"Untuk menutupi biaya operasionalnya, kita akan maksimalisasikan keuntungan pengangkutan kargo. Kalau dihitung dari pendapatan, 98 kontainer itu bisa mengganti hampir 1000 penumpang," terang Direktur Usaha PT Pelni Jussabella, di Jakarta, Senin (21/7). Menurutnya, kapal penumpang berbobot 14.200 GT yang berkapasitas angkut 1583 orang dan 141 awak kapal tersebut diproyeksikan untuk melayani rute Jakarta-Surabaya-Makassar, Ambon-Sorong-Biak/Srui-Jayapura.
Jussabella mengatakan, jika disesuaikan dengan kapal-kapal Pelni yang lain, kapal seukuran KM Gunung Dempo sedianya bisa mengangkut hingga 2000-an penumpang. Namun, kepasitas angkut penumpang itu dikurangi untuk memberikan ruang lebih pada palka agar bisa mengangkut muatan kontainer lebih banyak. "Tetapi prioritasnya tetap pada pengangkutan penumpang. Hanya saja perbandingannya (untuk kargo) sedikit lebih besar dari yang pernah dibuat sebelumnya, 75:25 persen," rincinya.
Dengan tidak mengandalkan PSO, lanjutnya, PT Pelni pun diharapkan bisa melakukan evaluasi terhadap pengenaan tarif untuk mendekati biaya pokok operasional. Mengingat selama ini, katanya, kapal-kapal yang dioperasikan Pelni selalu tekor dalam sisi pembiayaan operasional per perjalanan. "Untuk BBM saja, kebutuhannya mencapai hingga 60 persen dari total biaya operasional. Mudah-mudahan Gunung Dempo bisa tutupi selisih itu dari kargo," tandas Jussabella.
Kapasitas barang KM Gunung Dempo memang jauh lebih besar dari kapal produksi Meyer Werft sebelumnya, KM Labobar, yang hanya mampu mengangkut sembilan kontainer, namun mampu menampung lebih banyak penumpang dengan kapasitas 3084 penumpang.
Sejak persaingan harga penerbangan dalam negeri merebak, ditambah adanya operator kapal angkutan penumpang milik swasta, jumlah penumpang kapal Pelni turun drastis hingga 1 juta penumpang setiap tahun. Kombinasi kapasitas kapal ini diharapkan mampu menjawab masalah turunnya jumlah penumpang.
Beberapa waktu lalu, Direktur Jendral Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Effendi Batubara mengungkapkan, kapal dengan kapasitas kontainer terbanyak di antara kapal Pelni lainnya ini diorientasikan untuk memaksimalisasikan pengangkutan komoditi dari pulau-pulau bagian barat menuju terutama pulau-pulau di bagian timur Indonesia, dalam jumlah besar.
"Memang ada perbedaan kapal dengan kapal-kapal sebelumnya. Ini disebabkan daerah-daerah lain membutuhkan angkutan barang untuk dipasarkan. Maka kapal ini disesuaikan dengan kebutuhan itu. Selain mengangkut orang, juga dapat mengangkut kontainer dalam jumlah besar," katanya.
Kapal sepanjang 146,80 meter dengan kecepatan berlayar lebih dari 20 knot tersebut merupakan kapal ke-24 yang dibeli oleh Pemerintah RI dengan fasilitas pinjaman lunak dari Pemerintah Jerman (melalui KfW) dengan masa konsesi 30 tahun. Pembangunan kapal ini menelan biaya sekitar 75 juta Euro atau sekitar 800 milyar rupiah.
Pinjaman lunak yang kontraknya ditandatangani pada awal tahun 2006 tersebut merupakan bagian dari kerja sama keuangan, dalam kerangka kerja sama pembangunan bilateral antara Pemerintah RI dan Pemerintah RFJ.
KM Gunung Dempo merupakan kapal terakhir yang dibeli dengan fasilitas kerja sama keuangan RI-RFJ. Dasarnya adalah Perundingan Bilateral RI-RFJ Oktober 2007 lalu, yang menyepakati bahwa prioritas bidang kerjasama pembangunan kedua negara mulai 2008 mencakup tiga sektor, yaitu Climate Change/Forestry, Private Sector Development, dan Decentralization/Good Governance.
