(Batam, 11/04/2012) Dalam kerjasama Indonesia – Malaysia – Thailand (IMT-GT), terdapat lima koridor ekonomi connectivity dari 12 Flagship Programme di bidang Transportasi sebagai programs/projects unggulan. Kelima Economic Corridor (EC) Connectivity tersebut adalah perluasan Koridor Songkhla-Penang-Medan (Nakhon Si Thammarat-Phattalung-Songkhla-Yala-Pattani-Penang-Medan); Koridor Selat Malaka (meliputi sabuk pesisir barat – western coastal belt, dari Trang di selatan Thailand ke Melaka di Semenanjung Malaysia), Koridor Ekonomi Banda Aceh-Medan-Pekanbaru-Palembang (koridor jalan terbentang dari sisi selatan ke sisi utara di Pulau Sumatera); dan Koridor Ekonomi Dumai-Malaka (koridor maritim yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Semenanjung Malaysia); Ranong-Phuket-Aceh.
Berdasarkan diskusi yang berkembang dalam pembahasan updating status dari berbagai programs/projects dalam Implementation Blueprint 2012-2016, delegasi Malaysia mengungkapkan keinginannya untuk merubah salah satu Economic Corridor Connectivity tersebut, yaitu : Ro-ro ferry services to and from Indonesia and Malaka (Dumai-Malaka Economic Corridor Multimodal Transport Project), dari yang semula : Dumai (Indonesia) – Kuala Linggi, Malaka (Malaysia) menjadi Dumai (Indonesia) - Tanjung Beruas, Malaka (Malaysia). Berdasarkan keterangan delegasi Malaysia, perubahan ini dilakukan karena ketidaksesuaian spesifikasi teknis pelabuhan Kuala Linggi yang terlalu dangkal untuk disinggahi kapal ro-ro. Kondisi Pelabuhan Tanjung Beruas sendiri masih akan dilakukan study oleh Economic Research Institute for ASEAN (ERIA). Namun demikian meski terjadi perubahan dalam Economic Corridor Connectivity, karena masih berada di Kawasan Malaka, maka Indonesia tidak perlu melakukan perubahan terhadap SK Menteri Perhubungan Nomor 44 tahun 2009.
Demikian salah satu hasil pembahasan hari pertama dari Pertemuan ke-5 Kerjasama IMT-GT Working Group on Infrastructure and Transportation, yang berlangsung hari ini, Rabu (11/04) di I-Hotel, Batam, Kepulauan Riau. (RS)