JAKARTA - Sebagai negara kepulauan, upaya untuk mendorong bangkitnya perekonomian nasional tentunya memerlukan transportasi laut yang kuat, infrastruktur pelabuhan, dan berbagai sarana yang dapat diandalkan seperti armada kapal, sarana bongkar muat yang memadai untuk menopang geliat dari pembangunan ekonomi antar daerah.

Setahun belakangan, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi perekonomian nasional dan dunia mengalami kelesuan akibat pandemi Covid-19. Diharapkan perekonomian akan berangsur-angsur membaik seiring dengan terkendalinya penyebaran Virus SarsCov-2 penyebab Covid-19 di masa-masa mendatang.

Geliat Lebih Awal

Presiden Joko Widodo, dalam sidang kabinet terbatas, awal tahun 2021, mengemukakan harapannya pada semester kedua – bulan Juli 2021, perekonomian nasional dapat bangkit kembali, sesuai dengan prediksi Presiden pada HUT Kemerdekaan RI ke 76, pandemi Covid-19 di Indonesia sudah dapat terkendali.

Menindaklanjuti arahan Presiden, Kementerian Perhubungan bekerja keras bersama para pihak terkait menyiapkan infrastruktur transportasi laut – meliputi pelabuhan dan sarana trnasportasi laut lainnya - armada kapal agar siap melayani mobilitas orang dan perdagangan antara daerah.

Salah satunya yang digenjot adalah Pelabuhan Matui Jailolo, Halmahera Barat, Maluku, yang sejak jauh hari telah disiapkan menjadi salah satu pelabuhan dengan muatan balik Tol Laut yang tidak pernah sepi muatan. Muatan balik terbesar dari daerah tersebut adalah kopra.

Pelabuhan Matui Jailolo resmi menjadi bagian dari trayek Tol Laut Kementerian Perhubungan, pada awal tahun 2020. Pelabuhan ini disinggahi KM Logistik Nusantara 3 dengan rute Surabaya-Makassar-Jailolo-Morotai dan kembali dengan rute Morotai langsung ke Surabaya.

Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Jailolo, B. Wisnu Sentyaki mengatakan keberadaan Tol Laut sangat terasa kehadiran dan manfaatnya bagi masyarakat dan pengusaha lokal. “Paling banyak kopra. Kami juga sedang gencar sosialisasi terus ke masyarakat mengenai muatan balik selain kopra, seperti hasil perikanan laut,” kata Wisnu, Selasa (30/3).

Kepala UPP itu menambahkan, seperti halnya total muatan balik KM Log Nusantara 3 kali ini, ada 35 kontainer terdiri dari 29 kontainer kopra, 1 kontainer pala dan cengkeh, 1 kontainer buah kelapa, 1 kontainer arang, 1 kontainer ikan, 1 kontainer cumi dan 1 kontainer cumi campur ikan.

”Jadi dari total ada 35 muatan balik dari Morotai langsung menuju Surabaya,” ungkapnya.

Selain sarat muatan balik menuju Jawa, Wisnu mengungkapkan, dengan lancarnya arus perdagangan bolak balik, keberadaan Tol Laut juga memberikan manfaat dari sisi penurunan disparitas harga, terutama untuk bahan baku industri. “Pengusaha lokal sangat mendukung kegiatan program Tol Laut karena bahan baku dan lain-lain yang biasanya diambil dari Ternate dengan adanya Tol Laut belanja sudah tidak perlu ke Ternate lagi. Jadi tentunya lebih murah,” ujarnya.

Wisnu mengungkapkan, barang-barang yang dikirim dengan Tol Laut sangat laris dan diminati masyarakat sebab harganya yang jauh lebih murah. Dalam waktu kurang dari 2 (dua) minggu, barang-barang tersebut biasanya sudah habis terjual. "Sembako seperti beras, gula dan lain-lain itu selalu habis. Ada juga yang didrop atau dikirim ke Kecamatan Ibu, Jailolo Selatan dengan perjalanan kurang lebih perjalanan 90 menit," ujar Wisnu.

Bahan-bahan baku material seperti triplek, seng, besi, lanjut Wisnu, cukup laris dan cepat habis untuk dijual kembali, langsung dibawa ke toko masing-masing.

Selain di Pelabuhan Matui Jailolo, Halmahera Barat, program Tol Laut juga menyambangi Pelabuhan Buli, Halmahera Barat, sejak awal tahun 2020, dengan menggunakan kapal KM Logistik Nusantara 5.

Kepala Kantor UPP Kelas III Buli, Anwar Sahitua, menjelaskan berdasarkan hasil evaluasi, pelaksanaan Program Tol Laut sepanjang tahun 2020 telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Halmahera Timur.

Namun demikian, Anwar mengakui bahwa masih terdapat kendala-kendala seperti kurangnya fasilitas bongkar muat serta muatan balik yang masih belum optimal. “Kami mengajak instansi serta stakeholder terkait untuk berkoordinasi dan membentuk tim bersama dalam rangka mengoptimalkan muatan balik Tol Laut dari Pelabuhan Buli,” ujar Anwar Sahitua.

