Penolakan atas liberalisasi sektor penerbangan secara penuh di wilayah udara Asean yang rencananya akan mulai diberlakukan pada 2015 mendatang dan disuarakan oleh kalangan industri  penerbangan nasional mencuat pekan ini dalam sebuah forum seminar yang membahas soal Asean  open sky.  Penolakan didasarkan pada penilaian bahwa kebijakan tersebut akan merugikan  Indonesia terutama maskapai nasional. Sehingga isu ini menjadi pendorong utama sentimen negatif pekan ini. 

Media yang melansir isu ini dan menyumbang sentimen negatif adalah Bisnis Indonesia, Investor Daily, Koran Tempo, Media Indonesia, dan Suara Karya.  Sudut pandang yang digunakan kelima media untuk membidik  isu tersebut bisa dikatakan  tidak berbeda jauh. Sementara opinion leader yang memberikan sentimen negatif adalah:   
1.  Sekjen INACA, Tengku Burhanuddin 
2.  Ketua Umum INACA, Emirsyah Satar 
3.  Direktur Niaga Sriwijaya Air, Toto Nursatyo 

Sejumlah poin penting yang dikritisi adalah: 
1.  Kebijakan liberalisasi penerbangan hanya akan menguntungkan negara dengan luas geografi yang kecil dan hanya memiliki satu bandara seperti Singapura dan Brunei Darussalam  serta negara yang kerap menjadi hub bagi penerbangan internasional jarak jauh, seperti Malaysia.
2.  Perjanjian hubungan udara bilateral yang ada sekarang masih mencukupi dari sisi hak angkut, kapasitas, dan frekuensi. 
3.  Kondisi infrastruktur bandara internasional yang kurang memadai, serta armada milik maskapai Indonesia yang didominasi pesawat tua. 

Untuk itu maskapai nasional merekomendasikan sejumlah hal, seperti:   
1.  Penerapan  langit terbuka  secara terbatas dengan Singapura, Malaysia, dan negara lain dengan karakter serupa. Konsep ini dinilai tepat untuk diterapkan pada negara besar yang memiliki beberapa kota utama (primary points) dan bukan negara hub, seperti Indonesia.
2.  Jika ingin tetap menerapkan langit terbuka, Indonesia lebih baik memilih negara besar, seperti  Amerika Serikat, Kanada, Rusia, Jepang, Australia, India, dan  Tiongkok. Karena maskapai dari negara-negara itu benar-benar membawa tulisnya ke Indonesia.  
3.  Diterapkannya  prinsip keadilan dan kesamaan perlakuan antara maskapai asing yang terbang ke Indonesia dan maskapai nasional yang hendak terbang ke negara Asean.

Menanggapi kritik dan masukan yang disampaikan maskapai nasional, Kemenhub menjelaskan  perkembangan proses yang masih berlangsung terkait rencana penerapan kebijakan tersebut. (JAB)