"Mereka juga menyampaikan akan mengirim tim penilai pada awal Agustus nanti yang diwakili oleh European Aviation Safety Agency," kata Menteri Perhubungan Jusman Safeii Djamal di sela kunjungan kerja ke fasilitas perawatan pesawat Garuda (GMF), Senin (23/7) di Jakarta.
Jusman mengatakan, surat komisi Uni Eropa (UE) yang diterimanya kemarin merupakan respons atas undangan dari Pemerintah Indonesia terkait pelarangan 51 maskapai Indonesia ke Uni Eropa sejak 6 Juli 2007. Menurut dia, pemerintah akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menjelaskan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, dan menyerahkan data terakhir tentang kondisi maskapai nasional.
"Kami juga akan menerangkan rencana induk dan aksi strategis pemerintah dengan batas waktu pelaksanaannya. Saya sudah meminta Dirjen Perhubungan Udara untuk segera mengirim data itu ke mereka," ujarnya. Dengan demikian, lanjut Jusman, ketika tim Komisi UE datang ke Indonesia, mereka akan diberi kesempatan untuk mengklarifikasi dan mencek data, dan bila perlu mengaudit langsung ke lapangan.
Rasio kecelakaan
Menhub mengakui, tingkat keselamatan dan keamanan penerbangan Indonesia dalam tiga tahun terakhir cukup tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata angka dunia. Rata-rata rasio kecelakaan pesawat per 1 juta lepas landas dan mendarat di dunia dalam tiga tahun terakhir 0,25 persen. Di Indonesia angkanya mencapai 3,77 persen. "Fakta itu tidak bisa dibantah dan harus diakui. Akan tetapi, soal keputusan pelarangan maskapai Indonesia oleh Uni Eropa masih bisa diperdebatkan," ujar Jusman.
Berdasarkan Konvensi Chicago, ada tahap-tahap yang harus diambil oleh suatu negara yang peduli dengan keselamatan sebelum mengambil keputusan pelarangan. Tahapan itu adalah permintaan klarifikasi, meminta izin atas temuan, pemberian peringatan, dan pelarangan.
"UE langsung memutuskan pelarangan terhadap maskapai nasional. Oleh karena itu, pemerintah sudah menyampaikan kekecewaan terhadap keputusan UE secara resmi," jelas Jusman.
Kelemahan data
Apalagi, UE juga mengakui kelemahan data tentang kondisi maskapai nasional. UE bahkan menyebut Garuda sebagai maskapai tak dikenal karena mereka tidak mengetahui nomor registrasi Asosiasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Selain itu, kata Jusman, UE juga tak tahu bahwa tidak semua maskapai Indonesia terbang ke Eropa. "Saya juga heran mengapa hal itu terjadi. Selama ini hubungan Eropa dengan Garuda Indonesia melalui Lufthansa dan lain-lain cukup baik," jelasnya. Jusman meminta manajemen GMF untuk menambah kapasitas perawatan pesawat. Sejauh ini kemampuan GMF sudah diakui keandalannya. Hal itu ditandai dengan banyaknya pesawat milik maskapai sejumlah negara yang menjalani perawatan di GMF.
Direktur Utama GMF Agus Sudarya mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan penambahan kapasitas untuk perawatan pesawat badan lebar. "Rencananya, kami akan menambah kapasitas hanggar sehingga bisa melayani perawatan jenis pesawat, seperti Airbus A-330 dan A-340," kata Agus.
(Dikutip dari Kompas, 24/07/07)