanya petani dan buruh di kota.

Mereka yang bekerja sebagi tenaga kerja di luar negeri juga tidak kalah pintarnya. Sebelum berangkat ke kampung halamannya, biasanya uang sudah di transfer atau di simpan di bank. Uang yang dibawa hanya cukup untuk ongkos dan untuk membeli makanan atau minuman sepanjang perjalanan saja.
 
Sering Rusak

Kondisi jalan yang berbatu, kadang melalui turunan dan tanjakan yang curam di pembukitan membuat bus sering rusak. Hampir setiap saat teknisi Damri Mataram melakukan pengecekan secara keseluruhan. Ban menjadi komponen yang paling sering di ganti, karena jalan yang tidak normal mengakibatkan ban lebih cepat menipis, bahkan terkadang sobek di bagian tengah dan samping.

Per juga merupakan salah satu komponen yang sering rusak. Jalan yang berbatu dan berlobang membuat per harus sudah di ganti sebelum waktunya. Belum lagi komponen yang lainnya. Tentu saja hal ini menjadi biaya operasi bus-bus perintis menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan bus yang dioperasikan di dalam kota.

Meski demikian, sebagaimana disampaikan Manager Teknik Damri Mataram, Edi Sukarelawan, haram hukumnya bagi Damri Mataram menggunakan komponen bekas atau melakukan kanibalisme komponen pada bus-bus yang berhenti operasi. ‘’Kami tidak boleh menggunakan komponen bekas. Karenanya merawat kendaraan dengan rutin menjadi keutamakan kami arah armada tetap beroperasi secara baik,’’ jelas Edi.

Menurut Edi, lintasan yang dilalui bus perintis sangat ekstrim. Jalan yang berbatu, curam dan kadang harus melintasi bukti dan hutan. Di daerah itu tidak ada satu pun bengkel mobil yang menyediakan suku cadang. ‘’Kalau bus mengalami kerusakan, bus berhenti beroperasi, penumpang akan terlantar. Karena itu sangat berbahaya menggunakan komponen bekas,’’ jelasnya.

Karena melayani rute perintis, Damri mendapatkan subsidi dari pemerintah yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tahun lalu subsidi yang diterima Damri Mataram sebesar Rp 2,9 miliar. Jumlah tersebut sebagian besar terserap untuk bahan bakar dan komponen.

Damri sudah melayani rute perintis ini sekitar 13 tahun, yaitu sejak tahun 2000. Pada saat membuka rute perintis, Damri menanggung sendiri semua biaya operasinal, Baru pada tahun 2002, pemerintah turun tangan dengan memberikan bantuan subsidi yang terus berlangsung hingga hari ini.

Rute perintis bukan hanya antara kabupaten, tapi juga di dalam kota Mataram maupun di Kabupaten Sumbawa. Damri menyiapkan 4 buah bus perintis kelas ekonomi yang menggunakan dana APBD.

Bukan hanya dana yang diberikan sebagai bentuk subsidi. Kementerian Perhububgan juga berulang kali memberikan bus baru untuk dioperasikan di propinsi Nusa Tenggara Barat ini seperti bus Damri yang ditempatkan di Bandara Internasional Lombok (BIL), yang melayani rute bandara BIL-Mataram-Senggigi pada tahun anggaran 2013 lalu.

Akhir Februari 2014 , Damri Mataram juga kedatangan dua buah bus terbaru, yang nantinya akan dipergunakan untuk memperkuat armadanya di daerah perkotaan maupun lintasan-lintasan komersial (JO)