Jakarta – Di akhir tahun 2020 ini, bila ingin bepergian menggunakan moda transportasi laut, sebaiknya anda menunda, membatalkan, atau mengalihkan dengan moda transportasi lain. Pasalnya, perairan Indonesia akan kedatangan La Nina – cuaca ekstrem menjelang perayaan Hari Raya Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 (Nataru).
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat dan pemangku kepentingan di daerah agar mewaspadai ancaman bencana hidrometeorologi menyongsong periode Nataru 2020/2021.
“Puncak La Nina akan datang bersamaan dengan puncak musim hujan pada Desember 2020 dan Januari 2021. Prakiraan curah hujan khusus Nataru diprediksi mencapai lebih dari 300mm/bulan, meningkat sampai 40%,” jelas Dwikorita.
Dwikorita mengungkapkan, fenomena La Nina pada periode Nataru 2020/2021 ini akan muncul di musim hujan dengan intensitas yang tinggi dan akan terjadi tidak hanya di darat tetapi juga di perairan nusantara, seperti dilansir dari laman resmi BMKG.
Cuaca Ekstrim
Dari hasil pemantauan BMKG pada minggu ke II Desember 2020 (tanggal 7 sampai dengan tanggal 14 Desember 2020), akan berlangsung cuaca ekstrem di perairan pada periode Nataru dan terus berlangsung hingga La Nina berlalu.
Cuaca ekstrem di perairan nusantara diperkirakan dengan adanya gelombang pasang yang tersebar di berbagai wilayah, dengan ketinggian yang bervariasi yaitu gelombang sedang (1,5-2,5 meter), tinggi (2,5-4 meter) dan sangat tinggi (4-6,meter) yang disertai curah hujan yang tinggi.
Maklumat Pelayaran
Menindaklanjuti informasi fenomena La Nina tersebut, Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menerbitkan Maklumat Pelayaran kepada seluruh Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang terkait keselamatan pelayaran, Selasa (8/12).
Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad menyampaikan, Maklumat Pelayaran menginstruksikan kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor KSOP, Kepala Kantor UPP, Kepala Kantor KSOP Khusus Batam, Kepala Pangkalan PLP, serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia untuk mewaspadai bahaya cuaca ekstrem selama beberapa hari ke depan sampai penghujung tahun.
“Cuaca ekstrem dengan gelombang pasang yang bervariasi dari gelombang sedang, tinggi, dan sangat tinggi akan tersebar di beberapa wilayah perairan di Indonesia,” jelas Ahmad.
Karena fenomena La Nia itulah, Maklumat Pelayaran dikeluarkan sebagai langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya musibah kecelakaan kapal sebagai dampak cuaca ekstrem tersebut.
“Kami juga ingatkan kembali kepada seluruh Syahbandar senantiasa memantau ulang kondisi cuaca setiap harinya melalui website BMKG dan menyebarluaskan hasil pemantauan tersebut kepada pemangku kepentingan,” kata Ahmad.
Bila diketahui hasil pemantauan menunjukkan kondisi cuaca membahayakan keselamatan pelayaran, Ahmad menegaskan agar para Syahbandar menunda menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Untuk faktor ini tidak ada pengecualian, Syahbandar menunda memberikan SPB, kapal hanya dapat berangkat apabila kondisi cuaca di sepanjang periaran yang akan dilayari sudah aman,” imbuh Achmad.
Lanjut Achmad, para Syahbandar juga diinstruksikan mengawasi kegiatan bongkar muat barang secara berkala untuk memastikan kegiatan dilaksanakan dengan tertib dan lancar, memastikan muatan dilashing, kapal tidak overdraft serta stabilitas kapal tetap baik.
Tetap Waspadai Cuaca Buruk
Selain itu, instruksi juga diberikan kepada operator kapal, khususnya nakhoda agar melakukan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum kapal berlayar dan melaporkan hasilnya kepada Syahbandar pada saat mengajukan permohonan SPB.
“Pemantauan kondisi cuaca setiap enam jam ini juga wajib dilakukan oleh nakhoda sepanjang pelayaran di laut dan melaporkan hasilnya pada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat serta mencatatnya ke dalam log book. Bagi kapal yang berlayar lebih dari empat jam, nakhoda wajib melampirkan berita cuaca yang telah ditandatangani sebelum ajukan permohonan SPB pada Syahbandar,” ungkapnya.
Jika dalam pelayaran kapal menghadapi cuaca buruk, lanjutnya, maka kapal diinstruksikan untuk berlindung di tempat yang aman, dengan ketentuan kapal harus tetap siap digerakan.
Selanjutnya, setiap kapal yang berlindung wajib melapor segera mungkin kepada Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal, kondisi cuaca dan kondisi kapal, serta hal-hal penting lainnya.
