(Jakarta, 21/07/09) Undang Undang No 22/2009 yang merupakan penyempurnakan UU No.14 tahun 1992, tentang Lalu-lintas Angkutan Jalan menyebutkan instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lalu lintas angkutan jalan (LLAJ) tidak lagi sentralistik di Departemen Perhubungan namun bersifat kolektif pada beberapa instansi.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Suripno Direktur Keselamatan Transportasi Darat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan pada acara press background tentang Undang-Undang No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang digelar Pusat Komunikasi Publik Dephub, Selasa (21/7) ”Lalu lintas dan angkutan jalan dipandang sebagai satu kesatuan sistem, di mana tanggung jawabnya bersifat kolektif. Tidak lagi seperti dulu, sentralistik dan hanya Menhub menjadi penanggung jawab tunggal baik teknis maupun kebijakan. Untuk pembinaan, sekarang, beberapa kementrian termasuk Polri memiliki porsi tanggung jawab,” tuturnya.
Menurut Suripno, UU LLAJ yang baru ini lebih terintegrasi soal manajemen trafik, transportasi dan pengawasan. Dalam UU tersebut dijelaskan secara detail dan rinci tentang pemisahan kewenangan, pengelolaan lalu lintas, serta manajemen transportasi. Pada Bab IV dan Bab V tentang Pembinaan dan Penyelenggaraan dijelaskan, pelaksanaan pembinaan dan penyelenggaran lalu lintas angkutan jalan yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, dilaksanakan oleh pemerintah melalui lima institusi pemerintah.
Antara lain untuk urusan di bidang jalan, UU menunjuk Menteri bidang Pekerjaan Umum sebagai penanggung jawab, Menhub urusan di bidang sarana dan prasarana LLAJ, Menteri Perindustrian untuk urusan terkait pengembangan industri, Menristek untuk hal-hal terkait pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan, serta Polri untuk bidang registrasi dan identifikasi kendaraan motor dan oengemudi, penegakkan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas serta pendidikan berlalu lintas.
Namun, pada Bab XI tentang Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ditegaskan, Polri memiliki tanggung jawab mutlak terhadap semua hal tentang keamanan lalu lintas dan angkutan jalan. ”Sedangkan hal-hal yang terkait keselamatan, tanggung jawabnya multistakeholders,” jelas Suripno. Suripno mengatakan, UU LLAJ merupakan UU yang unik dan baru ada untuk kali pertama di Indonesia. ”Saya belum pernah melihat UU yang mengatur segala hal sangat detail, terperinci dan menyeluruh seperti ini,” jelasnya.
Preservasi Jalan Harus Untuk Pemeliharaan Jalan
Sementara itu Suripno juga menjelaskan bahwa UU No 22/2009 ini juga mengatur tentang pungutan (preservasi jalan) yang selama ini sering dikenakan oleh pemerintah daerah sebagai retribusi jalan. Menurut Suripno sesuai ketentuan UU NO 22/2009 preservasi jalan sepenuhnya harus dimanfaatkan untuk perawatan dan pemeliharaan jalan.
Pemerintah daerah kata Suripno tidak diperkenankan lagi melakukan preservasi jalan (pungutan) melalui sistem retribusi dan sejenisnya, jika penggunaan dari dana yang diperoleh tersebut tidak terkait upaya perawatan dan pemeliharaan jalan.
”Kalau benar-benar dana hasil pungutan dari jalan itu tidak sesuai penggunaannya, bukan cuma dihentikan izin untuk menarik pungutan itu. Pemda yang bersangkutan bisa dilarang sama sekali untuk melakukannya. Itu sanksinya. Jadi, dana yang diambil dari jalan harus dikembalikan lagi ke jalan,” papar Suripno.
Ketentuan tentang dana preservasi jalan yang diatur dalam Bab VI tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut, menurut Suripno, merupakan hal baru yang tidak pernah disinggung UU lalu lintas sebelumnya, yaitu UU No. 14/1992. ”Aturan pelaksanaannya untuk tingkat daerah sudah ada. Tetapi untuk jalan nasional belum ada, masih dalam pengkajian untuk mencari konsep pelaksanaan yang tepat,” lanjut dia.
UU LLAJ yang disahkan pada 22 Juni 2009 lalu itu mewajibkan pengutipan dana partisipasi dari pengguna jalan. Partisipasi dari pengguna jalan nantinya dipakai untuk memperbaiki jalan dari kerusakan. Untuk jalan tingkat nasional, lembaga preservasi jalan nantinya akan berada di bawah Departemen Pekerjaan Umum (PU).
Menhub Jusman Syafii Djamal beberapa waktu sebelumnya mengatakan, perbaikan jalan diharapkan berasal dari pengguna jalan yang memiliki derajat pengrusakan jalan paling besar. Dana yang dikumpulkan lembaga preservasi tersebut akan menjadi bagian dan terdaftar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan dialokasikan untuk pebaikan dan perawatan jalan.
Lembaga preservasi itu juga mengatur mengenai pemungutan dana dari jembatan timbang dan terminal. "Jembatan timbang dan terminal akan jadi bagian dana preservasi jalan di bawah Departemen Perhubungan," ujar Menhub. (DIP/BRD)