(Jakarta, 1/2/2010) Menteri Perhubungan Freddy Numberi menegaskan bahwa pelaksanaan program 100 hari Kementerian Perhubungan dilakukan guna meletakkan dasar-dasar bagi pelayanan transportasi yang lebih baik ke depan. “Saya bersyukur sebelumnya pembangunan transportasi (sejauh ini) sudah berjalan, yang masih perlu dilakukan adalah bagaimana agar pelayanan dapat terus meningkat,” jelas Menhub.
Penegasan tersebut disampaikan Menteri Perhubungan Minggu petang 31/1/2010 pada saat acara talkhsow berita yang diselenggarakan Stasiun Televisi TV One di Stasiun kereta Api Gambir Jakarta. Lebih lanjut Menhub menjelaskan bahwa dalam seratus hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini, Kementerian Perhubungan telah menyelesaikan cetak biru sistem transportasi multimoda, meletakkan dasar-dasar peningkatan keterhubungan antar wilayah, peningkatan pelayanan seperti pengoperasian pelabuhan utama selama 24 jam di transportasi laut, serta penyelesaian penggantian dan penambahan sarana kereta api di jalur-jalur tertentu.
Acara talkshow tersebut melibatkan penanggap diantaranya Akbar Faisal anggota Komisi V DPR RI serta pengamat dan pemerhati transportasi yaitu Dharmaningtyas (Institut Studi Transportasi) dan Milatia Kusuma Moe’min (Institution for Transportatioan and Development Policy). Tidak seperti biasanya acara talkshow semacam yang diadakan di studio atau di dalam ruangan pertemuan, acara talkshow ini diselenggarakan langsung di pusat keramaian yang menjadi salah satu topik pembicaraan yaitu stasiun kereta api. Bahkan talkshow ini diawali langsung dengan peninjauan ke dalam kereta yang sedang tiba dan akan berangkat dimana Menhub secara live langsung diminta berdialog dengan penumpang untuk mengetahui respon penumpang terhadap pelayanan yang diberikan.
Secara umum penumpang yang ditemui menyatakan bahwa pelayanan sudah cukup baik, beberapa hal yang dirasa masih perlu mendapatkan perhatian adalah kebersihan toilet, juga kebesihan stasiun. Seorang penumpang mengungkapkan bahwa di masa-masa tertentu seperti angkutan lebaran ketepatan waktu perjalanan kereta api sering tidak akurat. Menhub menanggapi hal tersebut dengan serius dan bahkan meminta kepada para penumpang dan masyarakat untuk tidak segan-segan melontarkan kritik terhadap pelayanan transportasi. “Kita akan terus upayakan (pelayanan) menjadi lebih baik,” tegas Menhub kepada para penumpang yang ditemui.
Sementara itu Akbar Faisal anggota Komisi V DPR RI menyatakan bahwa pihaknya sebenarnya menginginkan masa kerja 100 hari tidak dilaksanakan semata untuk meletakkan dasar, tetapi harusnya sudah merupakan langkah lanjut untuk meningkatkan pelayanan lebih baik. “Namun saya memahami permasalahan transportasi atau perhubungan ini permasalahan lintas sektor, Kementerian Perhubungan tidak dapat (mengatasi) sendiri,” kata Akbar. Secara khusus Akbar meminta Pemerintah menaruh perhatian terhadap penyelenggaraan angkutan massal. “Saya pengguna kereta api dari rumah ke kantor sehingga saya tahu persis kondisi angkutan kereta api ini, saya kira Pemerintah perlu percepatan soal ini (peningkatan pelayanan),” kata Akbar.
Hal senada diungkapkan Milatia Kusuma Moe’min (Institution for Transportation and Development Policy) yang menyatakan Kementerian Perhubungan tidak mungkin menyelesaikan permasalahan sendiri. “Transportasi itu trigger ekonomi, artinya semua sektor di dalam pemerintahan mempunyai kewajiban untuk mendukung agar Kementerian Perhubungan dapat memberikan pelayanan yang dikehendaki masyarakat,” ujar Milatia. Contoh dari hal ini selain transportasi jalan yang harus berkoordinasi dengan Kementerian PU dan Pemeritah Daerah Milatia menyebutkan adanya kebutuhan listrik dalam pelayanan KRL Jabodetabek yang mempunyai keterkaitan dengan ESDM. “Ada baiknya Pemerintah memiliki satu koordinasi sendiri soal transportasi ini,” jelas Milatia.
Di lain sisi pengamat transportasi Dharmaningtyas menyoroti tentang pentingnya edukasi publik. “Jika secara teknis sejauh ini penyelenggaraan transportasi terselesaikan, nampaknya dari sisi edukasi publik masih perlu mendapatkan perhatian,” kata Dharmaningtyas. Contoh kasus yang masih sering ditemui Dharmaningtyas adalah masih rendahnya kesadaran penumpang pesawat untuk tidak menggunakan handphone selama berada di dalam pesawat. “Soal edukasi publik ini jika diabaikan akan mempengaruhi kinerja pelayanan dan keselamatan,” ujar Dharmaningtyas. (BRD)