Kapal bernomor S. 664 ini berangkat dari Pelabuhan Emden pada 24 Juni 2008 dan tiba di Terminal Penumpang Nusantara Pura II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (16/07) lalu, setelah menempuh waktu pelayaran selama selama 20 hari. Istri Menhub Jusman Syafii Djamal, Arita Jusman, dinobatkan sebagai "Godmother" kapal tersebut. (DIP)
Jussabella mengatakan, jika disesuaikan dengan kapal-kapal Pelni yang lain, kapal seukuran KM Gunung Dempo sedianya bisa mengangkut hingga 2000-an penumpang. Namun, kepasitas angkut penumpang itu dikurangi untuk memberikan ruang lebih pada palka agar bisa mengangkut muatan kontainer lebih banyak. "Tetapi prioritasnya tetap pada pengangkutan penumpang. Hanya saja perbandingannya (untuk kargo) sedikit lebih besar dari yang pernah dibuat sebelumnya, 75:25 persen," rincinya.
Dengan tidak mengandalkan PSO, lanjutnya, PT Pelni pun diharapkan bisa melakukan evaluasi terhadap pengenaan tarif untuk mendekati biaya pokok operasional. Mengingat selama ini, katanya, kapal-kapal yang dioperasikan Pelni selalu tekor dalam sisi pembiayaan operasional per perjalanan. "Untuk BBM saja, kebutuhannya mencapai hingga 60 persen dari total biaya operasional. Mudah-mudahan Gunung Dempo bisa tutupi selisih itu dari kargo," tandas Jussabella.
Kapasitas barang KM Gunung Dempo memang jauh lebih besar dari kapal produksi Meyer Werft sebelumnya, KM Labobar, yang hanya mampu mengangkut sembilan kontainer, namun mampu menampung lebih banyak penumpang dengan kapasitas 3084 penumpang.
Sejak persaingan harga penerbangan dalam negeri merebak, ditambah adanya operator kapal angkutan penumpang milik swasta, jumlah penumpang kapal Pelni turun drastis hingga 1 juta penumpang setiap tahun. Kombinasi kapasitas kapal ini diharapkan mampu menjawab masalah turunnya jumlah penumpang.
Beberapa waktu lalu, Direktur Jendral Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Effendi Batubara mengungkapkan, kapal dengan kapasitas kontainer terbanyak di antara kapal Pelni lainnya ini diorientasikan untuk memaksimalisasikan pengangkutan komoditi dari pulau-pulau bagian barat menuju terutama pulau-pulau di bagian timur Indonesia, dalam jumlah besar.
"Memang ada perbedaan kapal dengan kapal-kapal sebelumnya. Ini disebabkan daerah-daerah lain membutuhkan angkutan barang untuk dipasarkan. Maka kapal ini disesuaikan dengan kebutuhan itu. Selain mengangkut orang, juga dapat mengangkut kontainer dalam jumlah besar," katanya.
Kapal sepanjang 146,80 meter dengan kecepatan berlayar lebih dari 20 knot tersebut merupakan kapal ke-24 yang dibeli oleh Pemerintah RI dengan fasilitas pinjaman lunak dari Pemerintah Jerman (melalui KfW) dengan masa konsesi 30 tahun. Pembangunan kapal ini menelan biaya sekitar 75 juta Euro atau sekitar 800 milyar rupiah.
Pinjaman lunak yang kontraknya ditandatangani pada awal tahun 2006 tersebut merupakan bagian dari kerja sama keuangan, dalam kerangka kerja sama pembangunan bilateral antara Pemerintah RI dan Pemerintah RFJ.
KM Gunung Dempo merupakan kapal terakhir yang dibeli dengan fasilitas kerja sama keuangan RI-RFJ. Dasarnya adalah Perundingan Bilateral RI-RFJ Oktober 2007 lalu, yang menyepakati bahwa prioritas bidang kerjasama pembangunan kedua negara mulai 2008 mencakup tiga sektor, yaitu Climate Change/Forestry, Private Sector Development, dan Decentralization/Good Governance.
Kapal bernomor S. 664 ini berangkat dari Pelabuhan Emden pada 24 Juni 2008 dan tiba di Terminal Penumpang Nusantara Pura II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (16/07) lalu, setelah menempuh waktu pelayaran selama selama 20 hari. Istri Menhub Jusman Syafii Djamal, Arita Jusman, dinobatkan sebagai "Godmother" kapal tersebut. (DIP)