(Jakarta, 15/06/2011) BP Migas diminta untuk bekerjasama dengan perusahaan pelayaran nasional dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai maupun dalam pengangkutan hasil-hasilnya. Setidaknya memberikan ruang bagi pengusaha pelayaran nasional untuk bisa ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut.
Menteri Perhubungan Freddy Numberi pada acara Sosialisasi Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Perhubungan No 28 Tahun 2011 mengatakan, potensi sumber daya minyak dan gas yang terkandung di bumi pertiwi ini begitu besar. Hanya saja karena keterbatasan kemampuan yang kita miliki, sumber daya yang ada itu justru di nikmati oleh perusahaan-perusahaan asing.
Sudah banyak sekali contohnya, dimana hasil bumi yang terkandung di bumi pertiwi ini dinikmati oleh perusahaan-perusahaan raksasa dunia sementara masyarakat dan pengusaha nasional hanya jadi penonton saja. ‘’Sudah saatnya kita menjadi pemain, dan menikmati seluruh hasil-hasilnya,” kata Menteri Perhubungan.
Terkait dengan eksporasi lepas pantai yang menimbulkan polemik, Menteri Perhubungan mengatakan banyak sekali komentar-komentar yang berwawasan sempit dengan kepentingan yang juga sangat sempit. Padahal Indonesia membutuhkan spirit yang harmoni dalam koridor kerjasama yang saling menunjang dan menguntungkan.
Bahwa ada ketidakmampuan perusahaan pelayaran nasional kita dalam menyediakan kapal-kapal eksplorasi minyak dan gas lepas pantai harus kita akui. Tapi bukan berarti pengusaha nasional tidak bisa melakukan apa-apa dan tidak kebagian apa-apa dalam proyek tersebut. ‘’Kapan perusahaan pelayaran nasional mampu, berikan sepenuhnya kepada mereka, tapi jika tidak mampu, kita lihat, apakah ada ruang atau peluang untuk dikerjasamakan,’’ harap Freddy.
Karena dalam peraturan pemerintah sudah sangat jelas, yaitu mengakomodasi kepentingan untuk sektor migas tapi juga memberi kesempatan kepada perusahaan pelayaran nasional. Oleh karenannya armada pelayaran nasional harus bisa menterjemahkan dengan cermat, dimana mereka bisa bermain untuk mendapatkan peluang tersebut.
Dukungan perbankan juga sangat penting, agar perusahaan pelayaran nasional bisa memiliki kapal-kapal yang selama ini kebutuhannya di penuhi oleh perusahaan pelayaran internasional. Nah dalam konteks ini, BP Migas juga harus dapat memberikan road map yang jelas, dalam bentuk kontrak-kontrak yang jelas.
Disamping itu, perusahaan pelayaran nasional juga jangan hanya berharap banyak dari kontrak-kontrak yang diberikan oleh BP Migas, melainkan harus juga melihat pasar global. Kalau perusahaan pelayaran nasional kita sudah memiliki kapal-kapal canggih yang selama ini dimiliki perusahaan multinasional, kita bisa memanfatkan momentum kerjasama regional Asean, yaitu dengan melakukan kontrak-kontrak dengan negara-negara di kawasan Asean.
Karena kalau hanya dapat kontrak yang jangka pendek, sangat tidak efisiensi, dan itu akan sangat merugikan karena biasa perawatan kapal ini sangat mahal.
‘’Manfaatkan spirit Asean. Dengan menggarapa pasar Asean saja, saya kira potensinya cukup besar. Buktinya kapal-kapal Asing bisa hidup dengan menggarap pasar-pasar di kawasan ini,’’ ujar Menhub.
Menhub mentargetkan dalam 3 tahun ke depan, pengusaha pelayaran nasional kita harus sudah memiliki setidaknya satu jenis kapal yang selama ini masih dioperasikan oleh perusahaahn pelayaran asing. ‘’Saya ingin itu di realisasikan,’’ pintanya.
Sementara itu Dirktur Jenderal (Dirjen) Migas Kementerian ESDM Evita Legowo mengungkapkan sejak berlakunya azas cabotage pada tahun 2005, telah terjadi peningkatan jumlah armada niaga nasional berbendera Indonesia yakni mencapai 3.904 unit atau 64,6 persen.
Berlakunya azas cabotage lanjut Evita sudah sejalan dengan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha migas, yaitu mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional. ‘’Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan penggunaan barang dan jasa nasional disektor migas hingga 91 persen,’’ harapnya.
Pada industri hulu saat ini masih banyak menggunakan kapal asing, seperti untuk survei masih menggunakan 7 kapal asing, pengeboran 18 kapal asing, konstruksi 83 kapal asing, dan untuk penunjang operasi menggunakan 24 kapal asing. Sementara untuk industri hilir penggunaan kapal asing bisa dikatakan sudah hampir tidak ada. "Untuk industri hilir, pada tahun 2010 kapal asing sudah tidak ada lagi, karena industri hilir tidak complicated," jelasnya.
Untuk mengurangi penggunaan kapal asing, Evita menyatakan perlunya dukungan semua pihak termasuk pihak swasta. "Kami percaya tanpa dukungan semua pihak hal ini tidak bisa tercapai," tandas Evita. (PR)