Menghadapi cuaca buruk ini, kata Ahmad, seluruh Pangkalan PLP dan Distrik Navigasi juga diinstruksikan untuk menyiapsiagakan kapal patroli dan kapal perambuan agar dapat memberikan pertolongan segera apabila terdapat kapal yang berada dalam keadaan bahaya atau mengalami kecelakaan.
“Kita instruksikan pula pada Kepala SROP dan nakhoda kapal-kapal negara untuk melakukan pemantauan dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan berita marabahaya secara berkala. Apabila terjadi kecelakaan kapal, maka mereka harus berkoordinasi dengan Pangkalan PLP," ujarnya.
Dari dua bulan lalu sampai dengan bulan November 2020, tercatat setidaknya 9 kapal tenggelam yang mayoritas disebabkan hempasan gelombang pasang di berbagai perairan Indonesia.
Kendati para stakeholder di bidang maritim sudah berupaya mencegah lebih banyak lagi korban La Nina, namun tetap saja pada minggu ke-1 sampai minggu ke-2 Desember, sejumlah kapal menjadi korban hempasan gelombang pasang - ombak di sejumlah perairan nasional.
Salah satunya KM Rizki Biliton yang tenggelam di perairan Timur Laut Tanjung Langka – Bangka Belitung. Ada dua nakhoda dan tiga anak buah kapal (ABK) yang berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat. Namun, kapal nelayan itu sendiri karam 30 menit kemudian karena hempasan ombak setinggi 1.5-2,5 meter hingga air laut masuk ke mesin. Musibah ini terjadi pada Minggu 6 Desember 2020 lalu.
Awak KM Rizki Biliton sempat mengirim sinyal SOS yang ditangkap KRI Sembilang 850, lantas kapal patroli itu menuju lokasi musibah. Lantas melakukan penyelamatan dan membawa lima korban ke Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka Belitung untuk pemeriksaan kondisi kesehatan.
Musibah serupa dialami speedboat yang dihantam gelombang di Selat Lombok, Rabu 9 Desember lalu. Masih beruntung keenam penumpang kapal pesiar itu berhasil diselamatkan..
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Mataram Nanang Sigit menjelaskan pihaknya menerima laporan dari layanan lalu lintas kapal (VTS) Benoa sekitar pukul 12.40 WITA sejam sebelumnya, ada speedboat tenggelam di perairan Selat Lombok Selatan, dekat Gili Trawangan.
Lantas Basarnas Mataram menerjunkan personel untuk melakukan evakuasi menggunakan kapal Rescue Boat 220 Mataram. Namun, evakuasi tertunda saat itu karena kondisi cuaca cukup ekstrem. Namun para penumpang sudah lebih dulu dievakuasi kapal MV Moning yang berada di perairan sebelah barat pantai Senggigi.
Pada pukul 21.00 WITA, tim SAR gabungan kembali bergerak memberikan pertolongan mengingat saat itu cuaca tidak terlalu ekstrem dan kapal MV Moning diarahkan untuk mendekati pelabuhan Lembar.
"Akhirnya, seluruh korban berhasil dipindahkan ke kapal Rescue Boat 220. Speedboat berwarna putih dengan nama lambung Kaia Eksplorer memiliki panjang 16 meter, GT20 dengan penumpang 6 orang tersebut dalam perjalanan dari Padangbai (Bali) menuju Labuan Bajo dalam kondisi selamat pada pukul 21.55 WITA dan selanjutnya dibawa ke pelabuhan Lembar untuk pemeriksaan kesehatan," ungkap Nanang di Mataram usai melaksanakan operasi SAR.
Kapten kapal Made Sulastra menjelaskan sebab kapalnya tenggelam dihantam gelombang tinggi sebanyak empat kali. Hantaman yang terakhir mengakibatkan kapalnya tenggelam karena air yang masuk lebih banyak dibanding air yang dikeluarkan melalui pompa air.
"Saya mau berlindung ke Gili Trawangan setelah dihantam gelombang tiga kali, namun kapal keburu dihantam gelombang kembali yang tinggi sekitar 2,5 meter. Akhirnya, kapal miring dan tenggelam di utara Gili Trawangan," ungkapnya saat tiba di Pelabuhan Lembar.
Beruntung kapal MV Moning berbendera Panama yang kebetulan melintas di lokasi kejadian terlebih dahulu melakukan evakuasi terhadap semua korban. Masih ada sejumlah kapal lain yang juga terhempas oleh La Nina pada minggu ke I dan ke II Desember 2020. Namun dengan antisipasi para pihak terkait, korban yang hilang dapat dicegah. (IS/AS/HG/HTJD)