Jakarta - Keberadaan truk over dimension dan over loading (ODOL) di jalan raya masih sulit untuk dihilangkan dan ditertibkan, kendati Pemerintah sudah kerap melakukan operasi dan mencanangkan tanggal 1 Januari 2023 sebagai Tahun Zero ODOL.

Keberadaan truk OJOL banyak memberikan kerugian bagi pengguna jalan. Dari data Integrated Road Safety Management System (IRSMS) Korlantas Polri, tiga tahun belakangan, kecelakaan truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar kecelakaan lalu lintas. Selain itu, Kementerian PUPR juga mengklaim telah menggelontorkan dana untuk membiayai perbaikan jalan yang rusak akibat lalu lalang truk ODOL satu periode belakangan ini mencapai Rp43 triliun.

Kerusakan jalan akibat lalu lalangnya truk ODOL juga mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang luar biasa. Kemacetan lalu lintas ini dikeluhkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) karena menghambat distribusi produk yang berujung pada tidak efisennyanya biaya distribusi dan transportasi barang.

Di akhir tahun 2021, mobilitas kendaraan truk ODOL keberadaannya tercatat terus meningkat. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah memulai langkah untuk menindak tegas truk ODOL per 28 Desember 2021 hingga awal tahun baru 2022. Pengawasan dan penindakan dilakukan di titik-titik pengawasan dan jembatan timbang atau Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) serentak di seluruh Indonesia.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi menjelaskan, dari data posko Nataru, pada tanggal 22 Desember hingga tanggal 25 Desember 2021, ada 166 unit kendaraan yang mengalami gangguan di Tol Jakarta-Cikampek, sebagian besar yang mengalami gangguan tersebut adalah truk yang terindikasi ODOL.

Konsisten Melakukan Penindakan

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno sepakat dengan penindakan terhadap truk ODOL. Tapi ia berharap penindakan tidak hanya dilakukan hanya menjelang liburan Nataru 2021 saja, tetapi juga periode sepanjang tahun 2022 harus terus dilakukan hingga benar-benar per tanggal 1 Januari 2023 terjadi zero ODOL di jalanan seluruh Indonesia.

Selain masih banyak lalu lalangnya truk ODOLyang menganggu dan mengancam keselamatan pengguna jalan lainnya, truk tersebut juga merusak infrastruktur jalan. “Tak hanya berkaitan dalam hal keselamatan, tetapi juga banyak infrastruktur jalan yang rusak akibat dilalui truk ODOL yang berujung pada terkurasnya uang negara – APBN/APBD,” ujar Djoko.

Beban Jalan Darat Kian Berat

Dari Data Statistik Perhubungan saat perekonomian nasional dalam kodisi normal – pra pandemi Covid-19 (2018/2019), angkutan barang mayoritas masih menggunakan truk lantaran memiliki aksesibilitas, cepat, dan responsif.

Distribusi angkutan barang berdasarkan moda di Indonesia, tercatat sebagai berikut: menggunakan angkutan jalan darat (truk) 91 persen, kemudian, angkutan laut (kapal barang) 7 persen, angkutan penyeberangan (feri) 1 persen, kereta api 0,75 persen, angkutan udara (pesawat) < 0,5 persen, dan sisanya angkutan lain 1 persen.

Memang bagi pengusaha pabrikan, pendistribusian produk di dalam negeri akan menghemat biaya operasional dengan menggunakan truk ODOL, namun pemaksaan menggunakan truk ODOL tersebut sebenarnya juga dapat mempersingkat umur kendaraan.

Langkah Menuju Zero ODOL

Terkait persiapan jelang zero ODOL, Dirjen Budi menjelaskan, ada empat tahap strategi yang bakal diajukan untuk menuntaskan masalah truk ODOL ini, yaitu melakukan edukasi dengan cara preventif; melakukan penegakan hukum; membangun terminal barang yang terintegrasi; dan pemberian insentif bagi angkutan barang.

Selanjutnya, masalah komitmen dan edukasi dilakukan melalui normalisasi kendaraan ODOL dengan jangka waktu satu tahun bagi angkutan tangki dan enam bulan bagi kendaraan umum. Sedangkan untuk insentif, ada tiga cara yang dilakukan, yakni subsidi tarif angkutan barang, pengurangan pajak untuk angkutan barang, serta kemudahan dalam berusaha.

Tahap berikutnya, lanjut Dirjen Budi, seperti yang dilakukan pada masa Nataru 2021, penegakan hukum guna menciptakan komitmen zero ODOL.

