Pemerintah membebaskan angkutan umum di darat dan di air dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 80/PMK.030/2012 tentang Jasa Angkutan Umum di Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air yang Tidak Dikenai PPN. Regulasi ini sebagai revisi atas PMK No 527/2003 dan PMK No 28/ 2006. Aturan baru ini ditandatangani Menteri Keuangan (Menkeu) pada 29 Mei 2012 dan telah diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada 29 Mei 2012.
Sebagai institusi yang berhubungan langsung dengan masalah perhubungan, kita perlu merespons isu ini, baik sebagai sosialisasi maupun sebagai pandangan kebijakan secara keseluruhan. PMK tersebut secara garis besar memuat lima poin. Pertama, penyerahan jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenai PPN. Kedua, jasa angkutan umum di darat yang tidak dikenai PPN meliputi; kendaraan angkutan umum bermotor yang menggunakan plat atau tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning, tulisan hitam, dan kereta api. Ketiga, jasa angkutan umum di air yang tidak dikenai PPN meliputi; jasa angkutan umum di laut, di sungai, danau, dan penyeberangan menggunakan kapal. Keempat, yang tidak termasuk angkutan umum bebas PPN adalah kereta api atau kapal untuk disewa atau dicarter. Kelima, kendaraan dengan plat nomor kuning bercat hitam tetap bebas PPN walau disewa atau dicarter.
Perlu dijelaskan apakah PMK ini akan memberikan dampak positif dan sudah sesuai kebutuhan dan sesuai aspirasi kalangan operator dan pengguna jasa. Selain itu juga perlu dipastikan apakah fasilitas pajak tersebut akan secara signifikan mengurangi beban operator angkutan umum di darat / laut / air serta mampu merangsang pertumbuhan bisnis jasa angkutan umum, terutama dari sisi penambahan jumlah armada.
Isu ini perlu juga disoroti dari sisi kualitas pelayanan. Kita optimis bahwa insentif fiskal itu akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan para operator angkutan. (JAB)