BOGOR – Guna menarik investasi yang lebih besar, Kementerian Perhubungan mempertimbangkan dan mengusulkan untuk membuka Atase Perhubungan di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Tiongkok dinilai memiliki nilai strategis yang sangat besar karena ekonominya sedang bangkit serta dapat dianggap sebagai calon investor yang potensial bagi Indonesia.
“Peran Atase Perhubungan salah satunya adalah bagaimana agar bisa menggaet investasi di bidang transportasi ke Indonesia,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo saat menjadi pembicara pada acara Forum Koordinasi Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri di Bogor (27/3).
Pria yang sehari-harinya disapa Jojo ini ini mengatakan saat ini usulan pembukaan Atase Perhubungan di RRT sedang dalam pembicaraan antara Kemenhub, Kementerian PAN RB dan Kementerian Luar Negeri.
Lebih lanjut Jojo mengatakan bahwa dalam hal hubungan antar negara, Indonesia tidak boleh hanya berkiblat ke negara-negara maju seperti di Amerika dan Eropa saja, namun harus dilihat juga negara-negara yang berpotensi untuk menguntungkan Indonesia.
“Amerika dan Eropa belum tentu menjadi prioritas. Yang paling banyak memberikan keuntungan kepada Indonesia itu yang harusnya menjadi prioritas. Kalau memang India atau Afrika lebih menguntungkan dari sisi ekonomi nasional itu yang nomor 1 (prioritas). Jadi paradigmanya harus berubah,” ujarnya.
Saat ini Indonesia sedang menggenjot pembangunan infrastruktur untuk menunjang perkeonomian nasional. Oleh karenanya Indonesia terus mendorong investasi, sebab kebutuhan investasi untuk infrastruktur di luar pembangunan jalan saja membutuhkan dana Rp. 1.283 triliun, sedangkan kemampuan pemerintah (APBN dan APBD) hanya Rp. 491 triliun atau hanya 30 persen, sehingga 70 persen lagi itu non dana pemerintah.
“Ini yang harus ada pemikiran creative financing, jadi ini kita harus mengundang investasi baik BUMN, BUMD maupun swasta (nasional atau asing),” sebut Jojo.
Namun perlu digarisbawahi, kalau untuk infrastruktur dasar termasuk transportasi publik, ini tidak berarti kalau asing berinvestasi di bidang transportasi publik, maka asetnya itu dikuasai asing. Karena menurut Jojo pendekatannya adalah konsesi.
“Contonya saja Amerika yang liberal, bandara dan pelabuhannya itu dikuasai oleh negara, tidak ada yang oleh asing,” kata Jojo.
Agar investasi ini terwujud, maka Kemenhub terus mendorong kemudahan berusaha. Saat ini posisi Indonesia sudah menduduki posisi 72 dalam hal kemudahan berusaha untuk persaingan global. Posisi ini menandakan bahwa Indonesia telah naik puluhan peringkat. Tapi Presiden menargetkan tahun 2019, Indonesia harus berada di posisi 40.
“Maka setiap Kementerian harus melihat aturan-aturan yang menghambat investasi, untuk dilakukan deregulasi,” ucap Jojo.
Di Kemenhub sendiri telah ada aturan-aturan yang dideregulasi. Rinciannya ada 11 perizinan bidang transportasi yang telah dihapus, juga ada proses perizinan yang dipermudah antar lain mempercepat waktu penerbitan izin (23 perizinan), memperpanjang masa berlaku (11 perizinan), mempermudah proses persyaratan perizinan (27 perizinan), mengurangi biaya perizinan (1 perizinan), mengurangi nilai persyaratan permodalan (10 perizinan), menggabungkan izin (23 perizinan) pendelegasian wewenang (4 perizinan). Juga ada pendelegasian perizinan kepada BKPM sebanyak 13 perizinan.
Sedangkan di tahun 2018, Kemenhub telah memprogram deregulasi yaitu menghapus perizinan sebanyak 8 perizinan, penyederhanaan perizinan (32 izin), melimpahkan kepada BKPM (11 perizinan) serta menyusun program percepatan berdasarkan Perpres 91 tahun 2017 melalui sistem checklist sebanyak 24 perizinan dan sistem Online Single Submissin (OSS) sebanyak 37 perizinan. (HH/TH/LP/BI)