Menhub berharap, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi yang berkompeten di bidang ini bisa memfasilitasi penyajian informasi tersebut secara optimal. ”Untuk itu, BMKG harus menyiapkan suatu kemampuan atau tools dalam memprediksi perubahan iklim,” ujarnya.
Prediksi itu, lanjut Menhub Jusman, akan membuat BMKG mampu mempertajam ketepatan membaca sebuah peringatan terkait perubahan iklim terhadap sektor lain. ”Contohnya terhadap pesawat terbang maupun pelayaran. Atau terhadap kemunginan terjadinya banjir sehingga pemerintah daerah bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik,” jelasnya.
Menhub menambahkan, workshop yang diikuti sejumlah instansi dan lembaga terkait dari dalam dan luar negeri ini digelar untuk mempertajam suatu sinergi seluruh sektor terkait. Penajaman sinergi itu sendiri untuk menemukan pola sinergi serta jaringan informasi dan komunikasi untuk mengupayakan peringatan dini yang optimal.
Perubahan iklim yang belakangan terjadi dengan sangat cepat, jelas Menhub, menjadi salah satu dasar dibentuknya BMKG menggantikan lembaga sebelumnya, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Menhub menambahkan, Kementrian Lingkungan Hidup juga telah membuat semacam road map mitigasi dan adaptasi. Sementara itu, pemerintah juga membentuk Dewan Perubahan Iklim yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, dengan Menko Kesra sebagai ketua pelaksana harian.
”(Peranan) BMKG lebih intens. Ini adalah suatu badan yang dibuat untuk memperkuat kemampuan prediksi iklim,” sambungnya. Dengan kemampuan tersebut, maka adaptasi dan upaya menghindari risiko yang terjadi sebagai akibat dari perubahan iklim bisa dilakukan secara maksimal.
Dalam keterkaitannya terhadap sektor transportasi, lanjut Menhub, ketajaman ramalan BMKG bisa digunakan untuk meminimalisasi risiko kecelakaan yang melibatkan perubahan cuaca seperti yang terjadi belakangan ini. ”Salah satu contoh kejadian kecelakaan yang terkait kondisi cuaca adalah tergelincirnya Lion Air di Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu,” pungkasnya. (DIP)