(Jakarta, 11/12/2013) Pemerintah akui masih alami kesulitan menarik investor guna membiayai pembangunan di sektor transportasi. Selama ini pembangunan sarana dan prasarana transportasi sebagian besar bersumber dari dana pemerintah dan perusahaan BUMN. “Reformasi kebijakan yang menjadi aspek fundamental agar swasta dapat terlibat dalam pembangunan transportasi sebenarnya telah selesai dilaksanakan Kementerian Perhubungan secara tuntas. Namun hal ini belum cukup mampu untuk mendorong swasta masuk,’’ kata Menteri Perhubungan EE Mangindaan pada acara jumpa pers akhir tahun 2013  di Jakarta, Rabu (11/12).

Menhub menambahkan, karena Kementerian Perhubungan masih sulit menarik sektor swasta untuk membiayai pembangunan di sektor transportasi, hingga saat ini masih masih terus dilaksanakan strategi dan langkah-langkah lain yang dikoordinasikan secara bersama dengan instansi lain seperti Bappenas, Kantor Menko Perekonomian dan Kementerian Keuangan.

Perkembangan terakhir di tahun 2013 untuk skema KPS di sektor perhubungan tercatat 2 buah proyek yang saat ini sedang proses lelang, yaitu pembangunan terminal dan dermaga untuk kapal pesiar di Tanah Ampo Karang Asem, Bali serta pengembangan sistem transportasi kereta api khusus batubara di Kalimantan Tengah.

Seperti kita ketahui bersama, sejak tahun 2011 Pemerintah telah pula menyusun kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).  Dalam konteks sistem perencanaan pembangunan nasional, kebijakan MP3EI merupakan dokumen yang bersifat melengkapi dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).  Dengan demikian maka proses perencanaan dan pembangunan sektor transportasi sebagai bagian dari pembangunan nasional, juga harus dilakukan dengan merujuk kebijakan MP3EI.

Peran sektor transportasi dalam MP3EI adalah ikut mendorong terciptanya konektifitas baik intra wilayah maupun antar wilayah dengan tujuan menghubungkan pusat-pusat ekonomi utama dalam setiap koridor dan antar koridor. Oleh karena itu Kementerian Perhubungan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan transportasi, juga berupaya agar program-program yang dijalankan secara langsung mendukung ke pencapaian tujuan kebijakan MP3EI.

Permasalahan yang dihadapi mungkin terletak pada bagaimana agar program-program kerja di sektor transportasi yang berada pada koridor-koridor percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, dapat dilakukan dengan cara yang lebih optimal.
Jika hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN maka upaya untuk pembangunan sektor perhubungan yang optimal sesuai dengan MP3EI sulit akan tercapat karena keterbatasan kemampuan pembiayaan oleh Pemerintah.

Oleh karena itu Pemerintah telah pula mengupayakan keterlibatan swasta untuk ikut dalam pembangunan sektor perhubungan khususnya  terkait dengan MP3EI, diantaranya melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah – Swasta (KPS) atau yang sering pula disebut Public Private Partnership (PPP). Melalui KPS ini Pemerintah menawarkan berbagai proyek yang bersifat Cost Recovery Project kepada para investor swasta untuk terlibat dalam pendanaan di dalamnya.

Karena keterlibatan pihak swasta masih minim, maka pemerintah pusat dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lah yang kemudian melakukan pembangunan sarana dan prasara di sektor transportasi ini.

Dengan berbagai keterbatn asan yang dihadapi, Kementerian Perhubungan terus berusaha agar anggaran yang diterima benar-benar optimal untuk penyelenggaraan perhubungan sesuai dengan yang telah direncanakan. Di sisi lain terus mendorong pihak swasta agar berperan aktif  dalam pembangunan sarana dan prasarana. (JO)