Biak Numvor begitu masyarakat di sana biasa menyebutnya, sebuah kabupaten di Provinsi Papua yang menawarkan banyak potensi obyek pariwisata yang tidak kalah dari daerah-daerah lainnya. Pulau Biak, pulau yg terletak di Teluk Cenderawasih, di sebelah utara pesisir Provinsi Papua. Diantara pulau-pulau lainnya di sekitar wilayah tersebut seperti Pulau Owke dan Pulau Auki, Pulau Biak merupakan pulau terbesar.
Umumnya objek wisata di Papua terkenal dengan eksplorasi bawah laut serta wisata sejarahnya. Objek wisata ini pula yang menjadi daya tarik dari Kabupaten Biak.
Kali ini Tim Redaksi Website Kementerian Perhubungan berkesempatan mengunjungi wisata sejarah paska Perang Dunia II yaitu Monumen Perang Dunia II dan Situs Gua Binsari.
Monumen Perang Dunia II
Monumen Perang Dunia II terletak di Pantai Kampung Paray/Anggraidi Distrik Biak Kota. Letak monumen ini berada di pinggir pantai yang sering dikunjungi sebagai tempat rekreasi di kota Biak. Akses ke lokasi ini cukup mudah dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh 15 menit dari pusat kota Biak.
Monumen ini dibangun 24 Maret 1994 berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Jepang. Di bagian utama monumen terdapat tembok yang dibuat sedikit melengkung dengan tulisan “MONUMEN PERANG DUNIA KE II”.
Di bagian dalam monumen terdapat ruangan berupa lorong sepanjang 10 meter. Di dalam lorong tersebut terdapat bendera Jepang, foto-foto tentara Jepang, serta abu kremasi jenazah tentara Jepang yang tewas pada Perang Dunia II saat sekutu membom Pulau Biak yang tersimpan dalam kotak alumunium. Semuanya terawat dan tertata dengan rapi.
Di sisi kiri luar monumen terdapat prasasti dalam tiga bahasa yaitu bahasa lnggris, Jepang dan Indonesia yang bertuliskan “Monumen untuk mengingatkan umat manusia tentang kekejaman perang dengan segala akibatnya agar tidak terulang lagi”. Tulisan tersebut menjadi pengingat untuk umat manusia betapa perang sangat menyengsarakan umat manusia dan jangan sampai terulang kembali.
Situs Gua Binsari atau Gua Jepang
Letak situs Gua Jepang atau Gua Binsari hanya berjarak tiga kilometer dari Monumen Perang Dunia II. Aksesnya mudah dicapai cukup dengan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat.
Berdasarkan cerita dari pengelola Gua Binsari, Elisa Rumaropen, kata Binsari berarti perempuan tua. Konon, ada sosok nenek-nenek di gua ini. Setelah Jepang datang, nenek itu menghilang entah ke mana. Oleh karena itu, gua ini dinamakan Gua Binsari.
Gua Jepang, demikian masyarakat setempat menyebutnya, adalah gua alami yang dipakai sebagai tempat persembunyian, pusat logistik, dan pertahanan bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II tahun 1943-1945.
Untuk sampai di mulut gua, kita terlebih dahulu berjalan sejauh seratus meter menyusuri jalan setapak yang kiri kanannya terdapat pepohonan menjulang tinggi.
Setibanya di mulut gua, untuk dapat mencapai dasar gua, pengunjung harus menuruni anak tangga yang basah dan lembab. Kami pun mencoba turun ke dasar gua. Tiba di dasar gua, kami disuguhi pemandangan yang indah tetapi juga kami merasakan sedikit rasa ngeri. Pasalnya gua yang memiliki kedalaman sekitar 45 meter dan panjang 180 meter ini menjadi saksi bisu peristiwa pada tahun 1944 saat Perang Dunia II. Tentara sekutu di bawah pimpinan Jenderal Douglas McArthur menjatuhkan bom dan drum-drum bahan bakar di atas gua tersebut hingga gua tersebut luluh lantak. Kabarnya tak kurang dari tiga ribu tentara Jepang tewas di dalam gua tersebut.
Saat ini, kita masih bisa melihat banyak sisa-sisa mortir, peluru, senjata, bangkai mobil, yang menjadi bukti dahsyatnya penyerangan saat itu. Selain itu, terdapat tulang-belulang seperti tengkorak, tulang kaki tangan tentara Jepang yang tewas pada peristiwa itu. Sebagian tulang-tulang tersebut sudah dikremasi dan dibawa ke Jepang untuk diberikan kepada keluarganya. Namun, masih terdapat beberapa tulang-belulang yang disimpan di dalam bangunan seluas dua meter persegi di area gua tersebut.
Situs Gua Binsari dikelola oleh Yayasan Binsari. Saat ini Pemerintah Daerah memberikan bantuan kepada yayasan tersebut berupa pembuatan jalan, perbaikan tangga, pembuatan kamar mandi, dan pembangunan museum. Perbaikan fasilitas di gua tersebut dilakukan agar pengunjung lebih nyaman dan dapat lebih meningkatkan jumlah wisatawan ke gua tersebut. (DWN/HG/BW)