(Jakarta, 19/06/2012) Meski tidak mengambil bagian (tidak akan menjadi pihak) dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) on Non Convention Sized Ship (NCSS), Indonesia menyatakan tetap mendukung finalisasi MoU dimaksud. Hal ini disampaikan oleh delegasi Indonesia pada forum Pertemuan kesembilan Brunei Darussalam – Indonesia – Malaysia – Phillipines East ASEAN Growth Area Transport, Infrastructure, ICT Development (The 9th BIMP EAGA TIICTD Cluster Meeting) sesi Working Group on Sea Linkages, yang telah berlangsung pada 12-14 Juni 2012 lalu di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.

Terkait dengan Non Convention Sized Ship (NCSS) tersebut, Indonesia sendiri telah memiliki standar nasional NCSS yang telah berlaku dan keputusan untuk tidak tergabung selaku pihak dalam MoU NCSS akan menghindari standar ganda, yang akan memberikan kesulitan teknis dalam penerapannya. Indonesia juga menyampaikan pada forum pertemuan bahwa penyusunan MoU NSCC tidak merupakan prasyarat yang diwajibkan dalam International Maritime Organization (IMO). Selanjutnya, posisi Indonesia adalah melakukan “mutual recognition” pasca finalisasi MoU NCSS kepada para pihak penandatangan. Melalui mekanisme “mutual recognition” tersebut, kapal-kapal dari negara BIMP-EAGA tetap dapat saling melakukan pelayaran antara negara-negara BIMP, tanpa terkendala dan tanpa mengharuskan Indonesia untuk melakukan perubahan standar nasional NCSS yang telah dimiliki.

Selanjutnya, pertemuan menyepakati bahwa MoU tersebut masih terbuka untuk dilakukan penyesuaian sampai dengan paling lambat 5 Juli 2012. Para pihak dapat melakukan korespondensi untuk menyampaikan masukan dan revisi terhadap MoU dimaksud. Di samping itu, terhadap ToR (Term of Refference) Expert Group yang akan menyusun standar NCSS, pertemuan menyepakati untuk mengubah beberapa redaksionalnya. Salah satunya adalah pengubahan kata “regulation” menjadi “safety standard”. Menurut para pihak yang menandatangani MoU NCSS, hal ini lebih terkesan fleksibel dan menghindari kontradiksi dengan peraturan masing-masing negara anggota. Selanjutnya para pihak akan berkonsultasi secara internal perihal pasal yang mengatur “security” dalam ToR tersebut karena beberapa pihak berpandangan tidak perlu dimasukkan. 

Pada kesempatan yang sama, JICA memberikan pemaparan hasil riset ASEAN Ro-Ro Study. Pada pemaparan tersebut terlihat bahwa hanya 3 rute dari 8 rute yang akan dipilih sebagai proyek prioritas. Pertemuan meminta agar JICA memprioritaskan 3 rute yang teridentifikasi dalam BIMP-EAGA. JICA menyepakati untuk menyampaikan hasil riset kepada working group sebelum pelaksanaan Manila Workshop, yang akan diselenggarakan pada 24-25 Juli 2012.

Pertemuan Sea Linkages Working Group juga sepakat melakukan identifikasi proyek prioritas dengan melakukan pertemuan yang bersifat crosscutting dengan cluster/working group lain. Melalui pertemuan crosscutting ini diharapkan Sea Linkages Working Group dapat memenuhi tujuannya sebagaimana diamanatkan dalam strategic thrusts, yakni menjalankan fungsi dari Transport Cluster mewujudkan wilayah BIMP EAGA sebagai lumbung pangan dan tujuan destinasi wisata.

Pertemuan kesembilan Brunei Darussalam – Indonesia – Malaysia – Phillipines East ASEAN Growth Area Transport, Infrastructure, ICT Development (The 9th BIMP EAGA TIICTD Cluster Meeting) dibuka oleh Yang Mulia Dato Paduka Haji Awang Alaihuddin bin Pehin Orang Kaya Digadong Seri Lela Dato Seri Utama Haji Awang Mohammad Taha, Permanent Secretary, Ministry of Communications, Brunei Darussalam. Pertemuan ini terdiri atas pertemuan Working Group Sea Linkages, Air Linkages, Land Transport, Construction and Construction Material, dan Information and Communication Technology (ICT) yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara paralel. (RS)