(Jakarta, 4/8/2014) Kementerian Perhubungan akan mengkaji kenaikan tarif angkutan umum terkait kebijakan pemerintah pusat yang melakukan pembatasan penjualan bahan bakar bersubsidi jenis solar di SPBU. Kenaikan tarif angkutan umum diharapkan tidak melonjak tajam, sehingga masyarakat tidak terbebani atas kebijakan tersebut.

"Kami akan mengkaji lagi kenaikan tarif itu (Angkutan Umum). Perhitungan tarif itu kan diukur sesuai (Perbandingan Jarak) kilometer dan bahan bakar," kata EE Mangindaan, Menteri Perhubungan di sela-sela halal bihalal di kantornya Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Senin 4 Agustus 2014.

Menhub menghimbau kepada para pengusaha transportasi untuk tidak menaikan tarif angkutan terlalu tinggi. Menurutnya, kenaikan harga BBM Solar dari Rp 6.000 menjadi Rp 10.500 yang menyebabkan tarif transportasi umum naik tentu akan berpengaruh terhadap masyarakat.

"Itu pasti berpengaruh, tarif itu akan kami bicarakan lagi. Saya minta jangan terlalu tinggi naiknya," ujar Menhub.

Sebagaimana  diketahui setelah kebijakan pembatasan dilakukan di Jakarta per 1 Agustus 2014. Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan serupa di sejumlah daerah pada Senin 4 Agustus 2014 mulai pukul 18.00 WIB. Antaranya Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.


Pembatasan penjualan solar bersubsidi dilakukan karena stok jenis bahan bakar tersebut sudah menipis. Lewat kebijakan tersebut, pemerintah berharap konsumen yang selama ini membeli solar bersubsidi beralih membeli solar non-subsidi yaitu Pertamina Diesel Extra (DEX).

Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan solar dan premium bersubsidi melalui Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014. Sesuai surat edaran tersebut, penjualan solar bersubsidi tidak dilakukan di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus 2014.

Selanjutnya, mulai 4 Agustus 2014, penjualan solar bersubsidi di SPBU di wilayah tertentu di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi pukul 08.00-18.00 waktu setempat. Wilayah tertentu tersebut difokuskan kawasan industri, pertambangan, perkebunan, dan sekitar pelabuhan yang rawan penyalahgunaan solar bersubsidi.

Kemudian, mulai 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk lembaga penyalur nelayan juga akan dipotong 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 ton. Sedang, mulai 6 Agustus 2014, seluruh SPBU di jalan tol tidak menjual premium bersubsidi dan hanya menyediakan pertamax.

Kebijakan pembatasan tersebut dikeluarkan agar kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kiloliter bisa cukup sampai dengan akhir 2014.(BN)