Mengenai keterlambatan kegiatan di lapangan, menurut Anwar, dikarenakan kurang memadainya fasilitas bongkar muat. Terkait hal tersebut, pihaknya siap membantu menyediakan fasilitas pelabuhan, terutama di sisi darat sebagai area bongkar kontainer, serta fasilitas peralatan bongkar muat berupa alat berat. “Kami sudah mengusulkan pengadaan peralatan bongkar muat seperti forklift, crane, dan mobil tronton sehingga dapat mengatasi kendala dan dapat memudahkan kegiatan bongkar muat,” katanya.

Mengenai muatan balik, Anwar menjelaskan, pada tahun 2020 hasil komoditi yang dikirim ke Surabaya – seperti halnya di Pelabuhan Matui Jailolo, berupa kopra sebanyak 1.188 ton, hasil kayu olahan sebanyak 648 ton, dan hasil perikanan dan kelautan sebanyak 45 ton ikan.

Jalur Tol Laut Pelabuhan Sorong Segera Menyusul

Tol Laut bakal dikembangkan juga ke Papua Barat di Pelabuhan Sorong yang baru dimulai awal tahun ini. Sebagaimana penuturan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Sorong, Jece Julita Piris.

Pihaknya, lanjut Jece, bersama pemda serta stakeholder terkait tengah gencar melakukan optimalisasi muatan balik Tol Laut. “Kami tengah gencar melakukan sosialisasi karena Tol Laut merupakan trayek baru sekalian menyinergikan dengan seluruh instansi di Papua Barat,” ujarnya Sabtu (27/3).

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pengembangan SDM kepelabuhanan untuk meningkatkan kemampuan serta pengetahuan terkait keberadaan Tol Laut.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan gencar mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) dan komunitas pengusaha dan masyarakat di wilayah Indonesia Timur untuk mengoptimalkan muatan balik Tol Laut agar dapat berkontribusi dalam menggerakkan dan mendongkrak perekonomian masyarakat di wilayah Indonesia Timur.

Kementerian Perhubungan, lanjut Jece, telah memulai langkah dengan membentuk Group Optimalisasi Tol Laut (GOTL) di Pelabuhan Sorong yang terdiri dari lintas sektoral dan stakeholder. Tugas awal mereka adalah melakukan sosialisasi penggunaan aplikasi SITOLAUT (Sistem Informasi Tol Laut) untuk masyarakat maupun pengusaha lokal.

Staff ahli Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Laus Deo Calvin Rumayom, saat melakukan kunjungan ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Sorong berharap,

optimalisasi muatan balik Tol Laut dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah komoditas lokal yang memadai dan berdaya jual tinggi untuk dikirim dan diperdagangkan ke berbagai daerah di Indonesia. Upaya tersebut dapat dilakukan jika semua pihak terlibat, dan potensi-potensi produk yang bernilai ekonomis tinggi di wilayah Indonesia Timur dikembangkan.

Program Tol Laut, lanjut Jece, merupakan kebijakan subsidi yang ditetapkan Presiden Jokowi ini diharapkan dapat mendukung pengembangan potensi daerah tertinggal dan daerah-daerah yang selama ini mengalami disparitas harga yang tinggi akibat jarak tempuh transportasi yang panjang dan terpencil.

Tol Laut Untuk Menekan Biaya Logistik

Selain pelabuhan infrasatruktur tansportasi laut yang mendukung terlaksananya program Tol Laut, yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah ketersediaan armada kapal laut nasional – baik yang plat merah maupun swasta.

Kementerian Perhubungan pada tahun 2019 mencatat, Indonesia tercatat memiliki sekitar 32.587 kapal yang terdaftar secara resmi, tetapi sebagian besar kapal tersebut sudah berusia tua. Upaya perbaikan dan peremajaan tersebut juga menjadi sebuah keharusan, dimana perbaikan dan peremajaan membutuhkan biaya cukup tinggi, selain itu terdapat beberapa kendala lain sehingga berujung pada kenaikan biaya logistik.

Pada tahun 2020, biaya logistik di Indonesia tercatat sebagai yang termahal di Asia, dengan kinerja logistik Indonesia menduduki peringkat ke 46. Pemerintah menargetkan dengan keberadaan program Tol Laut biaya logistik harus di turunkan 6% - dari 23% menjadi 17%. Untuk dapat memenuhi target tersebut, hal yang penting adalah tersedianya armada perkapalan nasional yang memadai.

Staf Khusus Ekonomi dan Investasi Transportasi Kementerian Perhubungan, Wihana Kirana Jaya menyarankan bahwa seluruh stakeholder perkapalan harus duduk bersama dan melakukan clearing house agar koordinasi antar para pelaku baik operator, industri perkapalan, dan regulator terbangun bersama dalam upaya menyediakan transportasi laut yang efisien dan biaya logistik nasional semakin kecil dan bersaing dengan negara lain. (IS/AS/HG/HT/JD)