JAKARTA – Kementerian Perhubungan terus berupaya mempercepat penyerapan anggaran hingga akhir tahun 2015. Hingga triwulan tahun ini (hingga maret), penyerapan anggaran masih sekitar 10 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Perubahan (APBNP) Kemenhub. Demikian disampaikan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan kepada media di Kantor Kemenhub Jakarta, Rabu (22/4).
“Secara keseluruhan, penggunaan APBNP dari Kemenhub itu sampai akhir maret 2015, kira-kira sekitar 10 persen, dari total 65 T (anggaran APBNP Kemenhub 2015-red)” jelas Menhub Jonan.
Namun demikian percepatan penyerapan anggaran yang dilakukan, lanjut Jonan, tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, transparan dan menghindari adanya penyimpangan-penyimpangan dalam proses pengadaan atau pembangunan infrasturktur perhubungan.
“Kami akan coba percepat dan menyederhanakan prosedur internal untuk proses pengadaan barang dan jasa dengan memanfaatkan sistem dari LKPP maupun sistem tender yang ada namun tetap sesuai peraturan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa kendala sekaligus tantangan yang dihadapi dalam upaya percepatan penyerapan anggaran. Menurutnya, dalam hal membangun prasarana transportasi seperti membangun pelabuhan dan bandara yang pertama dilakukan adalah menyiapkan rencana induk atau masterplannya dan Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Keduanya bisa berdampak hukum. Kalau itu ditinggal demi penyerapan yang tinggi saya kira bahaya. Nanti pelaksananya bisa hadapi masalah hukum dikemudian hari,” terangnya.
Selain itu, kendala lainnya adalah DIPA APBNP yang baru turun pada bulan ini menjadi salah satu faktor juga.
Lebih lanjut, Menhub menjelaskan, bahwa membangun pelabuhan atau bandara pengerjaannya dilakukan secara multiyears (tahun jamak), tidak bisa dalam setahun selesai, kecuali membangun airstrip (bandara perintis-red) yang dalam setahun bisa selesai.
Menanggapi pertanyaan salah satu awak media saat ditanya apakah Menhub Jonan tidak khawatir akan diberi raport merah jika ada evaluasi dari Presiden terkait kinerja penyerapannya, Ia menjawab itu merupakan konsekuensi yang harus dihadapi.
“Klo penyerapannya membabi buta bisa saja, tp berantakan lho prosedurnya semua. Nanti banyak peraturan yang dilanggar, lebih baik raport merah daripada masuk bui,” tandasnya. (RDH)