JAKARTA - Kementerian Perhubungan mendorong PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) untuk memperbanyak pelayaran pengangkutan barang selain penumpang karena akan mempercepat distribusi barang yang membantu mengurangi biaya logistik.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Suegihardjo saat meninjau KM Kelud yang telah direvitalisasi di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan saat ini pengangkutan penumpang lebih dominan ketimbang pengangkutan barang.

"Saat ini di jalur Pantura, bebannya sangat berlebih, di sisi lain ada moda laut. Ini tantangan untuk Pelni karena sekarang ini porsinya masih 90 persen penumpang 10 persen barang, agar sejalan dengan konsep maritim dan Pelni bisa menjadi tulang punggung tol laut," katanya.

Pasalnya, saat ini Pelni hanya memiliki tiga kapal barang di samping satu kapal roro dan 25 kapal penumpang.

Sugihardjo mengatakan Pelni bisa secara bertahap dalam pengadaan kapal sehingga bisa menyeimbangi porsi kapal penumpang yang sudah banyak.

Dia mengatakan agar pengadaan kapal berjalan cepat, maka harus ada insentif yang bisa mengalihkan pengusaha yang awalnya memanfaatkan moda darat ke laut dengan "short sea shipping" (pengiriman barang jarak dekat atau satu pulau).

Sehingga, lanjut dia, insentif tersebut bisa memicu ongkos logistik lebih murah Insentif tersebut, lanjut dia, bisa berupa penyesuaian atau pembebasan tarif bongkar muat peti kemas di pelabuhan.

" Sedang dihitung akses lokasi pemuatan dan pembongkaran melalui kapal laut, ’lift on’ (barang dinaikkan ke kapal) dan ’lift off’ (barang diturunkan), harus dihitung jenis kapan dan jenis barangnya," katanya.

Pasalnya, menurut dia, tarif kapal laut dengan tarif kapal roro berbeda. Tarif menaikkan dan menurunkan barang di kapal laut lebih mahal dibanding kapal roro, namun jika dilihat dari segi pelayaran, kapal roro lebih mahal dibanding kapal laut.

"Di kita tidak ada fasilitas langsung untuk bongkar muat, di berbagai negara bisa dengan tongkang, itu yang belum dioptimalkan karena tongkang di kita hanya dilakukan di beberapa daerah, misalnya di Kalimantan untuk mengangkut batubara dan barang curah," kata salah satu komisaris Pelni itu.

Sugihardjo mengatakan dorongan Pelni untuk memperbanyak angkutan barang juga untuk mendukung konsep tol laut yang harus dijamin pengadaan kapalnya baik oleh BUMN maupun swasta.

Untuk lintas komersial, dia mengatakan, bisa dilakukan oleh pihak swasta, namun untuk lintas perintis harus dijamin oleh Pelni.

Namun, dia menilai tidak bisa dibebankan begitu saja kepada Pelni karena bisa diupayakan dengan kontrak PSO atau investasi jangka panjang selama lima tahun yang awalnya satu tahun.

"Kalau PSO tahunan, nanti habis kontrak Januari dan baru diteken Maret, masa dua bulan enggak dilayani," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Pelni Sulistyo Wimbo Hardjito mengakui adanya ketidakefisienan dalam pendistribusian logistik di jalur darat mendorong adanya "short sea shipping".

"Yang biasanya lewat truk, sekarang lewat laut, pasti ada sesuatu, nah ’short sea shipping’ ini peluang karena enggak ada lagi terkena macet atau terhalang runtuhnya Jembatan Comal (pada beberapa waktu lalu)," katanya.

Terkait tol laut, dia mengatakan pihaknya saat ini masih membahas dengan Kemenhub terkait rute, pengadaan kapal dan anggarannya.

Wimbo mengaku pihaknya belum bisa memenuhi untuk penyediaan kapal barang, karena kemungkinan besar akan menyewa tidak membeli.

Hal itu disebabkan fokus utama Pelni, yakni mengangkut penumpang yang memberikan pendapatan lebih besar dibanding angkutan barang yang porsinya di bawah 10 persen.

"Kita ’kan hanya 22 kontainer (satu kapal), kalau kapal barang itu sekitar 1.000-2.000 kontainer, artinya keuntungan hanya dua persennya saja, yang banyak penumpang," katanya.

Dia mengatakan perkiraan rute untuk tol laut, yakni Kreo, Tobelo, Biak, Tual dan Tanjung Pinang.(BUN)