(Jakarta, 7/3/2013) Kementerian Perhubungan dan tiga pemerintah kota (pemkot) terpilih, antara lain: Pemkot Medan, Pemkot Batam dan Pemkot Manado secara resmi menandatangani kesepakatan bersama "Pilot Project Indonesia Sustainable Urban Transport Initiative" (Indo Sutri) atau "Proyek Percontohan Inisiatif Transportasi Perkotaan Indonesia Yang Berkelanjutan" pada Kamis, 7 Maret 2013 di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Terpilihnya tiga pemkot sebagai kota percontohan dengan transportasi perkotaan yang berkelanjutan tersebut telah melalui proses seleksi yang dilakukan Kementerian Perhubungan yang bekerjasama dengan Pemerintah Jerman melalui lembaga Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan telah ditetapkan Menteri Perhubungan melalui surat No. KP. 30 Tahun 2013 tentang Penetapan Pemerintah Kota sebagai Pilot Project Indo Sutri.

Kriteria pemilihan kota percontohan tersebut salah satunya didasari oleh sejauh mana keberpihakan pemerintah kota setempat terhadap kebijakan transportasi massal. Sedangkan kriteria lainnya antara lain: dari sisi anggaran  memadai untuk pengembangan angkutan umum, memiliki perencanaan transportasi daerah yang sejalan dengan transportasi nasional dan belum memiliki dukungan dari Internasional.

Sistem transportasi yang berkelanjutan merupakan program yang dicanangkan Internasional melalui kesepakatan Bali Action Plan pada Conference of Parties United Nations Climate Change Convention (COP UNFCCC) ke-13 di Bali, Desember 2007, yang ditindaklanjuti oleh Presiden RI dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Rencana aksi tersebut telah didaftarkan kepada pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Framework on Climate Change Convention (UNFCCC) dengan judul “Sustainable Urban Transport Initiative”. Untuk percontohannya, maka dipilihlah tiga kota sebagai percontohan (Medan, Batam, dan Manado).

Pelaksanaan proyek percontohan merupakan upaya bersama untuk menciptakan sistem transportasi yang berkelanjutan sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan transportasi yang lebih baik bagi masyarakat. Lebih baik disini dalam artian tidak hanya bagaimana membangun transportasi perkotaan yang aman, nyaman dan terintegrasi, tetapi juga memerhatikan faktor ramah lingkungan dalam rangka mengurangi emisi karbon dioksida dan efek gas rumah kaca.

Sebagaimana diketahui, sektor transportasi merupakan sektor yang mengkonsumsi bahan bakar kedua terbesar di Indonesia sebesar 31% dari total konsumsi bahan bakar nasional  pada tahun 2010,  dan diperkirakan pertumbuhan konsumsi bahan bakar akan terus meningkat sebesar 3,1% setiap tahunnya.

Implikasi negatif dari peningkatan konsumsi bahan bakar adalah semakin tingginya kontribusi sektor transportasi terhadap emisi yang dihasilkan dari kegiatan transportasi. Sektor transportasi menghasilkan emisi sebesar 68 Juta Ton CO2 equivalent (MtCO2-eq) pada tahun 2005 atau sebesar 23% dari emisi yang dihasilkan oleh sektor energi. Kontributor terbesar dari emisi transportasi ini adalah sektor transportasi darat sebesar 89%, disusul oleh transportasi laut sebesar 6%, transportasi udara 4%, dan kereta api sebesar 1% (Mc Kinsey, 2007). 

Isu emisi Gas Rumah Kaca tersebut tentunya berkaitan erat  dan tidak bisa dipisahkan dari perubahan iklim yang melanda wilayah kita dewasa ini (seperti : banjir, tanah longsor, badai, dsb) dimana hal tersebut memberikan dampak buruk terhadap pelayanan sektor transportasi. Dampak negatif tersebut, tentunya perlu mendapat perhatian seksama dalam merumuskan kebijakan dan langkah yang tepat untuk pengendalian emisi dari sektor transportasi. (RDH)