JAKARTA – Untuk mempercepat pembangunan pemukiman rumah umum khususnya kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan rumah komersial, Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 46 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.
Analisis Dampak Lalu Lintas merupakan kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, pemukiman, dan infrastruktur lainnya. Analisis ini wajib dilakukan oleh pengembang atau pembangun untuk setiap rencana pembangunan, baik pembangunan baru maupun pengembangan yang dapat menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Hemi Pamuraharjo mengatakan, kriteria ukuran minimal bagi rencana pembangunan yang wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas berbeda-beda, sesuai dengan jenis pembangunan itu sendiri. "Misalnya untuk fasilitas pendidikan, ukuran yang digunakan adalah jumlah siswa yang mampu ditampung dalam satuan waktu tertentu. Berbeda lagi dengan kriteria rencana pembangunan perumahan dan permukiman yang dihitung berdasarkan jumlah unit. Sementara untuk fasilitas pelayanan umum seperti rumah sakit, ukuran yang digunakan adalah jumlah tempat tidur," kata Hemi.
Dalam melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas, lanjut Hemi, pengembang atau pembangun harus menunjuk lembaga konsultan yang memiliki tenaga ahli bersertifikat. Dokumen hasil tersebut paling sedikit harus memuat 11 kajian, diantaranya perencanaan dan metodologi analisis dampak lalu lintas, analisis kondisi lalu lintas dan angkutan jalan saat ini, analisis distribusi perjalanan, analisis pemilihan moda, rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak, dan lain sebagainya.
"Dokumen hasil analisis dampak lalu lintas ini akan dinilai serta dievaluasi oleh Tim Evaluasi yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, bupati, atau walikota sesuai dengan kewenangnya. Bila telah memenuhi persyaratan, maka hasil analisis analisis tersebut akan diajukan ke Menteri, gubernur, bupati, atau walikota untuk memperoleh persetujuan," ujarnya
Bila dalam peraturan sebelumnya persetujuan tersebut diberikan dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak diterimanya dokumen, maka dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 46 Tahun 2016, persetujuan diberikan dalam jangka waktu paling lama tiga hari kerja untuk pembangunan perumahan bagi MBR dan 15 hari kerja untuk perumahan menengah atas, rumah susun, apartemen, ruko, serta pembangunan pusat kegiatan dan infrastruktur.
Hal ini sesuai dengan fokus kerja Kementerian Perhubungan untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan tata kelola regulasi. Selain itu juga untuk memenuhi amanat Presiden RI Joko Widodo yang menginginkan adanya percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional untuk kepentingan umum dan kemanfaatan umum, seperti yang dituangkan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. (DES/BU/SR/HP)