JAKARTA – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan terdapat langkah konkret yang dapat diambil dalam upaya penegakan hukum terkait kecelakaan transportasi laut. “Mahkamah Pelayaran (Mahpel) harus lebih tangguh lagi untuk memberikan sanksi administratif secara lugas, jadi teman-teman di Mahkamah harus lebih lugas melakukan kegiatan-kegiatan itu, saya yakin Mahkamah punya peran yang besar untuk memberikan legitimasi baru bagi kemaritiman Indonesia”, jelas Menhub dalam pembukaan acara Workshop Mahkamah Pelayaran Tahun 2016 dengan tema “Perlunya Peradilan Maritim (Maritime Court) sebagai Upaya Penyelesaian Perbuatan Melawan Hukum di Bidang Kemaritiman Indonesia" di Kantor Kementerian Perhubungan, Senin (28/11).
Menhub mengatakan bahwa 88% kecelakaan laut disebabkan oleh human error, serta kelemahan dari Indonesia yang kurang memiliki disiplin. Oleh karena itu upaya law enforcement secara konsisten harus dilakukan dan harus memberikan tekanan-tekanan agar dapat mendapat cara baru untuk menyelesaikan masalah.
“Masih terdapat celah kelemahan menyangkut penyelesaian sengketa, kerugian yang menimbulkan seperti ganti rugi, klaim, hipotik, asuransi, klaim lain, pencemaran lingkungan dan berkaitan dengan kabel bawah laut perlu diselesaikan melalui Pengadilan Maritim atau Court Proceeding. Namun saat ini, Indonesia belum memiliki Pengadilan Maritim seperti yang terdapat di negara Anglo Saxon dan negara Continental”, jelas Menhub.
”Kita lengah kalau saya katakan bahwa dari tahun 1957, gedungnya cuma satu daerahnya banyak sekali dan ada kecelakaan 156 yang tidak ada tindak lanjutnya, jadi saya minta pada kita semua untuk auto kritik, mempertanyakan pada diri kita sendiri, apa yang sedang terjadi, apa yang kita perbuat, dan apa yang akan kita perbuat,” ujar Menhub.
Menhub menyatakan bahwa Mahkamah Pelayaran dapat bertransformasi menjadi Peradilan Maritim karena diakui secara historis kronologis istilah “Mahkamah” pada “Mahkamah Pelayaran” bukan pada ranah yuridis. Namun saat ini Mahkamah Pelayaran berada pada ranah eksekutif di bawah Kementerian Perhubungan.
“Saya minta ada suatu spirit, ada suatu semangat, ada satu keinginan untuk menjadikan maritim ini menjadi satu legacy bangsa, satu kebanggaan bangsa yang selama ini dinyatakan sirna perlahan-lahan” ujar Menhub.
Menhub menyampaikan peradilan maritim di Indonesia cukup relevan apabila dikaitkan dengan kecenderungan era dunia tanpa batas (borderless world) dan kompatibilitas sistem transportasi nasional untuk menghadapi tuntutan kompetisi yang semakin tinggi. Tuntutan kompatibiltas global menempatkan jaringan transportasi nasional berperan sebagai subsistem dari jaringan global dan regional, sehinggan standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar internasional.
Kehadiran Peradilan Maritim diharapkan memberikan harapan baru bagi upaya penyelesaian perbuatan melawan hukum pada sistem transportasi laut Indonesia. “Jadi dalam kehidupan perlu adanya reward dan punishment, sementara ini kita banyak memberikan punishment tetapi dibalik punishment itu kita akan memberikan reward kepada pemain-pemain pelayaran yang ada di Indonesia”, jelas Menhub.
Workshop ini mengundang 250 peserta yang terdiri dari pejabat di Kementerian Perhubungan, Kementerian Lembaga terkait seperti Bea Cukai, Bakamla, Polisi Airut, Para Akademisi, BUMN, Perwakilan Asosiasi Perusahaan Pelayaran, Perusahaan Asuransi, Para Direktur Sekolah Pelayaran di Lingkungan BPSDMP dan pemerhati maritim.
Dengan diadakannya workshop ini, Ketua Mahkamah Pelayaran mengharapkan adanya masukan yang komprenhesif dari narasumber dan peserta workshop guna tercapainya penegakan hukum kemaritiman di Indonesia serta pembentukan tim pembahasan harmonisasi antar Kementerian. (LF-RY/TH/BS/BSE)