Direktur Sarana Transportasi Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, M. Risal Wasal menambahkan, untuk melakukan pengawasan dan penindakan truk ODOL, pada truk kontainer –Ditjen Hubdat mengacu empat poin aturan IMO, yaitu diawali dengan pembentukan satgas (task force) normalisasi, penyidikan dan penuntutan bagi oknum yang masih melanggar ketentuan, tilang dan penurunan barang, serta penundaan perjalanan.

Bahkan, tegas Risal, pihaknya sudah mengembangkan upaya-upaya lain dalam memberantas peredaran truk ODOL seperti menerapkan sistem tilang elektronik dan weight in motion.

“Penimbangan beban kendaraan dengan mengembangkan sistem informasi jembatan timbang online yang sudah berjalan di 42 titik serta membekukan izin rancang bangun dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) bagi perusahaan karoseri yang memproduksi kendaraan ODOL,” tegas Risal.

Selain itu Risal menambahkan, juga akan dilakukan pemotongan dan penandaan ODOL, bahkan ke depan akan meminta produsen ban dan sasis untuk tak lagi memproduksi produk yang berpotensi kuat atau sanggup membawa beban di luar dari regulasi yang akan ditetapkan.

“Kami minta produsen tak membuat produk yang material atau sasisnya berpotensi kuat untuk membawa barang melebihi regulasi yang berlaku, termasuk produsen pembuat ban agar tak memproduksi lagi ban yang kesannya kuat untuk menahan beban,” kata Risal.

Pada pelaksanaan tahapan tersebut menuju zero ODOL, semua pihak yang terkait keberadaan truk ODOL di jalan harus dilibatkan. Jangan sampai upaya itu kandas di tengah jalan.

Cegah Penumpukan Arus Kendaraan Tahun Baru

Terkait dengan arus kendaraan selama Natal, lanjut Dirjen Budi, arus keluar kendaraan di Jabodetabek terjadi di jalan tol pada tanggal 17 Desember 2021 dan di jalan arteri pada 18 Desember 2021. Dari data Posko Nataru, peningkatan arus mudik keluar Jabodetabek terjadi pada 17 Desember 2021. Di jalan tol, tercatat 181.865 kendaraan sedangkan di jalan non tol sejumlah 137.670 kendaraan. Di jalan non tol terjadi peningkatan volume lalu lintas, menurut perkiraan Dirjen Budi, karena masyarakat masih ragu terhadap kebijakan ganjil genap di jalan tol.

Kendaraan yang keluar Jabodetabek pada periode 17 Desember hingga 26 Desember sebanyak 1.552.923 kendaraan, melalui 4 Gerbang Tol (GT) utama, yaitu di GT Cikupa, GT Ciawi, GT Cikampek Utama, GT Kalihurip. Sementara jumlah kendaraan yang masuk Jabodetabek melalui ke 4 gerbang tol pada periode yang sama tercatat sebanyak 1.509.542 kendaraan. Hingga per 26 Desember 2021, ada sejumlah 43.381 kendaraan yang belum kembali ke Jabodetabek pada periode 17 s/d 26 Desember 2021.

“Hal ini harus diantisipasi agar tidak terjadi penumpukan arus kendaraan kembali menuju Jakarta, sehingga menimbulkan kemacetan di jalan umum/masuk gerbang tol menuju Jakarta. Untuk mencegahnya, Dirjen Budi menyarankan perlunya penerapan manajemen operasional lalu lintas di jalan tol yang lebih awal, salah satunya dengan rekomendasi penerapan pengalihan arus lalu lintas angkutan barang/logistik.

Adapun rekomendasi penanganan arus lalu lintas bagi angkutan barang yaitu dengan pengalihan dari jalan tol ke jalan arteri dengan jadwal sebagai berikut:

- Arah ke Timur 30 Desember 2021 Pukul 12.00 - 1 Januari 2022 Pukul 12.00 WIB

- Arah ke Barat 2 Januari 2022 Pukul 12.00 - 3 Januari 2022 Pukul 12.00 WIB.

Rekomendasi Arus Lalu Lintas bagi Angkutan Barang ini lanjut Dirjen Budi masih akan dibahas sembari memantau indikator kinerja lalu lintas. Sejauh ini, lanjutnya, himbauan terkait pengalihan arus lalu lintas mobil barang masih cukup efektif. Hal ini terbukti dengan penurunan jumlah kendaraan truk yang menyeberang di Pelabuhan Merak – Bakauheni sebesar 19 persen dibandingkan masa normal.

Menurut Dirjen Budi, pihaknya telah menjalin koordinasi untuk memperkuat posko pelayanan, meningkatkan monitoring di jalan tol dan jalan arteri, serta pengaturan rest area agar tidak terjadi penumpukan dan antrian kendaraan. (IS/AS/HG/ME/HS)